Suara.com - Tindakan Vietnam yang membiarkan mata uangnya, dong melemah 1 persen, Rabu (19/8/2015) kemarin mendorong spekulasi akan terjadi perang kurs di kawasan asia. Sebelumnya Cina yang melakukannya.
Sejak kemarin pelemahan itu membuat dong senilai 21.890 untuk 1 dolar Amerika. Penurunan nilai ini untuk mendorong daya saing peroduk ekspor Vietnam di Asia. Vietnam melakukan devaluasi mata uangnya sudah ketika kali tahun ini.
Analis perekonomian dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono menjelaskan perang kurs di Asia ini mungkin saja bisa terjadi. Namun tidak semua negara siap.
Negara-negara yang bisa melakukan itu adalah mereka yang mempunyai struktur ekspornya elastis. Selain itu mempunyai produk industri manufaktur.
"Indonesia kan primary product (pertanian, perikanan, pertambangan, dan kehutanan), kita tidak elastis," jelas Tony di Kantor Bank Permata di Jakarta, Kamis (20/8/2015).
Kata dia, produk ekspor Vietnam pun sudah siap menghadapi daya saing di pasar global. Terutama mitra dagang utamanya, Cina. Produk ekspor Vietnam bisa tidak berpengaruh dengan pelemahan mata uang. Namun tidak dengan Indonesia.
"Indonesia akan terjepit, stick in the middle. Saya harus akui itu," kata dia.
Selain itu, Indonesia tidak bisa devaluasi mata uang karena harus membayar utang luar negeri. Jika rupiah dibiarkan melemah, maka akan berbahaya untuk cadangan devisa.
"Kalau rupiahnya Rp15 ribu (perdolar AS), kita mati juga. Karena Indonesia banyak utang luar negeri," kata dia.
Keberanian Cina lemahkan yen
Cina mempunyai alasan khusus mengambil langkah sengaja melemahkan mata uang yen. Belangan upah buruh di Cina itu naik seiring kenaikan perekonomian. Selain upah buruh naik, harga tanah di sana pun naik.
"Investor saat ini menyasar ke Vietnam dan Indonesia, harga tanah naik. Dengan keadaan itu, nggak mungkin Cina turunkan upah buruh. Makanya Cina turunkan harga yuan. Saat ini clear," papar dia.
Cina berani menurunkan yuan karena mempunyai cadangan devisa yang banyak. Cadangan devisi Cina saat ini 3,8 triliun dolar AS. Lalu, ekspor Cina ke Amerika serikat masih kuat. Sehingga tidak khawatir terjadi inflasi.
"Ekspor terbesar Cina itu pasti ke Amerika. Penduduk Amerika 300 juta orang dengan pendapatan yang besar," papar Tony.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
-
KPK Bongkar Peringkat Koruptor: Eselon dan DPR Kejar-kejaran, Swasta Nomor Berapa?
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgub Jakarta?
Terkini
-
Setelah Sawit, BPDP Sasar Hilirisasi Kelapa dan Kakao
-
5 Fakta Sopir Bank Jateng Bawa Kabur Rp 10 M, Momen Ditinggal ke Toilet Jadi Kunci
-
Kasus Bank Century: Dulu Seret Nama Sri Mulyani, Bagaimana Nasib Uang Nasabah?
-
Tips Pilih Developer Rumah Terbaik 2025, Biar Tidak Menyesal di Kemudian Hari
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bakal Beri Subsidi Gaji untuk Pekerja Bergaji di Bawah Rp10 Juta!
-
Ekonom UI Kritik Rencana Suntikan Rp200 T ke Bank: Salah Sasaran, Masalahnya Lemahnya Permintaan
-
Promo Voucher Potongan Rp5.000 Alfamart: Stok Minyak Goreng Aman Sampai Akhir Bulan!
-
Sudah 5 Hari, 7 Pekerja Masih Terjebak di Tambang Bawah Tanah Freeport
-
Bekasi Bakal Punya Kawasan Pergudangan Modern SPIN, Luas Capai 27 Hektare
-
Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun ke Bank, Menko Airlangga: Pasar Akan Bergairah!