- Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menolak menggunakan APBN untuk membayar utang Kereta Cepat Whoosh, sebuah langkah yang didukung penuh oleh Mahfud MD
- Mahfud MD mengungkap adanya dugaan mark-up biaya proyek yang sangat besar dan memperingatkan risiko China meminta kompensasi strategis di Laut Natuna Utara jika Indonesia gagal bayar
- Sikap tegas Menkeu Purbaya saat ini seolah membuktikan kebenaran peringatan mantan Menhub Ignasius Jonan yang sejak awal menolak keras penggunaan uang negara untuk proyek tersebut
Suara.com - Peringatan keras yang pernah dilontarkan mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) kini seolah menjadi kenyataan pahit. Sikap tegas Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Whoosh menjadi bukti sahih atas kekhawatiran Jonan sejak awal.
Langkah Menkeu Purbaya ini mendapat dukungan penuh dari mantan Menko Polhukam, Mahfud MD. Menurutnya, keputusan tersebut sangat tepat untuk menyelamatkan keuangan negara yang sudah terbebani oleh proyek warisan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. Mahfud bahkan menyoroti adanya borok dan kejanggalan serius dalam proyek strategis nasional tersebut.
“Ternyata sekarang tidak mampu bayar, dan sekarang tidak mau bayar Purbaya. Menurut saya benar Purbaya,” ujar Mahfud dalam kanal YouTube miliknya, dikutip Rabu (15/10/2025).
Mahfud menilai, proyek Whoosh telah menyedot anggaran besar yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan lain yang lebih mendesak bagi rakyat.
“Karena apa? Ini masalahnya sangat memberatkan bangsa. Kita membangun itu (Whoosh), menghilangkan pembangunan untuk rakyat yang lain, kan, hanya disedot untuk pembangunan ini,” sambungnya.
Lebih jauh, Mahfud menduga adanya permainan harga atau mark-up yang membuat biaya proyek membengkak secara tidak wajar. Ia membeberkan perbedaan perhitungan biaya yang sangat signifikan antara versi Indonesia dan China.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta USD. Tapi hitungan dari China sendiri, 17-18 juta USD. Ini siapa yang menaikan?” ucapnya dengan nada bertanya.
Kekhawatiran terbesar Mahfud adalah jika Indonesia terjerat dalam diplomasi utang China. Ia memperingatkan, kegagalan membayar utang bisa berujung pada permintaan kompensasi strategis oleh Beijing, menyinggung kasus tragis yang menimpa Sri Lanka hingga harus merelakan pelabuhannya.
“Ini (China) kan bisa minta (membangun pangkalan laut) di Natuna Utara yang sedang konflik. Kalau merambah ke kita, lalu membangun pangkalan di sana selama 80 tahun,” jelas Mahfud.
Baca Juga: Dugaan Mark-Up Gila-gilaan Proyek Warisan Jokowi: Biaya 3 Kali Lipat, Utang Rp2 Triliun Tiap Tahun
Sikap Menkeu Purbaya sendiri sudah final. Dalam sebuah acara di Bogor, ia menegaskan bahwa tanggung jawab pembayaran utang Whoosh kini berada di tangan manajemen Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), bukan lagi menjadi urusan pemerintah.
“Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini kan di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih,” ujar Purbaya.
Purbaya mengirim pesan keras bahwa era di mana pemerintah selalu menjadi "bantalan" bagi proyek korporasi yang merugi harus diakhiri. Ia menekankan pentingnya pembagian tanggung jawab yang jelas dalam skema kerja sama pemerintah dan swasta.
“Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government,” tegasnya.
Sikap Purbaya ini sejalan dengan prinsip yang dipegang teguh oleh Ignasius Jonan saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Sejak awal, Jonan secara konsisten menolak penggunaan APBN untuk proyek kereta cepat dan bersikeras bahwa skema pembiayaannya harus murni business-to-business (B2B) tanpa jaminan dari negara.
Berita Terkait
-
Dugaan Mark-Up Gila-gilaan Proyek Warisan Jokowi: Biaya 3 Kali Lipat, Utang Rp2 Triliun Tiap Tahun
-
Alarm Mahfud MD: IKN dan Whoosh Warisan Masalah Hukum, Prabowo Didesak Turun Tangan
-
Ogah Tanggung Utang Whoosh dari APBN, Menkeu Purbaya Kukuh Danantara Mampu Bayar
-
Warning Keras Mahfud MD ke Menkeu Purbaya: Bubarkan Satgas BLBI Ciptakan Ketidakadilan
-
Mahfud MD Bongkar Borok Kereta Cepat Whoosh: Duit Lari ke Mana? Natuna Bisa Jadi Taruhan
Terpopuler
- 6 HP 5G Paling Murah di Bawah Rp 4 Juta, Investasi Terbaik untuk Gaming dan Streaming
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 29 November: Ada Rivaldo, Ribuan Gems, dan Kartu 110-115
- Bercak Darah di Pohon Jadi Saksi Bisu, Ini Kronologi Aktor Gary Iskak Tewas dalam Kecelakaan Maut
- 5 Shio Paling Beruntung Hari Ini Minggu 30 November 2025, Banjir Hoki di Akhir Bulan!
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
Pilihan
-
6 Mobil Turbo Bekas untuk Performa Buas di Bawah Rp 250 Juta, Cocok untuk Pecinta Kecepatan
-
OPEC Tahan Produksi, Harga Minyak Dunia Tetap Kokoh di Pasar Asia
-
Menteri UMKM Sebut Produk Tak Bermerek Lebih Berbahaya dari Thrifting: Tak Terlihat tapi Mendominasi
-
Telkom Siapkan Anak Usaha Terbarunya infraNexia, Targetkan Selesai pada 2026
-
Ironi di Kandang Sendiri: UMKM Wajib Sertifikasi Lengkap, Barang China Masuk Bebas?
Terkini
-
Kondisi Membaik, Penyidik Ambil Keterangan ABH Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta, Apa Hasilnya?
-
Status Internasional Bandara IMIP Dicabut, Said Didu Bongkar Sosok 'Bintang' di Baliknya
-
Nasabah Mirae Asset Kehilangan Puluhan Miliar, Tuding Sistem Lemah dan Lapor Polisi
-
Jejak Gus Yaqut di Skandal Kuota Haji, KPK Bongkar 'Permainan' Jatah Tambahan 20 Ribu
-
Respons Golkar Usai Bupati di Aceh Bilang Prabowo Presiden Seumur Hidup
-
Antisipasi Rob Saat Nataru 2026, Pemkab Siagakan Ratusan Satgas dan Pompa Apung di Kepulauan Seribu
-
Geger Audit PBNU, KPK Siap Turun Tangan Usut Dugaan Aliran Duit Korupsi Mardani Maming
-
Dituding Jadi Biang Bencana Banjir Sumut, PT Toba Pulp Lestari: Operasional Kami 'TAAT' Aturan
-
Ratu Sabu Golden Triangle Tumbang, Dewi Astutik Diciduk dalam Operasi Senyap di Kamboja
-
Mensos Saifullah Yusuf Ungkap Bantuan ke Sumatra Sempat Tertahan Dua Hari Akibat Akses Tertutup