News / Nasional
Jum'at, 28 November 2025 | 19:39 WIB
Kolase foto grafis KH Sarmidi Husna dan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). (Grafis: Suara.com/Aldie)
Baca 10 detik
  • Syuriyah PBNU mendesak Ketua Umum Gus Yahya mundur karena isu narasumber pro-Zionis dan tata kelola keuangan pada Kamis, 20 November 2025.
  • Kubu Gus Yahya melawan, menyatakan pemberhentian tidak sah karena melanggar AD/ART yang memerlukan Muktamar Luar Biasa.
  • Mahfud MD mengungkapkan akar konflik PBNU sebenarnya adalah perebutan pengelolaan izin usaha pertambangan (WIUPK) yang baru didapat.

Suara.com - Rasa masam di bibir sudah tidak bisa ditahan. Satu-dua batang rasanya tidak mengapa. Lebih-lebih, rapat juga masih berlangsung. Tak ada salahnya Gus Tajul melangkahkan kaki menuju keluar ruang ber-AC: mengambil jeda, memantik keretek.

Kamis sore, 20 November 2025, suasana Rapat Harian Syuriyah PBNU di sebuah hotel Jakarta Pusat terasa cair. Katib Syuriyah PBNU, Gus Ahmad Tajul Mafakhir, bahkan mengingat betul bagaimana ia bisa santai bolak-balik ke luar ruangan untuk merokok.

Rapat berjalan seperti biasa, dihadiri para kiai sepuh, termasuk Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.

"Sampeyan bisa lihat suasana rapat itu vibenya riang," kenang Gus Tajul, sambil menunjukkan foto yang ia ambil pukul 20.43, tepat saat rapat bubar.

Namun, di balik suasana riang itu, sebuah keputusan besar tengah digodok. Fokus rapat yang semula membahas isu administratif, bergeser tajam ke persoalan yang dianggap sensitif yakni undangan narasumber yang dinilai pro-Zionis dalam sebuah forum internal PBNU. Syuriyah merasa arahan mereka terkait hal ini diabaikan oleh Tanfidziyah, yang dipimpin Gus Yahya.

Beberapa hari kemudian, bom waktu itu meledak. Sebuah surat risalah rapat tersebar, berisi desakan agar Gus Yahya mundur dalam tiga hari, atau akan diberhentikan. PBNU resmi terbelah.

Isu Zionis, Kegagalan Konsolidasi, atau Dalih Semata?

Gambaran suasana Rapat Harian Syuriyah PBNU di sebuah hotel Jakarta Pusat sebagaimana dikirim Katib Syuriyah PBNU, Gus Ahmad Tajul Mafakhir ke jurnalis Suara.com. (Dok. Gus Ahmad Tajul Mafakhir)

Secara resmi, alasan pencopotan Gus Yahya adalah dugaan pelanggaran berat terkait narasumber pro-Zionis dan isu tata kelola keuangan. Syuriyah PBNU menganggap hal itu "merusak reputasi perkumpulan dan melanggar Qanun Asasi."

Namun, beberapa pandangan melihat ini hanyalah puncak dari gunung es. Analis Sosial dari Universitas Pamulang, Cusdiawan, menilai akar masalahnya lebih dalam.

Baca Juga: Gus Ipul Bantah Siap Jadi Plh Ketum PBNU, Sebut Banyak yang Lebih Layak

"Bisa kita tafsirkan pada kegagalan kepemimpinan PBNU di dalam mengonsolidasikan internalnya," ujar Cusdiawan saat dihubungi Suara.com, Kamis (27/11/2025).

Menurutnya, jika internal PBNU solid, isu parsial seperti ini tidak akan menjadi bola panas yang dikonsumsi publik.

Peneliti Politik BRIN, Wasisto Raharjo Jati, sepakat. Ia menyebut isu zionisme hanyalah pemantik api.

"Saya pikir isu zionisme sepertinya menjadi pemantik api terhadap berbagai masalah yang ada. Adanya penerimaan terhadap konsesi tambang, komunikasi searah, dan sebagainya," kata Wasisto yang juga dihubungi Suara.com di hari yang sama.

Perlawanan Kubu Gus Yahya

Di sisi lain, kubu Gus Yahya melawan. Ketua PBNU Savic Ali menegaskan pemecatan itu tidak punya landasan hukum. Menurut AD/ART, penggantian Ketua Umum hanya bisa diusulkan melalui Muktamar Luar Biasa.

"Syuriah hanya lewat rapat syuriah tidak bisa memecat Ketua Umum Tanfidziyah," tegasnya.

Savic bahkan mengendus adanya "disinformasi" yang sengaja diembuskan kepada Rais Aam, terutama setelah Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) tidak lagi aktif di kantor PBNU sejak menjadi menteri.

Komunikasi antara Tanfidziyah dan Rais Aam menjadi renggang. Ia juga mensinyalir ada "pihak luar NU" yang ikut memengaruhi Rais Aam.

Adu Klaim Kubu Gus Yahya dengan Katib Syuriyah

Adu Klaim Kubu Gus Yahya dengan Katib Syuriyah. (Dok. Suara.com)

Selembar surat pemberhentian untuk Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang bocor ke publik tak hanya mengguncang internal organisasi, tetapi juga menyulut perang narasi antara dua kubu yang berseberangan.

Di satu sudut, barisan Syuriyah PBNU menegaskan bahwa keputusan melengserkan Gus Yahya adalah langkah yang sah dan telah menempuh prosedur yang benar.

Di sudut lain, kubu Gus Yahya menuding adanya permainan kotor di balik layar dan mempertanyakan keabsahan surat yang mereka anggap cacat.

Katib Syuriah PBNU, KH Sarmidi Husna, menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025). Dengan tenang, ia mengumumkan bahwa estafet kepemimpinan PBNU untuk sementara telah beralih.

“Selama kekosongan jabatan Ketua Umum, maka kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama,” ujar Sarmidi, menandakan bahwa di mata Syuriyah, posisi Gus Yahya sudah resmi kosong.

Sarmidi membeberkan tiga 'dosa' yang menurut mereka menjadi dasar pemecatan: mengundang narasumber yang dinilai pro-Zionis ke forum internal NU, melibatkan narasumber yang sama dalam kaderisasi, serta masalah tata kelola keuangan.

Baginya, pelanggaran-pelanggaran itu sudah cukup menjadi alasan.

“Itu sudah masuk kategori pasal yang bisa untuk memberhentikan,” tegasnya.

Ia pun mencoba menutup pintu perdebatan di ruang publik. Jika ada yang tak terima, Sarmidi mempersilakan untuk menempuh jalur resmi.

“Jika terdapat keberatan atas keputusan ini, sudah ada mekanisme penyalurannya yaitu melalui Majelis Tahkim PBNU,” katanya, merujuk pada forum sengketa internal yang bersifat final.

Misteri Surat 'Draft' dan Tuduhan Sabotase

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),  Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya. (Suaracom/Novian)

Namun, kubu Gus Yahya tak tinggal diam. Mereka menemukan amunisi untuk melawan dari surat pemberhentian itu sendiri. Surat bernomor 4785 itu tersebar dengan tanda air 'draft', sebuah kejanggalan yang langsung mereka jadikan senjata.

Sarmidi mencoba menepisnya sebagai masalah sepele. Ia mengklaim tanda 'draft' itu muncul karena kendala teknis pada sistem digital PBNU, Digdaya.

“Makanya yang menyebar adalah surat yang masih ada tulisan draft-nya. Sebenarnya surat itu benar dan sah,” ucapnya.

Akan tetapi, penjelasan itu justru dibalas dengan tudingan yang lebih serius dari Wakil Sekjen PBNU, Wahyu Nur Hidayat Aly. Bagi Gus Wahyu, ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan sebuah sabotase yang terencana.

Ia mengungkap bahwa akses untuk membubuhkan stempel digital pada surat tersebut tiba-tiba hilang dari akun yang berwenang. Padahal, tim Peruri telah memastikan akun tersebut masih memegang otoritas.

“Meski berstatus Super Admin, hak untuk membubuhkan stempel telah dihapus dari akun Faisal Saimima,” kata Wahyu.

Gus Wahyu bahkan menyebut ini adalah puncak dari serangkaian gangguan digital yang terjadi sejak Oktober, mulai dari penghapusan akun Rais Aam hingga pemblokiran akun staf Syuriyah secara misterius.

“Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat aksi sabotase dari Tim Project Management Office (PMO) Digdaya PBNU,” tandasnya.

Di Balik Tabir: 'Ini Konflik Soal Pengelolaan Tambang'

Ilustrasi alat berat dan tambang. [Ist]

Di tengah simpang siur, mantan Menkopolhukam Mahfud MD memiliki pandangan lebih jauh sekaligus tajam. Baginya, isu Zionisme dan tata kelola keuangan hanyalah kamuflase. Akar masalah yang sesungguhnya jauh lebih duniawi: izin usaha tambang.

"Saya sudah bicara ke dalam, itu asal muasalnya soal pengelolaan tambang. Itu konflik dalam soal pengelolaan tambang, yang satu ingin ini, yang satu ingin itu, dan berpecah," ungkap Mahfud sebagaimana dikutip dalam kanal YouTube-nya.

Pernyataan ini seolah membuka kotak pandora. PBNU memang baru saja mendapatkan 'karpet merah' dari pemerintah untuk mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) melalui badan usaha PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara. Konsesi inilah yang diduga menjadi rebutan internal.

Mahfud menyayangkan ironi ini. Ia mengingatkan, pada 2012, PBNU di bawah kepemimpinan Kiai Hasyim Muzadi justru menjadi pihak yang menggugat BP Migas ke Mahkamah Konstitusi karena maraknya korupsi tambang.

"Dulu mereka nggak mau ngelola tambang, tapi harus diperbaiki undang-undangnya... Nah, sekarang ribut hanya soal siapa yang mengelola," sindir Mahfud.

Seruan Damai dari Daerah

Di tengah elite PBNU yang saling serang, suara keprihatinan justru datang dari pengurus wilayah. Berturut-turut PWNU DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, hingga Bengkulu menyerukan jalan damai atau islah.

Mereka mendesak para pimpinan di pusat untuk mengedepankan musyawarah dan menjaga marwah organisasi.

PWNU dan PCNU se-DIY bahkan secara tegas menyatakan tetap berpegang pada hasil Muktamar ke-34 di Lampung, yang menetapkan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU hingga akhir masa khidmah 2026.

"PWNU ibukota ini mendesak terjadinya Islah dengan memohon para masyayikh, khususnya mustasyar PBNU untuk turun tangan," tulis rilis PWNU DKI Jakarta.

Load More