News / Nasional
Rabu, 24 Desember 2025 | 19:15 WIB
Ilustrasi bahasa isyarat (Pexels/Kevin Malik)
Baca 10 detik
  • Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief, bereaksi keras terhadap viralnya dugaan penghinaan guru terhadap penyandang disabilitas wicara.
  • Peristiwa ini disoroti sebagai refleksi ketidakinklusifan sistem pendidikan dan budaya yang masih rendah di Indonesia.
  • Syarief mendesak pemerintah mengintegrasikan bahasa isyarat ke kurikulum dan membuat regulasi turunan UU Nomor 8 Tahun 2016.

Suara.com - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Habib Syarief, bereaksi keras atas viralnya video dugaan penghinaan terhadap seorang penyandang disabilitas wicara bernama Cahyo di media sosial.

Kejadian yang melibatkan seorang pria yang diduga berprofesi sebagai guru tersebut dinilai menjadi bukti nyata masih rendahnya inklusivitas dalam sistem sosial dan pendidikan di Indonesia.

Syarief menegaskan bahwa peristiwa ini harus dilihat sebagai masalah yang lebih besar daripada sekadar perilaku individu.

“Kasus ini bukan sekadar persoalan etika individu, tetapi mencerminkan persoalan struktural dalam sistem pendidikan dan budaya kita yang belum sepenuhnya inklusif,” kata Habib Syarief kepada wartawan, Rabu (23/12/2025).

Menurutnya, tindakan merendahkan martabat penyandang disabilitas yang dibalut candaan menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dunia tuna wicara.

Ia menekankan bahwa seorang pendidik seharusnya memiliki empati dan penghormatan tinggi terhadap keberagaman.

Syarief memaparkan bahwa bahasa isyarat bukan sekadar gerakan tangan, melainkan instrumen penting bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi setara dalam kehidupan bermasyarakat.

"Bahasa isyarat adalah sistem bahasa yang utuh dengan gramatika dan makna. Mengabaikannya sama dengan mengabaikan kemanusiaan penyandang disabilitas,” ujarnya.

Lebih lanjut, legislator dari PKB ini menyoroti sistem pendidikan nasional yang dinilai belum serius mengintegrasikan bahasa isyarat ke dalam kurikulum umum.

Baca Juga: BRI Sahabat Disabilitas, Dorong Difabel Berdaya Melalui Kegiatan Pelatihan dan Pemagangan

Padahal, jutaan warga negara Indonesia menjadikan bahasa isyarat sebagai bahasa ibu mereka.

Ia berpendapat bahwa pengenalan bahasa isyarat di sekolah tidak hanya membantu penyandang disabilitas, tetapi juga meningkatkan kemampuan kognitif dan empati sosial bagi seluruh peserta didik.

Ia pun merujuk pada beberapa negara maju seperti Swedia, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia yang telah menjadikan bahasa isyarat sebagai bagian dari kurikulum sekolah untuk menciptakan lingkungan inklusif.

Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk segera merumuskan langkah konkret, mulai dari pelatihan guru hingga penyediaan materi ajar bahasa isyarat.

Syarief juga meminta adanya regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas guna memperkuat landasan hukum integrasi bahasa isyarat di sekolah.

Ia pun mengingatkan jati diri bangsa yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Load More