Suara.com - Trevino Pakasi, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengkritisi arah kebijakan pemerintah yang ingin mengubah status pandemi menjadi epidemi. Berikut uraiannya:
Setelah Indonesia mencatat kasus COVID-19 mencapai hampir 4 juta kasus dan angka kematian lebih dari 131.000, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin belum lama ini mengatakan Indonesia mungkin butuh waktu 5-10 tahun atau bahkan lebih untuk mengubah pandemi COVID-19 menjadi epidemi, skala penyebaran penyakit yang lebih kecil dibanding pandemi.
Sebagai dokter, peneliti, dan pengajar, saya berusaha mengkritisi arah kebijakan pemerintah saat ini yang ingin mengubah status pandemi menjadi epidemi tersebut.
Pertanyaannya, bagaimana kita mengarahkan negara ini menjadi epidemi, mengingat Indonesia ini begitu luas dengan beragam variasi kapasitas pelayanan kesehatan. Apalagi COVID-19 mempunyai potensi menjadi mewabah dan fatal, seperti yang terjadi pada Juni-Juli 2021.
Ada sejumlah faktor yang harus dipahami dan syarat yang harus dipenuhi mengubah pandemi untuk jadi epidemi.
Syarat untuk jadi endemis COVID-19
Sebelumnya, agar mudah dipahami, saya memulai dari penjelasan atas konsep endemis, epidemi, dan pandemi. Istilah endemis, epidemi, dan pandemi mempunyai pengertian yang sama: adanya peningkatan jumlah kasus baru penyakit yang mencolok, bahkan meningkatnya kematian akibat penyakit tersebut, dalam satu periode waktu tertentu di suatu wilayah.
Perbedaannya adalah pada area geografisnya. Istilah endemis mencakup wilayah-wilayah tertentu di suatu negara, sedangkan epidemi apabila sudah menyebar luas bahkan melintasi batas negara, dan pandemi bila sudah melintasi batas benua. Dalam konteks ini, epidemi dapat dianggap kumpulan daerah endemis.
Contohnya, Indonesia punya beberapa daerah endemis malaria, endemis cacing hati (schizostoma), endemis kaki gajah dan beberapa penyakit lainnya. Sebuah penyakit endemis dapat mewabah jika terjadi peningkatan kasus yang cepat tanpa atau dengan tingkat kematian yang tinggi.
Baca Juga: 6 Contoh Pandemi Jadi Endemi yang Perlu Diketahui
Jika arah kebijakan pemerintah mempersiapkan pandemi menjadi epidemi, berarti akan ada banyak wilayah endemis COVID-19 di negara ini.
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengubah status pandemi menjadi epidemi adalah kecukupan sumber daya.
Kita bisa melihat bagaimana pemerintahan Jakarta berhasil menekan angka kematian pada saat puncak-puncaknya kasus COVID-19 gelombang kedua lalu karena fasilitas kesehatan dan sumber daya manusianya yang cukup.
Keberhasilan seperti ini tidak mungkin melekat pada daerah-daerah yang kurang sumber dayanya. Padahal daerah endemis harus siap bila tiba-tiba terjadi wabah agar tidak terjadi kematian meningkat. Mempersiapkan suatu daerah menjadi endemis COVID 19, berarti mempersiapkan sistem pelayan kesehatan, utamanya di tingkat primer agar mampu mencegah, mendeteksi dini serta mengobati pasien secara cepat dan tepat untuk mencegah kematian.
Oleh karena itu, sebagai langkah awal, pemerintah harus mengeliminasi dan mengontrol penyebaran COVID-19 dengan penemuan kasus diikuti isolasi. Lanjut dengan memperkuat promosi kesehatan serta meningkatkan cakupan vaksinasi.
Pelayanan primer diberikan kewenangan mendiagnosis COVID-19 secara klinis, tidak harus bergantung pemeriksaan laboratorium (PCR dan antigen), diikuti tata laksana isolasi mandiri yang ketat agar memutus rantai penularan. Bila diperlukan pelayanan PCR atau antigen, negara yang harus mendanai sesuai UU.
Berita Terkait
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Alarm Kemanusiaan: 20 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Menkes Turun Tangan
-
Waspada! Menkes Sebut Campak 18 Kali Lebih Menular dari COVID-19, KLB Mengancam Sejumlah Wilayah
-
Antrean Panjang, Menkes Targetkan 2027 Seluruh Provinsi Bisa Operasi Bypass Jantung
-
Satu Desa di Sukabumi Bakal Diberi Obat Cacing, Menkes Budi: Balita Raya Meninggal Bukan Cacingan!
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Pakai Dimensity 8400 Ultra, Segini Skor AnTuTu Xiaomi 15T
-
Fitur Kamera Vivo V60e Terungkap: Tawarkan Sensor 200 MP dengan 30x SuperZoom
-
10 Kode Redeem Mobile Legends 1 Oktober: Skin Epic Valentina, Diamond Gratis, dan Token Mystic Clash
-
Redmi TV X 2026 Rilis dengan Harga Miring, Usung Layar Mini LED 85 Inci
-
25 Kode Redeem FF 1 Oktober 2025: Diamond, Bundle Firefall, dan Skin Langka Bisa Kamu Klaim Gratis!
-
BMKG Ungkap Penyebab Gempa Sumenep M 6.5: Sesar Aktif Bawah Laut, Mekanisme Thrust Fault
-
5 Prompt Gemini AI Foto Pakai Hanbok ala Korea untuk Sendiri dan Pasangan, Hasil Tampak Asli
-
25 Kode Redeem FC Mobile 1 Oktober 2025: Tukarkan Hadiah Golden Goal, Elite Pack, dan Gem Sekarang
-
4 Aplikasi Edit Foto Ini Sedang Tren Sekarang, Hasil Aestetik dan Lebih Smooth dari AI!
-
Meta Rilis Fitur Akun Khusus Remaja ke Indonesia, Biar Anak Makin Aman Main Facebook