Suara.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai terkuaknya dokumen "Panama Papers" belakangan ini membuktikan tingginya keinginan warga negera termasuk warga negara Indonesia (WNI) untuk menghindari pajak.
Namun, Sekertaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto sangat menyayangkan jika melihat respons pemerintah yang sampai saat ini masih acuh dan pasif lantaran tidak ada tindaklanjut hukum dan sanksi. Hal ini membuktikan adanya kemunduran dan kekalahan bangsa ini dari para pengemplang pajak.
“Banyak nama dari Indonesia yang masuk Panama Papers. Rata-rata pengusaha dan politisi. Tapi belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk menyelesaikan nama-nama yang ada di dokumen itu. Ini bentuk kemunduran pemerintah di Indonesia,” kata Yenny di kantor Fitra, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (14/4/2016).
Padahal, lanjut dia, jika melihat negara lain, di Islandia, perdana Menterinya langsung mundur karena namanya tercantum dalam laporan tersebut. Berbeda dengan Indonesia, yang dimana para pejabat masih bisa memegang kekuasaannya di negeri ini.
"Artinya pemerintah di banyak negara merespons cepat dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk menangani kasus bocornya dokumen Panama Papers. Sedangkan di Indonesia, DPR-RI justru meresponsnya dengan langkah lain yang cenderung tidak masuk akal, yaitu mempercepat pembahasan RUU Tax Amnesty," ungkapnya.
Ia pun menilai, Presiden Joko Widodo telah kecolongan karena banyak nama pejabat negara yang masuk dalam dokumen tersebut. Ia menjelaskan, hal ini lantaran sistem Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang hanya bersifat formalitas saja.
“Jadi pemerintah harusnya membentuk sebuah tim investigasi untuk menyelidiki seperti apa yang telah dilakukan negara lain. Dan jika para pejabatnya terbukti melakukan pengemplangan pajak maka mereka harus gentle untuk mengundurkan diri dari jabatannya di pemerintahan.
“Ungkap nama-namanya siapa saja. Selidiki apa kesalahannya kenapa bisa namanya masuk dalam Panama Papers. Kategori kesalahannya apa, sekalian membersihkan negara ini,” ujar Yenny.
Berita Terkait
-
Langka di Indonesia, Fitra Eri Harus 'Terbang' Demi Temukan SPBU Shell Lengkap di...
-
Hotman Paris Setuju dengan Menkeu Soal Tax Amnesty, Tapi...
-
KPK Siap Bantu Menkeu Purbaya Kejar 200 Pengemplang Pajak yang Tagihannya Mencapai Rp 60 Triliun
-
Menkeu Purbaya Menolak, Hotman Paris Justru Desak RUU Tax Amnesty Disahkan: Negara Perlu Uang!
-
Menkeu Purbaya Bongkar 200 Pengemplang Pajak, Ada Nama-nama Besar?
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
Terkini
-
Vivo Akui Stok Sudah Habis, Tapi BBM Pertamina Punya Kandungan yang Tak Bisa Diterima
-
BRI Buka Akses Global untuk UMKM di Halal Indo 2025
-
Purbaya Mau Temui CEO Danantara usai 'Semprot' Pertamina Malas Bangun Kilang Minyak
-
Pemerintah Tambah Stimulus Ekonomi Kuartal IV 2025, Sasar 30 juta Keluarga Penerima Manfaat
-
Purbaya Ngotot Sidak Acak Rokok Ilegal di Jalur Hijau: Kalau Ketahuan, Awas!
-
Program Magang Nasional Dibuka 15 Oktober, Pemerintah Jamin Gaji UMP
-
Bos Danantara Akui Patriot Bond Terserap Habis, Dibeli Para Taipan?
-
Dari Meja Makan ke Aksi Nyata: Wujudkan Indonesia Bebas Boros Pangan
-
Pemerintah Andalkan Dialog Rumuskan Kebijakan Ekonomi Kerakyatan
-
VIVO dan BP-AKR Batalkan Pembelian BBM dari Pertamina, Kandungan Etanol Jadi Biang Kerok