- Partai Islam alami kemunduran pasca Pemilu 2024, dengan PPP gagal lolos ambang batas parlemen.
- PKB, PAN, dan PKS pilih strategi realistis-pragmatis dengan bergabung ke pemerintahan.
- Tantangan utama partai Islam: regenerasi kepemimpinan, relevansi isu publik, dan soliditas internal.
Akibatnya, mereka sering terjebak. Terlalu kaku untuk pemilih moderat, tetapi kurang militan bagi pemilih ideologis.
Bertahan dalam Strategi Realistis-Pragmatis
Langkah pasca-pemilu dari ketiga partai berbasis Islam di Senayan menunjukkan satu pilihan yang sama, yakni realistis-pragmatis.
PKB, meski sempat berseberangan di pilpres, membuktikan kecanggihan strategi elektoralnya. Manuver taktis menempatkan Cak Imin sebagai cawapres sukses mengamankan 10,61 persen suara.
Tidak butuh waktu lama, PKB kembali ke koalisi pemerintah. Pilihan pragmatis ini adalah cara PKB untuk 'menyelamatkan diri' sekaligus memastikan mereka tetap exsist di panggung utama.
Hal serupa dilakukan PAN. Strategi 'merekrut artis' dan gimmik kreatif 'PAN... PAN... PAN' terbukti efektif menggaet pemilih muda.
PAN juga cerdik menjauhkan diri dari label 'partai Islam' dan memilih identitas 'nasionalis-religius.'
Keberhasilan mereka mengamankan kursi di pemerintahan adalah buah dari konsistensi adaptasi ini.
Yang paling mengejutkan adalah manuver PKS. Partai yang selama satu dekade memantapkan diri sebagai kekuatan oposisi ini akhirnya balik badan.
Baca Juga: Ironi di Muktamar X PPP; Partai Islam Ricuh, Waketum: Bagaimana Mau Mendapat Simpati Umat?
Dengan bergabung ke pemerintahan Prabowo, partai ini memberi sinyal jelas bahwa era politik ideologis kaku telah usai.
PKS kini memilih jalan yang sama dengan PKB dan PAN, mengamankan pengaruh dan insentif melalui kekuasaan. Meski dengan catatan, ada kekecewaan dari sebagian basis massanya.
Tantangan bagi ketiganya kini serupa. Mereka harus membuktikan bahwa mereka bukan sekadar 'penumpang' di kabinet.
Langkah pasca-pemilu dari ketiga partai berbasis Islam di Senayan menunjukkan satu pilihan yang sama, yakni realistis-pragmatis.
Mereka mesti mampu memberikan kinerja nyata yang merepresentasikan aspirasi basis mereka, sekaligus membuktikan bahwa pilihan pragmatis dapat membawa manfaat lebih besar daripada sekadar bertahan di luar kekuasaan.
Prospek dan Tantangan
Berita Terkait
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Marsinah: Buruh, Perlawanan, dan Jejak Keadilan yang Tertunda
-
Membangun Proyeksi Demokrasi Indonesia, Mungkinkah?
-
Quo Vadis Komite Otsus Papua?
-
Konsolidasi, Ambisi, dan Ketegangan: Menilai Tahun Pertama Prabowo-Gibran
-
Catatan Setahun Prabowo-Gibran di Bidang Pangan
-
Green Democracy, Menkeu Baru dan Arah Ekonomi
-
Prabowo dan Fenomena 'Strongman': Refleksi Citra Kepemimpinan di Panggung Global dan Domestik
-
Mengulik 'Kelangkaan' BBM di SPBU Swasta
-
Renungan Hari Tani: Tanah Subur, Petani Tak Makmur