Suara.com - Bicara soal diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk-produk pelumas yang beredar di Tanah Air, Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) menyatakan hal itu sejatinya tidak perlu dilakukan. Pasalnya bakal membebani masyarakat.
PERDIPPI menilai bahwa pemberlakuan SNI Wajib Pelumas terhadap berbagai macam pelumas kendaraan ini adalah pekerjaan yang tidak diperlukan. Sebab, sejatinya standarisasi pelumas telah dilakukan dalam proses uji untuk mendapatkan Nomor Pelumas Terdaftar (NPT).
Terlebih, pada ketentuan SNI Pelumas terdapat komponen uji unjuk kerja yang biayanya sangat mahal.
"Kalau dipaksakan akan menjadi beban dan tidak terjangkau bagi perusahaan pelumas. Pada akhirnya beban tadi akan disalurkan juga kepada konsumen, dan dampaknya akan memberatkan perekonomian nasional," ungkap Paul Toar, Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Bahkan, tambah Paul Toar, perusahaan-perusahaan pelumas skala kecil yang hanya melayani kebutuhan spesifikasi khusus mesin bisa-bisa akan gulung tikar karena tidak sanggup menanggung biaya pengujian. Sebab, biaya pengujian bisa mencapai 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) per sampel.
Jika hal itu terjadi, bukan hanya pihak industri yang menanggung akibatnya, akan tetapi para pengguna produk pelumas. Karena, produk pelumas merupakan produk aplikasi dinamis yang berkaitan langsung dengan operasional dan kelangsungan mesin industri, otomotif, bidang maritim, penerbangan, serta banyak lagi.
Jika operasional para pengguna pelumas itu terhenti atau terganggu, maka produktivitas nasional juga akan terganggu. Turun atau hilangnya produktivitas berarti roda perekonomian nasional terhambat, karena memiliki dampak keikutsertaan (multi-flier effect) yang besar.
Pada akhirnya, negara juga bakal ikut menanggung kerugian. Oleh karena itulah, PERDIPPI meminta agar Kepmen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 diuji materi, atau dibatalkan.
PERDIPPI juga mempertanyakan tata cara akreditasi LSPro, khususnya LSPro bidang pelumas sebagai lembaga yang akan melakukan sertifikasi. Sebab, lembaga ini tidak memiliki fasilitas dan kemampuan untuk menguji aspek kimia atau fisika terhadap 14 parameter.
Baca Juga: Dicecar Pertanyaan soal Faisal Nasimuddin, Luna Maya Jawab Ini
"Apalagi kemampuan menguji unjuk kerja," tutup Paul Toar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Moge, Ini 7 Senjata Rahasia Honda Africa Twin Terbaru 2025
-
7 Fakta Istimewa Polytron FOX 350, Motor Listrik Cerdas Harga Subsidi Cocok untuk Pemula
-
Jangan Coba-coba Copot Pelat Nomor, Polisi Punya Trik Baru di Operasi Zebra dan Dendanya Buat Nyesek
-
Pajak Mobil Avanza Berapa? Intip Estimasi di November 2025
-
Terpopuler: Mobil Pelat RI 33 Ikut Macet-macetan, 7 Alternatif Honda WR-V Terbaik
-
5 Rekomendasi Mobil Keluarga yang Bisa Buat Kondangan Ramai-ramai
-
Motor Listrik Polytron FOX 350 Resmi Meluncur, Mulai Rp 15 Jutaan
-
5 Mobil Bekas dengan Ground Clearance Tinggi, Cocok untuk Medan Berat
-
Hal Sepele yang Sering Diabaikan saat Memilih Mobil Bekas Sebagai Mobil Pertama
-
Fitur Keselamatan Mitsubishi Destinator yang Kantongi Lima Bintang di ASEAN NCAP 2025