Suara.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, kebijakan perluasan area pembatasan plat nomor kendaraan ganjil genap tak akan efektif menekan kemacetan dan polusi Jakarta.
Tulus mengatakan, kondisi lalu lintas di Kota Jakarta makin padat dengan tingkat kemacetan yang makin parah.
Selain kemacetan, kondisi teraktual, adalah kualitas udara di Jakarta yang kian pekat dengan polusi, bahkan polusi di Jakarta bertengger pada urutan kedua sebagai kota terpolusi di dunia.
“Merujuk pada kondisi empirik seperti itu, maka perluasan area ganjil genap di Jakarta bisa dipahami,” katanya.
Tulus menambahkan implementasi ganjil genap di atas kertas bisa memangkas 40-45 persen jumlah kendaraan bermotor yang beredar di ruas jalan tersebut.
“Namun sebaliknya, jika penerapannya hanya setengah hati, maka perluasan area ganjil genap tak akan efektif menekan kemacetan di Jakarta, dan tak akan mampu menekan tingginya polusi udara di Jakarta,” katanya.
Pasalnya, dia menuturkan, pengecualian sepeda motor yang tak terkena ganjil genap, akan mendorong masyarakat pengguna roda empat bermigrasi atau berpindah ke sepeda motor.
Apalagi pertumbuhan kepemilikan sepeda motor di Jakarta mencapai lebih dari 1.800 per hari. Dan makin tingginya penggunaan ojek daring.
“Pengecualian sepeda motor juga akan mengakibatkan polusi di Jakarta kian pekat, makin polutif,” ujar Tulus.
Baca Juga: Ganjil Genap Percuma, 60 Persen Polusi Udara Jakarta dari Pabrik
Menurut data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), sepeda motor berkontribusi paling signifikan terhadap polusi udara yakni 19.165 ton polutan per hari di Jakarta bersumber dari sepeda motor sebesar 44,53 persen, mobil sebesar 16,11 persen, bus sebesar 21,43 persen, truk sebesar 17,7 persen dan bajaj sebesar 0,23 persen.
“Wacana pengecualian taksi daring juga merupakan langkah mundur, bahkan merupakan bentuk inkonsistensi. Pengecualian ini akan memicu masyarakat berpindah ke taksi online dan upaya mendorong masyarakat berpindah ke angkutan masal seperti Transjakarta, MRT, KRL atau Commuter Line, dan lainnya akan gagal,” ujarnya.
Tulus menilai upaya menekan polusi udara juga akan gagal manakala kendaraan di Jakarta masih gandrung menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan kualitas rendah, seperti jenis bensin premium dan atau bahan bakar dengan kandungan sulfur yang masih tinggi.
“Dengan demikian, jika perluasan ganjil genap akan berdampak signifikan terhadap menekan kemacetan dan polusi udara di Jakarta, maka seharusnya sepeda motor juga diberlakukan sama untuk ganjil genap, setidaknya untuk jalan protokol seperti Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, dan Jalan Rasuna Said. Apalagi selama ini pengguna sepeda motor belum pernah dibatasi/dikendalikan, sebagaimana pengguna roda empat,” katanya.
Selain itu, taksi daring tetap diberlakukan sebagai obyek ganjil genap.
Sebab, menurut dia, pada dasarnya taksi online adalah angkutan sewa khusus berplat hitam, setara dengan kendaraan pribadi, kecuali taksi online mau berubah ke plat kuning.
Ketiga, mendorong kendaraan bermotor di Jakarta, baik roda empat dan atau roda dua, untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan.
“Sudah sangat pantas jika Kota Jakarta melarang penggunaan BBM jenis bensin premium bahkan pertalite. Dan mewajibkan kendaraan bermotor untuk menggunakan BBM standar Euro 4. Sebab hanya dengan BBM standar Euro 4, kualitas udara di Jakarta bisa diselamatkan,” katanya.
Selain itu, agar perluasan ganjil genap itu menjadi kebijakan yang adil, YLKI meminta Gubernur Jakarta, untuk memperkuat jaringan dan pelayanan transportasi umum, khususnya bus TransJakarta disterilkan jalurnya, agar waktu tempuhnya makin cepat serta adanya sarana transportasi pengumpan ke halte TransJakarta yang lebih memadai
Kedua, agar pajak kendaraan bermotor pribadi roda empat, diberikan diskon pajak mengingat dengan adanya ganjil genap pemilik kendaraan bermotor roda empat tidak bisa optimal menggunakan kendaraannya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
Terkini
-
Mengapa Milenial Lebih Suka Rumah Industrial Minimalis daripada Rumah Mewah?
-
Terpopuler Bisnis: Gebrakan Menkeu Bikin Bank Himbara Jadi Idola, Harga Saham Meroket!
-
Harga Emas Antam dan Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini Naik!
-
Pembangunan Akses Tol Bitung oleh Paramount Land Capai 80 Persen
-
PNM Bersama Holding Ultra Mikro Wujudkan Akses Keuangan Merata
-
Leony, Warisan Bisa Dikecualikan dari Pajak Penghasilan Tapi BPHTB Mengintai
-
Luhut Temui Aliansi Ekonom Indonesia, Bahas 7 Tuntutan ke Pemerintah
-
Cadangan Migas Baru Ditemukan di Muara Enim
-
Bandara Supadio Mulai Layani Penerbangan Internasional
-
Kemendag Ultimatum Gold's Gym, Harus Ganti Rugi Anggota Usai Penutupan Gerai Mendadak