News / Nasional
Selasa, 28 Oktober 2025 | 11:18 WIB
Presiden ke-7 Jokowi saat ditemui di kediamannya. (Suara.com/Ari Welianto)
Baca 10 detik
  • Jokowi menegaskan proyek Whoosh adalah investasi sosial untuk mengatasi kerugian akibat macet, bukan proyek komersial untuk mencari laba finansial
  • KPK telah menaikkan status dugaan korupsi proyek Whoosh ke tahap penyelidikan dan membuka peluang memanggil Luhut Binsar Pandjaitan
  • Mahfud MD mengungkap adanya dugaan penggelembungan anggaran proyek Whoosh hingga tiga kali lipat, dari 17-18 juta dolar AS per kilometer di China menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia

Suara.com - Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara mengenai polemik utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh yang kini diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi menegaskan bahwa proyek raksasa ini sejak awal tidak dirancang untuk mencari keuntungan finansial, melainkan sebagai investasi sosial jangka panjang.

Di tengah panasnya isu dugaan korupsi dalam proyek tersebut, ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini menekankan bahwa prinsip dasar pembangunan transportasi massal adalah pelayanan publik, bukan untuk meraup laba.

"Transportasi massa, transportasi umum itu tidak diukur dari laba, tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial," kata Jokowi di Surakarta, Jawa Tengah, belum lama ini.

Jokowi membeberkan, proyek Whoosh lahir dari urgensi mengatasi masalah kemacetan parah yang telah melumpuhkan Jabodetabek dan Bandung selama puluhan tahun, yang menurutnya telah menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Keuntungan yang dikejar dari proyek ini, lanjutnya, bersifat non-finansial.

"Misalnya pengurangan emisi karbon, produktivitas dari masyarakat menjadi lebih baik, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang bisa lebih cepat. Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massa," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintahannya saat itu memutuskan untuk membangun berbagai moda transportasi massal secara masif, mulai dari KRL, MRT, LRT, kereta bandara, hingga Whoosh.

"Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi itu adalah investasi bukan kerugian," pungkas Jokowi.

Pernyataan Jokowi ini muncul di saat KPK tengah mengusut dugaan korupsi dalam proyek Whoosh. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyelidikan sejak awal 2025. KPK bahkan membuka peluang untuk memanggil Ketua Komite Kereta Cepat, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk dimintai keterangan.

“Pihak-pihak yang dimintai keterangan siapa saja, materinya apa, memang belum bisa kami sampaikan secara rinci,” ujar Budi Prasetyo di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Baca Juga: Dugaan Mark Up Whoosh Naik Sidik: KPK Bicara Peluang Periksa Luhut, Ini yang Bakal Digali

Dugaan korupsi ini pertama kali dihembuskan oleh mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, melalui kanal YouTube-nya. Mahfud menyoroti adanya dugaan penggelembungan anggaran (mark up) yang fantastis.

"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," kata Mahfud.

Ia mempertanyakan aliran dana dari pembengkakan biaya tersebut. "Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini."

Setelah saling berbalas pernyataan, Mahfud MD menyatakan kesiapannya untuk dipanggil KPK guna memberikan keterangan lebih lanjut.

Load More