Senin, 06 Oktober 2025 | 11:09 WIB
Stok SPBU Shell Cikini, Jakarta kosong. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Tulus Abadi mengatakan kejadian kekosongan stok BBM Swasta seperti berulang.
  • Seharusnya SPBU swasta mampu memprediksi berapa demand yang ada, dengan stok BBM yang mereka punya.
  • Pemerintah sebaiknya tidak menambah kuota impor BBM; baik untuk SPBU swasta dan atau Pertamina; dengan tujuan penghematan devisa negara.

Suara.com - Beberapa minggu terakhir terdapat sinyal adanya “kelangkaan” produk bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta. Sebagian konsumen tampak mengeluh karena kelangkaan BBM itu. Padahal sejatinya banyak SPBU lain yang bisa digunakan konsumen untuk membeli BBM.

Konsumen punya hak pilih untuk suatu produk, termasuk BBM. Lalu bagaimana musabab terjadinya kelangkaan itu dan bagaimana mitigasinya?

Pertama, kejadian seperti ini seperti berulang, seperti didramatisasi. Kejadian juga ada sinyal sebagai bentuk "perang merebut regulasi" bagi SPBU swasta untuk merebut pasar/demand yang lebih besar.

Memang pangsa pasar (market share) SPBU swasta masih kecil, hanya 6 (enam) persen. Terdapat upaya keras dari SPBU swasta untuk mendorong adanya suatu regulasi baru yang dibuat oleh regulator, sehingga menguntungkan kiprah bisnisnya. Fenomena dramatisasi makin nampak, manakala sebagian karyawan dari SPBU swasta itu berjualan kopi, snack, dll; seolah untuk menarik simpati.

Kedua, kelangkaan produk BBM di SPBU swasta adalah murni problem korporasi, karena kuota impor 100 persen untuk SPBU swasta, bahkan 110 persen; sudah terpakai semua oleh SPBU swasta tersebut. Jadi bukan karena adanya pembatasan impor BBM oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementerian ESDM.

Ketiga, terjadinya lonjakan demand di SPBU swasta dikarenakan adanya migrasi dari sebagian konsumen SPBU Pertamina, sejak dipicu oleh isu BBM oplosan. Padahal isu BBM oplosan itu sejatinya salah kaprah.

Konon untuk jenis BBM tertentu (pertamax) sejak adanya isu oplosan yang salah kaprah itu, dampaknya cukup siginifikan.

Dengan adanya lonjakan demand oleh karena adanya migrasi itu, kemudian SPBU swasta ingin minta tambahan kuota impor.

Seharusnya SPBU swasta mampu memprediksi berapa demand yang ada, dengan stok BBM yang mereka punya.

Baca Juga: Heran SPBU Swasta Batal Beli BBM Pertamina, Kementerian ESDM: Bensin Shell Juga Mengandung Etanol

Tulus Abadi. [Suara.com/dhitya Himawan]

Keempat, terkait permintaan tambahan kuota impor itu, logika kebijakan yang diusulkan Menteri ESDM bisa dimengerti, silakan minta tambahan kuota impor tapi via Pertamina. Kuota impor BBM memang harus dibatasi dan dikendalikan, agar tidak makin melambung dan menggerus devisa negara.

Bahkan sejatinya Pertamina pun tidak diuntungkan dengan mekanisme bisnis seperti ini, sebab menjadi beban finansial bagi Pertamina. Konon pun Pertamina tidak akan/tidak boleh mengambil untung.

Kelima, sebaiknya pemerintah tidak menambah kuota impor BBM; baik untuk SPBU swasta dan atau Pertamina; dengan tujuan penghematan devisa negara.

Dengan menambah kuota impor BBM, tentu akan makin menggerus devisa negara.

Apalagi hingga saat ini pemerintah belum mampu mengendalikan konsumsi BBM brrsubsidi agar lebih tepat sasaran. Kuota subsidi BBM mayoritas dinikmati kelompok menengah atas (the have), bahkan sektor industri, karena ada penggunaan secara ilegal.

Oleh sebab itu, jika SPBU swasta konsisten dengan perlindungan konsumen dan kepentingan publik yang luas, maka segera stabilkan kuota BBM di PSBU-nya.

Load More