- Perpol Nomor 10 Tahun 2025 memicu kontroversi di mana Mahfud MD menilai bertentangan dengan putusan MK, sementara Boni Hargens melihatnya sebagai implementasi praktis keputusan MK.
- Argumentasi Komite Reformasi Polri terhadap Perpol tersebut dianalisis mengandung lima kelemahan logika dasar seperti ad hominem dan straw man.
- Kesalahan logika ini dianggap melemahkan substansi hukum perdebatan publik, mengalihkan fokus dari analisis norma ke isu-isu non-substantif.
Suara.com - Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 telah memicu kontroversi hukum yang signifikan di Indonesia. Perdebatan ini melibatkan berbagai pihak dengan perspektif yang sangat berbeda, mencerminkan kompleksitas interpretasi hukum dalam konteks reformasi institusi keamanan.
Tokoh-tokoh terkemuka seperti Mahfud MD dan Jimly Assidiqi menilai bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan secara fundamental dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Mereka berpendapat bahwa peraturan ini berpotensi melemahkan pengawasan eksternal terhadap institusi kepolisian dan mengabaikan prinsip-prinsip konstitusional yang telah ditetapkan oleh MK.
Di sisi lain, analis hukum dan politik seperti Boni Hargens memberikan interpretasi yang berbeda. Dia menilai bahwa Perpol justru mendukung dan mengimplementasikan keputusan MK dengan cara yang lebih praktis dan operasional, bukan melawannya. Perspektif ini menekankan pada mekanisme internal yang lebih jelas dan terstruktur.
Perdebatan ini telah memicu diskursus hukum dan politik yang sangat intens di kalangan publik dan media massa. Opini publik terpolarisasi, dengan berbagai kelompok masyarakat mengambil posisi yang berbeda berdasarkan pemahaman mereka terhadap putusan MK dan implementasinya melalui Perpol.
Kompleksitas perdebatan ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip hukum konstitusional dan bagaimana argumentasi hukum seharusnya dibangun.
Tanpa kerangka berpikir yang logis dan sistematis, diskusi tentang isu-isu hukum seperti ini dapat dengan mudah tergelincir ke dalam perdebatan yang tidak produktif dan bahkan menyesatkan.
Menurut Boni, argumentasi Komite Reformasi Polri dinilai memiliki berbagai kelemahan fundamental dalam pendekatan logikanya. Meskipun para tokoh ini memiliki kredibilitas dan pengalaman yang tidak diragukan, argumentasi mereka terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengandung sejumlah kesesatan berpikir atau logical fallacies yang dapat melemahkan kekuatan hukum dan rasionalitas dari posisi mereka.
Logical fallacies adalah kesalahan dalam penalaran yang membuat argumen menjadi tidak valid atau menyesatkan. Dalam konteks hukum, keberadaan fallacies ini sangat problematis karena dapat mengaburkan fakta, memanipulasi emosi, dan mengalihkan perhatian dari isu substantif yang seharusnya menjadi fokus pembahasan.
Kesalahan-kesalahan logika ini tidak hanya melemahkan argumentasi secara akademis, tetapi juga berdampak pada kualitas diskursus publik. Ketika tokoh-tokoh berpengaruh menggunakan argumentasi yang mengandung fallacies, hal ini dapat mempengaruhi opini publik secara tidak fair dan menciptakan polarisasi yang tidak didasarkan pada pemahaman hukum yang akurat.
Baca Juga: Pakar Hukum Unair: Perpol Jabatan Sipil Polri 'Ingkar Konstitusi', Prabowo Didesak Turun Tangan
Ada lima bentuk kelemahan argumentasi Komite Reformasi Polri yang kami temukan dalam merespons Perpol 10/2025 yaitu argumentasi ad hominem, logika straw man, false dilemma, red herring, dan appeal to emotion.
Pertama, Boni Hargens melihat adanya argumen ad hominem yaitu pandangan yang menyerang pribadi daripada gagasan. Salah satu kesalahan logika paling mendasar yang muncul dalam argumentasi Komite Reformasi Polri adalah penggunaan ad hominem, yaitu serangan terhadap karakter atau kredibilitas pembuat kebijakan daripada menganalisis substansi dari Perpol itu sendiri. Fallacy ini sangat merusak karena mengalihkan fokus diskusi dari konten hukum yang seharusnya dievaluasi.
Dalam beberapa kesempatan, kritik terhadap Perpol dimulai dengan mempertanyakan integritas atau motif dari para pembuat kebijakan di internal Polri. Argumentasi seperti "peraturan ini dibuat oleh pihak yang memiliki kepentingan mempertahankan status quo" adalah contoh klasik ad hominem yang tidak menyentuh substansi peraturan itu sendiri.
Komite sering mengaitkan Perpol dengan track record negatif institusi Polri secara umum, seolah-olah segala sesuatu yang berasal dari institusi tersebut otomatis bermasalah.
Ini mengabaikan kemungkinan bahwa peraturan spesifik ini bisa memiliki merit terlepas dari sejarah institusi. Kecenderungan untuk menolak argumen berdasarkan siapa yang menyampaikannya, bukan berdasarkan kualitas argumen itu sendiri, menciptakan bias konfirmasi yang berbahaya dalam analisis hukum.
Ad hominem mengabaikan prinsip fundamental dalam analisis hukum bahwa setiap peraturan harus dievaluasi berdasarkan kontennya, bukan berdasarkan siapa yang membuatnya. Pendekatan ini mengalihkan perhatian dari analisis substantif tentang apakah Perpol benar-benar bertentangan dengan putusan MK atau tidak.
Berita Terkait
-
Pakar Hukum Unair: Perpol Jabatan Sipil Polri 'Ingkar Konstitusi', Prabowo Didesak Turun Tangan
-
Atasi Krisis Air, Brimob Polri Targetkan 100 Titik Sumur Bor untuk Warga Aceh Tamiang
-
Jurus 'Sapu Jagat' Omnibus Law Disiapkan untuk Atur Jabatan Polisi di Kementerian
-
Soal Polemik Perpol Baru, Kapolri Dinilai Taat Konstitusi dan Perkuat Putusan MK
-
Jimly Asshiddiqie Sebut Cuma Ada Tiga Pejabat Berwenang yang Bisa Batalkan Perpol 10/2025
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?