Contoh seperti ini dilakukan dalam pembasmian wabah pes di Jawa pada awal 1900-an.
Ketika itu, wabah pes merebak melalui perantara kutu tikus karena pemerintah Hindia-Belanda mengimpor beras yang mengandung kutu tikus. Pandemi kemudian menyebar karena pergerakan manusia. Pemerintah kolonial menerapkan aturan yang keras di Pulau Jawa untuk mengontrol wabah melalui pengaturan pergerakan orang dan mempercepat penanganan pes sampai di pedalaman. Perubahan lingkungan tempat tinggal, higiene dan sanitasi dilakukan secara ketat. Orang-orang yang sakit juga diisolasi, keluarganya pun diskrining secara klinis dengan ketat.
Langkah serupa kini dilakukan oleh pemerintah walau belum ketat. Sebagai tambahan untuk pengendalian COVID 19, pemerintah harus memperkuat dokter dan tim dengan peralatan diagnosis dan pemantauan jarak jauh untuk pengendalian COVID 19. Dokter layanan primer perlu mengerti tentang telemedicine dan teleconsultation sebagai salah satu metode observasi pasien isolasi mandiri. Dalam hal ini, fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta yang membantu pengawasan isoman juga harus didanai pemerintah.
Peta jalan pasien dan keluarga hadapi COVID-19
Jika pemerintah mengarah pada kebijakan menjadikan daerah epidemi COVID 19, maka pendidikan literasi masyarakat harus ditingkatkan. Pendidikan masyarakat dapat dititipkan melalui Puskesmas atau masuk ke kurikulum sekolah, mulai dari PAUD sampai pendidikan dasar 9 tahun tercapai. Kurikulumnya disajikan dalam bentuk kreatif dan tujuannya lebih kepada mencegah penyakit, bukan hanya COVID-19.
Masyarakat harus makin mengerti perjalanan penyakit COVID-19 sehingga mau mencegah dengan menjalankan protokol kesehatan secara berdisiplin dan bersedia divaksinasi. Masyarakat juga harus memperbaiki faktor risiko penularan dari ruangan tertutup dengan perbaikan ventilasi.
Sebagai benteng pertahanan terakhir, masyarakat harus bersedia diperiksa dan ditangani oleh dokter jika mereka sakit serta diisolasi, atau dirujuk ke rumah sakit.
Pandemi di Indonesia: eradikasi atau eliminasi
Eradikasi adalah pembasmian penyakit selamanya (permanen) atau penyakit benar-benar musnah, sedangkan eliminasi merupakan pembasmian penyakit tapi tidak hilang permanen dari muka bumi.
Baca Juga: 6 Contoh Pandemi Jadi Endemi yang Perlu Diketahui
Mengapa ada pandemi penyakit yang berhasil dieradikasi namun ada yang hanya bisa dieliminasi, lalu menjadi endemis di suatu wilayah? Perbedaan ini tergantung pada karakteristik agen penyebabnya serta faktor lingkungan pendukungnya, dan juga faktor imunitas tubuh manusia.
Cacar atau variola adalah contoh keberhasilan eradikasi, karena virus ini tidak bermutasi seperti virus influenza dan virus corona. Penemuan vaksin cacar dan peningkatan cakupan vaksinasi otomatis meningkatkan imunitas umat manusia terhadap cacar. Eradikasi pun berhasil setelah lebih dari satu abad program vaksinasi dijalankan di dunia.
Malaria berhasil dieliminasi di banyak wilayah dan terkontrol menjadi endemis di wilayah lainnya setelah ratusan tahun menyebar di berbagai belahan bumi. Malaria belum bisa dieradikasi. Sampai saat ini belum ada vaksin malaria yang bisa meningkatkan imunitas umat manusia.
Di sisi lain, malaria menular melalui nyamuk, yang tidak bisa dibasmi, karena ada dalam rantai makanan. Bila nyamuk dibasmi secara konsep ekologis akan terjadi gangguan keseimbangan alam.
Pandemi HIV adalah contoh pandemi yang masih tetap berlangsung setelah empat dekade. HIV akan sulit dieradikasi karena yang diserang justru sistem imun manusia itu sendiri.
Influenza adalah pandemi oleh virus yang sulit dieradikasi karena karakteristik virusnya dan muncul setiap 20 tahun. Influenza menyerang saluran napas dengan gejala sama seperti COVID-19. Namun influenza dapat dikenali sehingga bisa diobati dan dicegah penyebarannya.
Berita Terkait
-
Indonesia Nomor 2 Dunia Kasus TBC, Menko PMK Minta Daerah Bertindak Seperti Pandemi!
-
Alarm Kemanusiaan: 20 Anak di Sumenep Meninggal Akibat Campak, Menkes Turun Tangan
-
Waspada! Menkes Sebut Campak 18 Kali Lebih Menular dari COVID-19, KLB Mengancam Sejumlah Wilayah
-
Antrean Panjang, Menkes Targetkan 2027 Seluruh Provinsi Bisa Operasi Bypass Jantung
-
Satu Desa di Sukabumi Bakal Diberi Obat Cacing, Menkes Budi: Balita Raya Meninggal Bukan Cacingan!
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Bebas Lemot! POCO C85 Punya Ekspansi RAM Sampai 16GB, Bikin Performa HP Ngebut
-
Kumpulan Prompt AI Edit Foto Pakai Batik, Meriahkan Hari Batik Nasional 2025!
-
Oppo A6 5G Resmi: HP Murah Ini Usung RAM 12 GB dan Baterai 7.000 mAh
-
Fitur dan Sampel Kamera iQOO 15 Beredar, Bawa Telefoto 50 MP
-
Tokopedia dan TikTok Shop Ungkap Sinergi Dahsyat Dongkrak Penjualan Batik!
-
Menuju Bulan 2030, China Gaspol Uji Roket dan Pesawat Antariksa
-
Hasil Lelang Frekuensi 1.4 GHz: Adik Prabowo hingga Telkom-MyRepublic Rebutan Internet Murah
-
Xiaomi Rilis Wearable Stylish Terbaru Mulai Rp1 Jutaan, Dapat Potongan Rp500 Ribu!
-
Gawat! Deepfake Real-Time Mulai Dijual di Darknet, Harganya Cuma Segini
-
Hemat Listrik Hingga 30 Persen? Ini Rahasia Teknologi AI Canggih dari Midea!