Suara.com - Indonesia mempunyai “senjata” yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi. “Senjata” itu bukan hanya faktor fundamental tetapi juga sentimen dari pelaku pasar. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono mengatakan, “senjata” tersebut pertama kali terjadi pada 14 Maret lalu.
Tanpa menyebutkan nama, Tony mengatakan, ketika itu pasar langsung merespon positif saat salah satu partai politik mengumumkan nama calon Presidennya. Pada tanggal itu, PDI Perjuangan resmi mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai Capres periode 2014-19.
“Saya tidak mau menyebut nama, tapi pada 14 Maret, sore hari sebelum pasar saham tutup, ada parpol yang mengumumkan nama capres. Tidak lama setelah pengumuman itu, indeks saham langsung melonjak, rupiah juga menguat. Itu kan artinya kita punya batu lompatan dalam pertumbuhan ekonomi. Kita punya weapon yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi,” kata Toni saat menjadi moderator peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2013 di Gedung Bank Indonesia, Rabu (2/4/2014).
Berdasarkan catatan suara.com, Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia pasca deklarasi Jokowi sebagai capres, Jumat (14/3/2014) melonjak 152 poin atau 3,2 persen ke level 4.878,643. Itu merupakan posisi tertinggi indeks di sepanjang tahun ini.
Sementara itu, rupiah juga menembus level 11.400 terhadap dolar Amerika. Lonjakan IHSG dan Rupiah ini disebut sejumlah kalangan sebagai “Jokowi Effect.”
Toni mengatakan, fenomena tersebut memang tidak berlangsung lama. Hanya lima hari setelah pasar mengalami “euphoria”, tiba-tiba muncul “Janet Yellen Effect.” Janet adalah Gubernur Bank Sentral Amerika. Kata Tony, ketika Janet memberikan keterangan pers pada hari Rabu (19/32014), pasar langsung merespon dan indeks serta rupiah kembali melorot.
“ Ketika itu Janet mengatakan, Bank Sentral akan melanjutkan tapering of sebesar 50 miliar dolar Amerika di kuartal ketiga tahun ini. Selain itu, Bank Sentral juga akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun depan. Janet Yellen Effect ini membuat pelaku pasar mulai memegang dolar sehingga rupiah kembali melemah,” ujarnya.
Tony menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pemilu kemungkinan besar akan tetap tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Apabila tahun lalu ekonomi tumbuh 5,8 persen, Tony optimistis tahun ini perekonomian Indonesia bisa mencapai 5.9 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Meski Kinerja Ekspor Moncer, Industri Hasil Tembakau Dapat Tantangan dari Rokok Ilegal
-
Pengusaha Ungkap Ternyata Ada Industri yang Sulit Rekrut Tenaga Kerja RI
-
Harga Emas Turun Lagi: Galeri 24 dan UBS Kompak Melemah di Pegadaian
-
PANI Laporkan Proyek Ambisius Berkapasitas 104 Ribu Orang
-
Komisaris Utama PHE Lapor LHKPN, Harta Kekayaan Tembus Rp3,08 Triliun
-
BREN Jadi 'Largest Addition' di MSCI, Apa Artinya Bagi Investor Indonesia?
-
Sentimen Positif Pasar Modal Sejak Purbaya Jadi Menkeu: IHSG 6 Kali Cetak Rekor All Time High!
-
3 Rekomendasi Lokasi Rumah di Bogor untuk Kisaran Harga Mulai 400 Jutaan
-
Bukan Sekadar Bantuan, Pemberdayaan Ultra Mikro Jadi Langkah Nyata Entaskan Kemiskinan
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi