Suara.com - Anjloknya lifting atau produksi minyak Indonesia setiap tahun karena buruknya pengelolaan sektor migas di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, salah satu indikator buruknya pengelolaan migas adalah dengan dipertahankannya UU Migas.
Kata dia, UU yang disahkan sejak 2001 itu telah membuat lifting atau produksi minyak terus turun. Karena, UU itu menghambat investor untuk berinvestasi di sektor minyak di Indonesia.
“Di UU Migas itu, investor asing yang akan melakukan eksplorasi tetap dikenakan pajak meskipun belum ditemukan cadangan minyak. Itu tercantum dalam pasal 31 UU Migas. Pasal tersebut bertentangan dengan praktik yang terjadi di seluruh dunia. Akibatnya, investor asing enggan untuk berinvestasi di sektor minyak,” kata Kurtubi kepada suara.com melalui sambungan telepon, Jumat (25/4/2014).
Kurtubi menambahkan, UU Migas juga membuat panjang birokrasi dalam melakukan investasi Karena, investor asing harus berurusan dengan BP Migas apabila ingin melakukan investasi.
Meski BP Migas sudah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi, pemerintahan SBY justru membentuk lembaga baru yaitu SKK Migas. Bahkan, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini ditangkap KPK dalam kasus korupsi.
Keberadaan SKK Migas tidak menghilangkan rantai panjang birokrasi di sektor migas. Karena itu, Kurtubi menyarankan UU Migas dibatalkan agar bisa meningkatkan kembali investasi di sektor migas.
“Mahkamah Konstutusi sudah membatalkan 17 pasal di UU Migas lalu membubarkan BP Migas, tetapi pemerintahan SBY masih tetap mempertahankan UU itu. Jangan mimpi produksi minyak bisa naik apabila UU Migas tetap dipertahankan,” tegas Kurtubi.
Berita Terkait
-
Industri Pulp & Kertas RI Tembus Ekspor USD 8 Miliar, Kemenperin Bilang Begini
-
PHR Kantongi Sertipikat Tanah 542 Hektare, Amankan Aset Negara demi Ketahanan Energi Nasional
-
Cadangan Gas Turun, PGN Ungkap Tantangan Industri Migas Nasional
-
Obral Insentif! ESDM Lelang 8 Blok Migas Tahap III: Ada 'Raksasa' Papua 15 Miliar Barel
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
Terkini
-
BRI Peduli Salurkan 5.000 Paket Sembako di Ciampea
-
Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
-
Harga Emas Diprediksi Makin Naik Tahun 2026, Faktor 'Perang' Jadi Kunci
-
La Suntu Tastio, UMKM Binaan BRI yang Angkat Tradisi Lewat Produk Tas Tenun
-
Pasca Akusisi, Emiten Properti Milik Pengusahan Indonesia Ini Bagikan Dividen
-
Harga Emas Kompak Meroket: Galeri24 dan UBS di Pegadaian Naik Signifikan!
-
Pabrik Chip Semikonduktor TSMC Ikut Terdampak Gempa Magnitudo 7 di Taiwan
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Tahun 2025, Update Terbaru OJK Desember
-
Daftar Bank yang Tutup dan 'Bangkrut' Selama Tahun 2025
-
Pemerintah Kucurkan Bantuan Bencana Sumatra: Korban Banjir Terima Rp8 Juta hingga Hunian Sementara