- Perjuangan Hafitar menempuh puluhan kilometer demi sekolah menjadi viral di media sosial.
- Kisahnya mengungkap potret buram ketimpangan akses pendidikan yang nyata di Indonesia.
- Kebijakan reaktif pemerintah dinilai belum menjawab akar masalah sistemik dunia pendidikan.
"Media sosial mengubah pola respons pemerintah. Kebijakan seringkali responsif, menunggu viral dulu baru bertindak," tambahnya.
Meski ada kekhawatiran akan viral fatigue, di mana perhatian publik cepat surut, Nova meyakini isu-isu seperti ini akan terus mendapat respons. Namun, ia menekankan bahwa kasus seperti Hafitar seharusnya tak perlu viral jika pemerintah memiliki sistem deteksi dini dan proaktif mencari solusi.
Pendidikan yang Belum Berpihak pada Semua
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matarji, menggarisbawahi akar masalahnya: layanan pendidikan di Indonesia yang belum berkeadilan. Menurutnya, pemerintah kerap lebih memprioritaskan anak-anak berprestasi dan mengabaikan mereka yang memiliki nilai akademik biasa.
"Mestinya semua anak punya kesempatan dan mendapatkan layanan pendidikan yang berkeadilan," tegasnya.
Ubaid mendesak pemerintah untuk memastikan ketersediaan bangku sekolah sebanding dengan jumlah anak usia sekolah.
"Kalau bangkunya kurang, ya wajib ditambah. Kalau sekolahnya tidak ada, ya wajib membangun sekolah baru. Bukan seperti saat ini, masuk sekolah kok diseleksi," kritiknya.
Ia menilai, meski peraturan perundang-undangan sudah ideal, komitmen pemerintah dalam melaksanakannya sangat buruk. Anggaran pendidikan, yang seharusnya menjadi prioritas, justru kerap dialihkan ke program lain yang kurang mendesak.
Menurut Ubaid, kegagalan ini berpangkal pada satu hal: komitmen pemerintah yang buruk dalam menjalankan amanat konstitusi. Ia secara gamblang menunjuk adanya kebijakan yang salah arah, di mana anggaran pendidikan rela dikorbankan untuk program seperti makan bergizi gratis (MBG).
Baca Juga: Perempuan yang Dorong Petugas hingga Nyaris Tersambar KRL Ternyata ODGJ
"Padahal banyak sekolah roboh, banyak daerah kekurangan bangku sekolah, bahkan sekolah saja tidak ada," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP 5G Paling Murah di Bawah Rp 4 Juta, Investasi Terbaik untuk Gaming dan Streaming
- Bercak Darah di Pohon Jadi Saksi Bisu, Ini Kronologi Aktor Gary Iskak Tewas dalam Kecelakaan Maut
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 29 November: Ada Rivaldo, Ribuan Gems, dan Kartu 110-115
- 5 Shio Paling Beruntung Hari Ini Minggu 30 November 2025, Banjir Hoki di Akhir Bulan!
- Tewas Menabrak Pohon, Gary Iskak Diduga Tak Pakai Helm Saat Kecelakaan Tunggal
Pilihan
-
Jeritan Ojol di Uji Coba Malioboro: Jalan Kaki Demi Sesuap Nasi, Motor Terancam Hilang
-
OJK Selidiki Dugaan Mirae Asset Sekuritas Lenyapkan Dana Nasabah Rp71 Miliar
-
Pasaman: Dari Kota Suci ke Zona Rawan Bencana, Apa Kita Sudah Diperingatkan Sejak Lama?
-
Jejak Sunyi Menjaga Tradisi: Napas Panjang Para Perajin Blangkon di Godean Sleman
-
Sambut Ide Pramono, LRT Jakarta Bahas Wacana Penyambungan Rel ke PIK
Terkini
-
Bukan Bencana Alam! WALHI Bongkar Dosa Investasi Ekstraktif di Balik Banjir Maut Sumatra
-
Terungkap! Ini Alasan Kejagung Cabut Status Cekal Bos Djarum Victor Hartono di Kasus Pajak
-
Kenapa Korban Banjir Sumatera Begitu Banyak? Kabasarnas Ungkap Fakta Mengejutkan
-
Tinjau Banjir Sumatera, Prabowo Bicara Status Bencana hingga Fungsi Pemerintah Jaga Lingkungan
-
Nasib Praperadilan Buron E-KTP Paulus Tannos Ditentukan Besok, KPK Yakin Hakim Tolak Mentah-mentah
-
Ganti Kapolri Bukan Solusi, Pengamat Ungkap 'Penyakit' Polri: Butuh Reformasi Budaya
-
Helikopter Polri Terjunkan Bantuan Logistik untuk Korban Banjir di Sumut
-
Polda Metro Siaga Penuh Amankan Reuni Akbar 212 di Monas, Habib Rizieq Dijadwalkan Hadir
-
Curah Hujan Ekstrem Picu Banjir dan Longsor di Sumatera, BMKG Sebut Siklon Tropis Jadi Ancaman Baru
-
Mendagri Minta Pemda Perkuat Sinergi Hadapi Potensi Bencana dan Momentum Nataru 2025