Anggota Komisi XI DPR Refrizal meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk serius menginventarisasi setiap potensi pendapatan negara sekaligus mencegah potensi kehilangan pendapatan negara, khususnya dari sektor BUMN.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (17/8/2016), Refrizal mengatakan BUMN merupakan lokomotif pembangunan yang memiliki karakter khusus dan memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa ke depan.
"Jangan sampai pemerintah membuat kebijakan yang malah melemahkan peran-peran pembangunan BUMN. BUMN adalah mitra pembangunan," kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI itu.
Refrizal mencontohkan di bidang telekomunikasi, Menkominfo Rudiantara berencana membuat kebijakan untuk menurunkan tarif interkoneksi antaroperator seluler. Sayangnya, menurut dia, kebijakan ini dalam jangka panjang dinilai akan merugikan masyarakat dan negara yaitu Telkom Group sebagai BUMN di bidang telekomunikasi.
Oleh karena, lanjut dia, tidak ada jaminan industri akan membangun infrastruktur-infrastruktur telekomunikasi baru di daerah terpencil (rural). Bahkan, dalam lima tahun ke depan, negara akan kehilangan potensi pembayaran pajak dan dividen dari Telkom Group sebesar 50 triliun.
Oleh karena itu, anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Barat II itu meminta kebijakan yang populis dalam jangka pendek, tapi berpotensi melemahkan pembangunan di masa depan harus ditinggalkan.
"Kita harus melihat pembangunan sebagai sesuatu yang berkesinambungan dan jangka panjang. Menteri-menteri bidang ekonomi harus sensitif mengenai hal ini," kata Refrizal yang menjadi wakil rakyat untuk periode ketiga.
Sebelumnya, pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR RI, Selasa (16/8), menyebutkan ancaman defisit APBN semakin besar. Ancaman tersebut lahir karena target pertumbuhan ekonomi dan pajak terlalu tinggi, serta dijadikan sebagai asumsi dasar pada APBN. Sebagai contoh, pertumbuhan pada APBN-P 2015, sektor pendapatan pajak ditargetkan mengalami peningkatan 33 persen.
Menurut Refrizal, angka ini terlampau optimistis mengingat pertumbuhan natural pendapatan pajak selama ini hanya berkisar antara 10-15 persen.
"Oleh karena itu, seharusnya Pemerintahan Jokowi-JK menyadari bahwa kondisi perekonomian sedang lesu sehingga mustahil mendongkrak penerimaan perpajakan secara signifikan. Selain itu, pemerintah juga diharapkan tidak membuat kebijakan yang tumpang tindih sehingga dapat melemahkan potensi penerimaan negara," ujarnya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Bukan Sekadar Bantuan, Pemberdayaan Ultra Mikro Jadi Langkah Nyata Entaskan Kemiskinan
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi
-
Ekonomi RI Melambat, Apindo Ingatkan Pemerintah Genjot Belanja dan Daya Beli
-
Pakar: Peningkatan Lifting Minyak Harus Dibarengi Pengembangan Energi Terbarukan
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah