Suara.com - Ketua HIPMI Tax Center Ajib Hamdani menuturkan pemerintah memang dimungkinkan untuk menggunakan data dokumen "Panama Papers" sebagai pembanding. Tapi jika tidak hati-hati, pemerintah bisa kalah di pengadilan pajak karena kekurangan validitas data serta legalitas data.
Ajib menegaskan bahwa di Indonesia, hukum perpajakan menganut prinsip bahwa warga negara yang menjadi wajib pajak dengan petugas pajak memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
"Dalam kondisis seperti ini, ada dua prinsip penting yang harus dipegang pemerintah untuk menegakkan hukum pajak. Pertama adalah soal validitas data tersebut. Kedua adalah legalitas dalam proses pencarian data tersebut. Karena kalau data itu ternyata ilegal diperolehnya, pemerintah pasti akan kalah di pengadilan pajak," kata Ajib saat dihubungi Suara.com, Rabu (6/4/2016).
Ajib mengakui bahwa data dalam dokumen "Panama Paper" tidaklah mengejutkan. Sebab praktik orang kaya atau pengusaha menaruh dananya dalam jumlah besar di negara lain yang menjadi surga pajak memang sudah lama banyak terjadi. "Memang itu bukan hal yang melanggar hukum. Yang melanggar hukum itu contohnya, saya pengusaha batubara dalam 1 tahun menjual 10 ribu ton batubara. Tetapi saya melapor pada dinas pajak bahwa saya setahun hanya menjual 1000 ton batubara dan dikenai pajak berdasarkan itu. Barulah itu ilegal dan melanggar hukum," ujar Ajib.
Ia menjelaskan bahwa bagi para orang kaya atau pengusaha yang memiliki dana dalam jumlah besar, menaruhnya di negara yang menjadi surga pajak merupakan keniscayan bisnis. Biasanya, para konglomerat tersebut mendirikan perusahaan di negara surga pajak yang lazim disebut dengan istilah papers company. Melalui papers company inilah, dia menarik dana dari perusahaan lain miliknya sendiri yang berbadan hukum di negara asal orang kaya tersebut dan memutarnya untuk kegiatan bisnis. "Karena ini akan meminimalkan cost," tutup Ajib.
Isu banyaknya orang kaya WNI yang menyimpan dana besar di luar negeri sudah sejak lama mencuat. Terakhir, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku memiliki data 6.000 rekening orang Indonesia yang ada di luar negeri dengan jumlah yang fantastis. Data ini menjadi dasar mengapa akhirnya pemerintah mengusulkan RUU Pengampunan Pajak atau tax amnesty oleh pemerintah.
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Hingga September BP Batam Sedot Investasi Rp54,7 Triliun
-
Bank Mandiri Klaim Sudah Salurkan Rp40,7 T Dana Menkeu Purbaya
-
Siap Perang Lawan Mafia Impor Pakaian Ilegal, Menkeu Purbaya: Saya Rugi Kalau Musnahin Doang!
-
Bahlil Minta Pemda Hingga BUMD Beri Pendampingan Pelaku Usaha Sumur Rakyat
-
Alasan IHSG Rontok Hampir 2 Persen pada Perdagangan Hari Ini
-
Tingkatkan Kompetensi SDM Muda, Brantas Abipraya & Kemnaker Jaring 32 Lulusan Terbaik se-Indonesia
-
Bank Mandiri Raih Laba Bersih Rp 37,7 Triliun Hingga Kuartal III-2025
-
5 Opsi Leasing untuk Cicilan Mobil Baru dan Bekas, Bunga Rendah
-
LPKR Manfaatkan Momentum Tumbuhnya Sektor Properti untuk Cari Pundi-pundi Cuan
-
Intip Strategi PIS Kembangkan SDM di Sektor Migas dan Perkapalan