Suara.com - Sebagian ekportir sapi asal Australia kecewa setelah mendengar akan membatasi kuota impor sapi hidup pada kuartal III tahun ini. Jumlah pembatasannya cukup besar, yaitu dari 250 ribu ekor menjadi 50 ribu ekor.
Pasalnya, sampai saat ini eksportir tersebut telah mengalokasikan 200 ribu ekor sapi sesuai permintaan importir. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menjelaskan, saat ini Indonesia ingin swasembada sapi. Namun rencana pembatasan itu belum selesai diputuskan.
Indonesia ingin mengutamakan pemenuhan dari sapi dari produsen lokal. Oleh sebab itu, kebijakan impor menjadi pilihan terakhir, jika produsen lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan daging sapi nasional.
"Kita kan mau swasembada makanya kita lakukan ini. Makanya sekarang kita lagi evaluasi berapa stok sapi yang ada dalam negeri. Kalau 50 ribu itu kan kebutuhan saat ini. Bisa saja nanti lebih. Makanya kita evaluasi dulu. Bukan berarti harus 50 ribu ekor, kalau lebih ya di tambah," kata Rachmat saat ditemui di kantor BPS, Rabu (15/7/2015).
Indonesia tak mau impor jika produsen dalam negeri masih bisa memenuhi permintaan daging sapi nasional. Hal tersebut dapat membuat produsen sapi lokal akan merugi dan tidak mau lagi beternak sapi.
"Kalau kita impor nih, ternyata sapi di Nusa Tenggara Timur banyak dan enggak bisa ke jual gara-gara ada impor. Nanti mereka merugi dan enggak mau ternak sapi lagi. Jadi kita evaluasi dulu berapa kebutuhan, stoknya berapa, kalau impor itu pilihan terakhir lah," katanya.
Sebelumnya dilasir melalui ABC, para eksportir sapi hidup Australia tidak mendapat informasi bahwa pemerintah Indonesia akan membatasi impor. Hal tersebut ternyata telah membuat para eksportir kecewa karena telah mengalokasikan 200 ribu ekor sapi pada periode Juli-September.
Padahal, pada kuartal sebelumnya, para eksportir mendapatkan izin untuk mengekspor 250 ribu ekor sapi. Tracey Hayes, dari the Northern Territory Cattlemen's Association mengatakan alokasi impor yang rendah dari Indonesia telah mengejutkan industri peternakan Australia. Hal tersebut diklaim telah membuat tersendatnya pengiriman sapi dalam jumlah besar.
Berita Terkait
-
Neraca Perdagangan Juni Surplus Rp6,33 Triliun
-
Petani Cabai Dijegal Preman, Ini Tanggapan Menteri Perdagangan
-
Kebijakan Harga Khusus Kebutuhan Bahan Pokok Baru Berlaku 2016
-
Harga Selalu Naik, Gobel Bandingkan Indonesia dengan Luar Negeri
-
Beli Sembako Murah di Jakarta, Datang Saja ke Parkiran Kemendag
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
-
Gagal di Sea Games 2025, Legenda Timnas Agung Setyabudi Sebut Era Indra Sjafri Telah Berakhir
Terkini
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Bank Mega Syariah Salurkan Pembiayaan Sindikasi Senilai Rp870 Miliar
-
PPN Buka Suara Soal Rencana Pemerintah Stop Impor Solar pada 2026
-
Tarif Ekspor Indonesia ke AS 'Dipangkas' dari 32% ke 19%, Ini Daftar Produk Kebagian 'Durian Runtuh'
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Fenomena Discouraged Workers: Mengapa Jutaan Warga RI Menyerah Cari Kerja?
-
Prabowo Mau Temui Donald Trump, Bahas 'Kesepakatan Baru' Tarif Dagang?
-
Di Balik Tender Offer Saham PIPA Oleh Morris Capital Indonesia
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Geliat Properti Akhir Tahun: Strategi 'Kota Terintegrasi' dan Akses Tol Jadi Magnet Baru