Suara.com - Harga minyak dunia naik pada Selasa (Rabu pagi WIB), memperpanjang "rebound" dari posisi terendah tujuh tahun, karena investor berhati-hati menunggu keputusan suku bunga Federal Reserve yang diperkirakan akan naik untuk pertama kalinya sejak 2006.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari naik untuk hari kedua, bertambah 1,04 dolar AS atau 2,9 persen, menjadi berakhir pada 37,35 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Di perdagangan London, minyak mentah Brent untuk penyerahan Januari, patokan global untuk minyak, ditutup pada 38,45 dolar AS per barel, naik 53 sen (1,4 persen) dari penutupan Senin.
"Bagian terbesar dari reli adalah fungsi dari orang yang melakukan penyesuaian posisi hari ini, membeli kembali posisi mereka yang diambil pekan lalu karena ekspektasi harga jatuh," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities USA.
Harga-harga mulai berbalik naik di New York pada Senin, setelah WTI sempat jatuh di bawah 35 dolar AS untuk pertama kalinya sejak Februari 2009, selama krisis keuangan global.
Harga minyak telah jatuh selama enam sesi berturut-turut karena pasar menghadapi kelebihan pasokan global yang telah berlangsung lama dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan hingga tahun depan.
Matt Smitt dari ClipperData menunjuk dukungan pasar dari Menteri Perminyakan Nigeria Emmanuel Kachikwu, yang menyerukan pertemuan darurat OPEC jika harga tetap pada tingkat rendah sampai Februari.
Penurunan harga diperburuk oleh keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada 4 Desember yang menghapus batas produksi, karena 13 negara kartel menolak memangkas kembali produksi mereka untuk melawan kemerosotan harga.
Harga telah jatuh lebih dari 60 persen sejak Juni tahun lalu, karena mengendurnya permintaan global dan pelambatan di pasar utama termasuk Tiongkok.
Mike Dragosits dari TD Securities mengatakan investor akan terfokus pada bagaimana The Fed menjelaskan kenaikan suku bunganya yang secara luas diantisipasi.
"Apakah mereka akan menaikkan suku bunga, mungkin bukan isu yang tepat sekarang ... itu lebih dalam komunikasi, apakah mereka akan mengindikasikan sedikit lebih positif tentang ekonomi AS," kata dia, yang bisa meyakinkan investor tentang permintaan di konsumen minyak mentah terbesar di dunia itu. (Antara/AFP)
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
5 HP Tahan Air Paling Murah untuk Keamanan Maksimal bagi Pencinta Traveling
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
Terkini
-
BI: Ekonomi Indonesia Bisa Tertekan Imbas Bencana Aceh-Sumatra
-
Rupiah Terus Tertekan, Dolar Amerika Melejit ke Level Rp16.700
-
Produsen CPO Genjot Produksi di Tengah Tingginya Konsumsi Domestik
-
IHSG Berbalik Perkasa di Kamis Pagi ke Level 8.700
-
10,5 Juta Orang Diproyeksikan Bakal Berlibur Naik Pesawat di Nataru
-
Penyaluran KUR Perumahan Tembus Rp3,5 Triliun di Akhir 2025
-
Harga Emas Antam Hari Ini Masih Kesulitan Tembus Level Rp2,5 Juta
-
Bank Indonesia : Pasokan Uang Tunai di Wilayah Bencana Sumatera Aman
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Harga Emas Pegadaian Hari Ini 18 Desember 2025: Galeri 24 dan UBS Naik Tajam!