- Pendekatan murni dan teknis yang dipegang Purbaya terkadang berseberangan dengan cara pandang ekonomi politik yang lebih strategis.
- Ekonom tersebut kemudian mencontohkan perbedaan pandangan tersebut lewat proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).
- Dalam kacamata politik ekonomi, proyek besar seperti Whoosh menjadi alat untuk menjaga stabilitas dan menarik investasi global.
Suara.com - Ekonom Universitas Indonesia, Kun Nurachadijat, menilai bahwa gejolak yang tengah dihadapi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merupakan bagian dari dinamika kepemimpinan yang wajar dalam dunia birokrasi.
Menurutnya, Purbaya kini sedang berada di fase “storming” tahap di mana gesekan dan konflik muncul sebelum tercapainya stabilitas dalam sebuah sistem kerja.
“Nah, semoga fasis storming itu mengantarkan dia ke fasis norming. Norming baru performing. Begitu. Nah, saya lihat fase ini yang sedang Purbaya alami. Purbaya sedang berada di fase storming,” ujar Ekonom dalam Podcast Forum Keadilan TV, dikutip Kamis (30/10/2025).
Lebih lanjut, Kun mengurai bahwa konflik yang dihadapi Purbaya bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan benturan kepentingan antara gaya kepemimpinan teknokratik dan kepentingan politik-ekonomi yang lebih luas.
“Kalau bisa diklaster, kepentingan-kepentingan apa yang dilindungi oleh para orang-orang yang menempatkan dirinya sebagai lawannya Purbaya ini?" kata dia.
"Purbaya seorang yang teknokrat ya, teknokrat yang beranjak dari teknolog. Jadi dia ini ketika dapat kekuasaan dia itu ya kerja benar-benar full, pure ya sejauh ini pengamatan saya masih untuk rakyat,” Purbaya menambahkan.
Namun, pendekatan murni dan teknis yang dipegang Purbaya terkadang berseberangan dengan cara pandang ekonomi politik yang lebih strategis.
“Nah pure itu dengan analisa-analisa ekonomi yang lempeng-lempeng aja. Sedangkan yang namanya ekonomi itu ada istilahnya ekonomi politik. Ketika berekonomi itu emang konteksnya dalam memperkuat posisi politik, geopolitik segala macam,” terangnya.
Ekonom tersebut kemudian mencontohkan perbedaan pandangan tersebut lewat proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).
Baca Juga: Borok Proyek Kereta Cepat: Nama Luhut dan Rini Soemarno Disebut, KPK Didesak Turun Tangan
“Contoh Whoosh, itu mungkin di mata Purbaya inefisien, karena dalam bahasa awamnya karena pemirsa ini juga banyak yang tidak paham ekonomi. Jadi menjalankan atau membuat proyek dengan uang pinjaman,” ujar Kun.
Namun, ia menilai bahwa dari kacamata politik, proyek Whoosh justru memiliki nilai strategis yang besar.
“Nah, sedangkan kalau versi perspektif lawan Purbaya dalam konteks ini Pak Jokowi atau mungkin Pak Luhut itu Whoosh itu adalah supaya kita mencari posisi di geopolitik di antara Amerika dan Cina untuk menunjukkan bahwa kita ini dipilih sebagai tempat yang aman untuk investasi,” kata dia.
Kun juga menjelaskan bahwa dalam kacamata politik ekonomi, proyek besar seperti Whoosh menjadi alat untuk menjaga stabilitas dan menarik investasi global.
“Sedangkan dalam pertumbuhan ekonomi, ketenangan, minimnya risiko-risiko dalam ekonomi adalah ketidakpastian, itu mesti harus ada syarat mutlak untuk orang mau berinvestasi. Untuk menjadi good boy bagi investor-investor dan juga kekuatan politik, kutu-kutu politik di dunia, politik ekonomi di dunia gitu,” ujar Kun.
Menurutnya, di mata Purbaya proyek semacam itu mungkin tampak tidak efisien, namun bagi kalangan politik justru merupakan strategi geopolitik.
Berita Terkait
-
Jokowi Pecat Menteri Kritik Kereta Whoosh, Said Didu: Jadi Luhut Tahu Dong Siapa yang Bikin Busuk?
-
Prabowo Panggil Menteri, Nasib Utang Whoosh Rp116 Triliun di Ujung Tanduk?
-
Geger Skandal Whoosh, Akademisi Sebut Jokowi, Luhut, Erick Thohir dan 2 Menteri Layak Diperiksa
-
Skandal Whoosh Memanas: KPK Konfirmasi Penyelidikan Korupsi, Petinggi KCIC akan Dipanggil
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri