Suara.com - Model pertumbuhan ekonomi konstan yang diterapkan di banyak negara berkembang termasuk Indonesia dinilai potensial menciptakan lebih banyak kesenjangan pendapatan.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto di Jakarta, Senin (16/4/2018), mengungkapkan model pertumbuhan ekonomi yang dianut Indonesia tersebut tak hanya menciptakan kesenjangan yang tidak menguntungkan rakyat kebanyakan, tapi juga menjadi semacam ketergantungan.
"Pemerintahan Orde Baru telah mampu meningkatkan legitimasi politiknya dengan membebaskan tekanan ekonomi akibat inflasi hingga 640 persen. Inflasi turun hingga 11 persen dan ekonomi tumbuh 9,4 persen pada lima tahun pertama pemerintahan," kata Suroto.
Semenjak inilah kata dia, apa pun tensi politiknya, hanya satu pilihannya, ekonomi harus tumbuh hingga Indonesia kemudian terjebak pada pertumbuhan ekonomi konstan.
"Selain ekonomi dualistik yang tak berubah strukturnya seperti pada masa kolonialisme, ternyata gempita pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi konstan hanya menyisakan ancaman defisit fiskal untuk menambal sulam masalah kemiskinan," katanya.
Hal itu kemudian diperburuk dengan krisis ekologi yang terjadi akibat laju pertumbuhan komoditas ekstraktif yang ditopang oleh sektor tersier.
"Ekonomi kita terus bertumbuh hampir tanpa jeda hingga rata-rata lima persen, namun ternyata belum juga mampu menciptakan modalitas finansial pembangunan. Kita hanya mampu ciptakan ekonomi merembes ke atas yang setiap saat dapat tergerus oleh gejolak ekonomi dunia yang semakin tidak menentu," katanya.
Ia mengamati skala investasi asing semakin besar, utang membengkak, hingga ekonomi tumbuh dengan ketergantungan konsumsi yang tinggi pada importasi pangan dan energi. Di sisi lain harga komoditas ekstraktif selalu berkecenderungan turun secara relatif dibandingkan dengan sektor pangan.
Suroto juga mencatat dalam satu dasawarsa terakhir, ekonomi tumbuh di atas lima persen, namun ketimpangan dari kelompok elit kaya dengan kelompok menengah ke bawah mayoritas justru semakin konsentratif. "Ini dapat dilihat dari rasio gini tetap kukuh bertengger di angka 0,40an. Kue ekonomi yang ternyata 25 persen dikuasai hanya oleh 0,02 jumlah penduduk, dan kepemilikan aset nasional yang menganga lebar karena separuhnya lebih hanya dikuasai oleh satu persen elit kaya," katanya.
Menurut Suroto, jika Indonesia tidak ingin terjebak pada ketergantungan pada pertumbuhan ekonomi konstan ini maka dimensi pembangunan harus diarahkan ke dalam agenda demokratisasi ekonomi sebagaimana diperintahkan konstitusi.
"Perlu adanya arah baru perubahan strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih partisipatorik dan menaruh supremasi manusia lebih tinggi dari yang material. Ini semua demi keamanan ekonomi, keseimbangan ekologikal, keadilan sosial, dan stabilitas politik," katanya.
Ia mencontohkan, Indonesia bisa belajar dari sukses Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang dalam hal meredistribusi kekayaan dan pendapatan dan memastikannya tidak lepas ke tangan pemodal besar.
"Setelah itu pengembangan sumberdaya manusia harus menjadi tumpuan. Mungkin akan terjadi ketegangan karena terjadinya perlambatan ekonomi karena alokasi besar ke sektor pembiayaan sumberdaya manusia seperti ini. Ini harus terjelaskan dengan kepemimpinan yang kokoh dan tegas," katanya.
Ia menekankan pentingnya memanfaatkan bonus demografi yang dalam waktu dekat sedang menuju ke puncaknya pada 2030.
"Kebijakan ekonomi substitusi impor pangan dan energi perlahan kita gerakkan dengan mendorong industrialisasi skala besar dalam sektor ekonomi domestik," katanya.
Berita Terkait
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Giliran Gen Z Timor Leste Demo! Dipicu Pembelian Toyota Prado untuk Anggota DPR
-
Mengenal Apa Itu Mental Pengemis, Disebut Yudo Anak Menkeu sebagai Ciri Orang Miskin
-
Menkeu Purbaya: 10 Bulan Pemerintah Prabowo Kesejahteraan Rakyat Naik, Kemiskinan Turun Drastis
-
Ini Rincian Tunjangan DPRD Kabupaten Bogor yang Naik 100 Persen di Tengah Jeritan Rakyat
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Meski Perpres Sudah Terbit, Tapi Menkeu Purbaya Mau Review Ulang Soal Kenaikan Gaji ASN 2025
-
Prabowo: Indonesia Mengakui dan Jamin Keamanan Israel Jika Palestina Merdeka
-
Profil Glory Lamria: Diaspora Viral Usai Kunjungan Presiden di Amerika Serikat
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
Terkini
-
Meski Perpres Sudah Terbit, Tapi Menkeu Purbaya Mau Review Ulang Soal Kenaikan Gaji ASN 2025
-
IHSG Berbalik Menghijau di Selasa Pagi, Berikut Saham-saham yang Cuan
-
Kementerian Purbaya Buka Blokir Anggaran K/L Rp168,5 Triliun
-
Bukan ke Luar Negeri, Kini Orang RI Rela 'Tumpah Ruah' Wisata di Dalam Negeri, Ini Alasannya!
-
RI Gali Investasi Hilirisasi Alumunium di Jepang
-
DPR Setujui Anggito Abimanyu Jadi Ketua Dewan Komisioner LPS 2025-2030
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
-
BGN Bentuk Tim Sendiri Teliti Keracunan MBG: Apa Betul Keracunan atau Alergi?
-
Lagi, LPS Pangkas Tingkat Bunga Penjaminan Bank Jadi 3,5 Persen
-
Laba BSI Tumbuh Tinggi, Dua Bisnis Ini Jadi Kontributor Utama