COVID-19 juga memiliki potensi untuk menormalisasi penggunaan teknologi virtual sebagai sarana untuk bersosialisasi, berbisnis, edukasi, kesehatan, keagamaan, dan bahkan sarana pemerintahan.
2. Pandemi Flu Spanyol (1918)
Flu Spanyol yang terjadi pada 1918 (Perang Dunia I) merupakan salah satu pandemi yang paling mematikan dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini karena kompleksnya interaksi antara bagaimana virus penyebab flu ini bekerja, respons imun manusia, dan juga konteks sosial dari penyebaran virus tersebut.
Virus ini muncul ketika dunia sedang dalam masa yang rentan akibat terjadinya Perang Dunia I, yang berlangsung selama 4 tahun. Akibatnya, malnutrisi dan kepadatan penduduk merupakan hal yang umum pada masa itu.
Sekitar 500 juta jiwa terjangkit penyakit ini – sepertiga dari total populasi dunia pada saat itu – dan telah menyebabkan 50-100 juta kematian. Karakteristik unik dari penyakit ini adalah kecenderungannya untuk membunuh orang dewasa berumur 20-40 tahun.
Pada saat itu, penyakit influenza tidak disebabkan virus, melainkan disebabkan oleh bakteri (Haemophilus influenzae). Antibiotik untuk infeksi bakteri sekunder belum ditemukan (baru ditemukan satu dekade kemudian), dan bangsal untuk perawatan intensif yang dilengkapi dengan ventilator mekanik pun juga belum ditemukan.
Kurangnya pemahaman medis dan saintifik mengenai flu pada tahun 1918 menyebabkan flu Spanyol sangat sulit untuk diatasi. Namun, intervensi dalam kesehatan masyarakat, seperti menjalankan karantina, penggunaan masker, dan larangan pertemuan massal, telah membantu meminimalkan penyebaran penyakit pada beberapa daerah. Hal ini dapat dilihat dalam suksesnya penanganan penyakit tuberkulosis, kolera, dan penyakit-penyakit menular lainnya.
Australia mempraktikkan karantina maritim, yang mengharuskan semua kapal yang tiba untuk diperiksa dan ‘dibersihkan’ oleh pejabat karantina pemerintah sebelum para penumpang dan barang bawaannya diturunkan. Hal ini menunda dan mengurangi dampak dari flu Spanyol di Australia. Kepulauan Pasifik pun hanya mengalami dampak sekunder dari flu ini.
Dampak dari karantina maritim ini sangat jelas jika dilihat dari kasus flu Spanyol di Samoa Barat dan Samoa Amerika. Pada saat itu, Samoa Amerika memberlakukan karantina yang sangat ketat–maka dari itu, wilayah ini tidak mencatat satupun kasus kematian akibat flu Spanyol.
Baca Juga: AS Targetkan Ratusan Juta Dosis Vaksin COVID-19 di Akhir Tahun 2020
Sebaliknya, karena Samoa Barat tidak memberlakukan karantina maritim, 25% dari penduduknya meninggal akibat penyakit ini setelah flu ini dibawa oleh sebuah kapal dari Selandia Baru.
Di beberapa kota, pertemuan massal dilarang, dan berbagai tempat publik ditutup, mulai dari sekolah, gereja, bioskop, hingga tempat berdansa dan tempat bermain billiard.
Di Amerika Serikat, kota-kota yang melakukan pembatasan sosial terlebih dahulu, lebih lama, dan lebih ketat, telah menyelamatkan lebih banyak jiwa dari penyakit ini. Tidak hanya itu, kota-kota tersebut telah terbukti lebih cepat pulih diikuti dengan perekonomian yang lebih kuat dibanding dengan kota-kota yang tidak melakukan kebijakan social distancing.
Pada saat itu, penggunaan masker dan pentingnya membersihkan tangan digalakkan dan dipromosikan. Bahkan, di beberapa kota, kedua hal ini tak hanya dipromosikan, namun juga diimplementasikan.
Di San Fransisco, diadakan sebuah kampanye edukasi publik yang diselenggarakan oleh Red Cross, yang mengharuskan orang-orang untuk menggunakan masker ketika sedang keluar dari rumah.
Di beberapa wilayah, kebijakan-kebijakan ini dilakukan secara ketat oleh para petugas dan polisi, yang memiliki wewenang untuk memberlakukan denda, dan juga terkadang para polisi dan petugas dilengkapi dengan senjata.
Berita Terkait
-
4 Film Tentang Wabah Penyakit yang Wajib Kamu Tonton, Ngeri Banget!
-
Ilmuwan Ungkap Kemungkinan Bakteri di Mumi Kuno Sebabkan Wabah Penyakit
-
Wabah Baru Ancam India, Virus HMPV Serang Bayi
-
Apa Itu Influenza A dan HMPV? Bikin Geger usai Isu Wabah Virus Mirip Covid di Tiongkok
-
Wabah Misterius Serang Sebuah Desa di India, Hingga Kini 8 Orang Dilaporkan Meninggal
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
7 HP Murah Rp 900 Ribuan Terbaik November 2025: Cocok Buat Orangtua, UI Ringan
-
Acer Luncurkan Predator Triton 14 AI, Laptop Gaming Paling Tipis Bertenaga AI
-
7 Rekomendasi Tablet dengan Stylus Pen Murah Cocok untuk Guru
-
Resident Evil Requiem Rilis 2026, Begini Bocoran Campaign dan Gameplay-nya
-
XLSMART Sukses Terapkan Zero Waste di AXIS Nation Cup 2025
-
4 Smartwatch Xiaomi yang Layak Dibeli 2025, Budget Mulai Rp300 Ribuan Aman
-
Update Xiaomi HyperOS November 2025: Atasi Bug dan Perbaikan HP Mati Mendadak
-
Nubia V80 Max Lolos Sertifikasi di Indonesia, Desain Mirip iPhone Lagi?
-
Akselerasi Adopsi AI dan Cloud, Ekosistem Mitra Teknologi di Asia Pasifik Diperkuat Solusi Canggih
-
Game Survival Baru dari Kreator PUBG Telah Tiba, Early Access Dibuka