Suara.com - Ketika Tony Fernandes, mantan pejabat eksekutif Time Warner, membeli maskapai AirAsia dari DRB-Hicom pada 2 Desember 2001, tidak ada yang menyangka maskapai itu bisa besar seperti sekarang.
Sejumlah analis, saat itu, justru mempertanyakan keputusan Tony untuk membeli maskapai itu. Karena, industri penerbangan baru saja dikagetkan dengan tragedi 11 September 2001 di mana dua pesawat ditabrakkan ke gedung WTC, New York, Amerika Serikat.
Aksi teror yang dilakukan Al Qaeda itu membuat industri penerbangan hampir kolaps. Justru di saat itulah, Tony melihat peluang untuk bisa membangkitkan AirAsia yang saat itu terlilit utang 11 juta dolar Amerika. Dengan berani, Toni membeli maskapai itu dengan harga 1 ringgit atau sekitar 25 sen pada saat itu.
Pemilik lama mengizinkan AirAsia dijual dengan harga 1 ringgit karena Tony bersedia melunasi utang perusahan sebesar 11 juta dolar Amerika. Tony langsung mengubah maskapai itu menjadi maskapai low cost carrier alias maskapai dengan tarif murah. Menggunakan slogan Now Everyone Can Fly, AirAsia langsung menarik hati warga Malaysia.
Hanya dalam waktu satu tahun, AirAsia sudah bisa meraup keuntungan dan mengalahkan Malaysia Airlines yang selama ini mendominasi industri penerbangan di Malaysia. Baru pada 2003, AirAsia membuka rute penerbangan internasional yaitu ke Bangkok. Pembukaan rute tersebut juga seiring dengan dibukanya cabang baru di Johor Baru, dekat Singapura.
Sukses di Malaysia dan Singapura, AirAsia kemudian mendirikan anak perusahaan di Thailand serta Indonesia. Rute internasional juga semakin banyak mulai dari Asia Pasifik hingga ke Eropa. Tony Fernandes telah membuat AirAsia pionir di industri low cost carrier. Titik impas berhasil dicapai apabila jumlah penumpang mencapai 52 persen dari kapasitas.
Penumpang AirAsia memang tidak memdapatkan makanan seperti maskapai lainnya. Namun, itu tidak mengurangi minat calon penumpang untuk menggunakna jasa maskapai tersebut. Kehadiran AirAsia membuat masyarakat yang tadinya tidak bisa naik pesawat terbang akhirnya bisa ikut ‘terbang.’
Tidak aneh apabila keuntungan yang diraih AirAsia terus membumbung tinggi. Pada awal 2013, laba perusahaan itu naik hingga 168 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada 31 Desember 2012, keuntungan bersih AirAsia mencapai 350,65 juta ringgit atau sekitar 114 juta dolar Amerika. Maskapai itu tetap untung meski harga avtur terus naik hingga 1 persen.
Penghargaan demi penghargaan terus diraih maskapai ini. Sejak 2009 hingga 2014, majalah Skytrax menobatkan AirAsia sebagai Maskapai Low Cost Terbaik di Dunia. Kini, maskapai murah meriah itu tengah ditimpa musibah dengan jatuhnya pesawat QZ8501 di Teluk Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
CEO Tony Fernandes langsung turun untuk mendampingi keluarga penumpang dan juga ikut hadir dalam pemakaman pramugari yang tewas akibat kecelakaan itu di Palembang. Namun antusiasme masyarakat untuk menggunakan AirAsia tetap tidak berkurang.
Lewat dunia maya, para konsumen AirAsia mengunggah foto yang memberikan dukungan dalam menghadapi musibah yang terjadi. Mereka juga mengucapkan terima kasih karena berkat Asia mereka bisa merasakan naik pesawat terbang.
Maskapai yang dibeli dengan harga 1 ringgit ini telah berhasil mencuri hati konsumen pesawat udara. (TheStar/AsiaOne/DailyExpress)
Tag
Berita Terkait
-
Tren Liburan 2025: Dari Lonjakan Pemesanan Hotel hingga Peran Teknologi Booking Cerdas
-
Daftar Maskapai RI yang Pakai Airbus A320
-
Gen Z Malaysia Jatuh Cinta pada Indonesia: Rahasia Promosi Wisata yang Tak Terduga!
-
Bandara Ahmad Yani Semarang Kembali Buka Rute Internasional
-
Promo AirAsia Diskon Hingga 33 Persen untuk Semua Penerbangan!
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen