Suara.com - Memasuki triwulan II tahun 2014, pasar perumahan masih dibayangi tren perlambatan. Riset yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch menunjukkan nilai penjualan turun 0,9 persen.
Meskipun demikian berdasarkan nilai unit secara keseluruhan menunjukkan sedikit kenaikan sebesar 2,4%. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, hal ini memperlihatkan pergeseran segmen harga ke harga yang rendah.
Harga rata-rata segmen atas mulai terjadi pergeseran ke segmen yang lebih rendah menjadi Rp1,1 miliar dari harga rata-rata pada triwulan sebelumnya sebesar Rp1,5 miliar.
“Di segmen menengah bawah, banyak pengembang yang mulai beralih dari segmen bawah ke segmen lebih atas yang diperkirakan terkait minat pengembang swasta yang menurun untuk membangun rumah murah menyusul kebijakan perumahan yang tidak berpihak,” kata Ali dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/7/2014), seperti dilansir laman indonesiapropertywatch.com.
Ali menambahkan, rencana penghapusan subsidi Rumah Sederhana Tapak (RST) merupakan salah satu faktor yang membuat pengembang enggan membuat rumah murah disamping nilai profitnya yang juga rendah.
“Penghapusan PPN yang diberlakukan ternyata menjadi tidak sinkron dengan kebijakan penghapusan subsidi yang ada. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar lembaga yang menyebabkan kebijakan yang diambil menjadi kontraproduktif,” tegasnya.
Dia menambahkan, pasar mulai bergeser ke masyarakat menengah di tengah naiknya golongan masyarakat menengah perkotaan saat ini. Komposisi penjualan menengah atas turun dan bergeser ke segmen menengah dengan kisaran harga Rp300 juta sampai Rp800 jutaan.
“Penjualan di sejumlah pengembang sempat anjlok di akhir triwulan II/2014 khususnya untuk segmen bawah yang lebih dikarenakan banyak masyarakat menunda pembelian rumah akibat tahun ajaran baru dan menjelang Lebaran. Namun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh untuk masyarakat segmen menengah sampai atas. Hal yang bersifat khusus untuk segmen ini berkaitan dengan pemilihan presiden yang membuat banyak pihak menahan diri untuk membeli properti menengah atas,” jelasnya.
Berita Terkait
-
Meski Banyak Tekanan Pasar Properti Tetap Tumbuh, Didukung Kebijakan Pemerintah
-
Rumah atau Apartemen? Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Pilih Hunian
-
Investasi Aset Properti Cuma Modal Rp 10 Ribu? Begini Caranya
-
Rumah Subsidi Laris! Realisasi Sudah 221 Ribu Unit dari Kuota 350 Ribu Tahun Ini
-
BTN Gandeng Arsitek Hingga Pengembang Gali Inovasi Baru Sektor Properti
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Makin Pedas
-
FIFA Atur Ulang Undian Piala Dunia 2026: 4 Tim Unggulan Dipastikan Tak Segrup
-
Pengusaha Sebut Ketidakpastian Penetapan UMP Bikin Investor Asing Kabur
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Terbaik, Ideal untuk Gaming dan Kerja Harian
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
Terkini
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Makin Pedas
-
Menkeu Purbaya Puji Bahlil: Cepat Ambil Keputusan, Saya Ikut
-
Pengusaha Kakao Lokal Minta Insentif ke Pemerintah, Suku Bunga Bisa Tembus 12%
-
7 Kontroversi Bandara Morowali: Diresmikan Jokowi, Punya 'Kedaulatan' Sendiri?
-
Pengusaha Sebut Ketidakpastian Penetapan UMP Bikin Investor Asing Kabur
-
ESDM: Tahun Depan SPBU Swasta Bisa Impor BBM Sendiri Tanpa Bantuan Pertamina
-
Pemerintah Tak Perlu Buru-buru soal Tudingan Impor Beras Ilegal di Sabang
-
Dua Program Flagship Prabowo Bayangi Keseimbangan APBN 2026 dan Stabilitas Fiskal
-
10 Ide Jualan Pinggir Jalan Paling Laris dengan Modal Kecil
-
Kunci "3M" dari Bank Indonesia Agar Gen Z Jadi Miliarder Masa Depan