Suara.com - Wacana penggodokan perundang-undangan sapu jagat atau Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) kembali menuai kritik. Omnibus Law dikritik karena pembahasannya dinilai terlalu terburu-buru oleh pemerintah.
"Kalau saya waktu mendengar kata Omnibus Law. Selama ini kan yang kita dengar hanya UU Minerba, UU Omnibus Law kan baru. Baru ada usai presiden dilantik. Bahkan tidak ada dalam kampanye presiden," kata Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah dalam acara diskusi di Balai Sarbini, Jakarta pada Senin (20/1/2020).
Kekhawatiran Maryati tersebut menyoal tujuan utama Omnibus Law yang mendobrak perundang-undangan lantaran selama ini dinilai menghambat roda perekonomian nasional.
"Saya khawatir keinginan untuk melakukan transformasi ekonomi sesuai dengan filosofi UU 33 terlalu disederhanakan hanya terkait ease of doing business atau hanya sekedar entry to business," katanya.
Padahal kata dia, transformasi ekonomi dikatakan berhasil dilakukan secara bertahap dan jangka panjang, bukan justru serta-merata merevisi sejumlah perundang-undangan.
"Long life untuk sustainability business itu adalah dengan kelembagaan yang kuat, environment investasi yang kuat dan sebagainya. Jadi khawatir kalau pembahasannya terburu-buru hanya sekedar entry to bussines tapi bukan sustainability business. Tidak sustainability ekonomi," katanya.
Untuk itu, dia berharap pemerintah dan DPR membahas Omnibus Law dengan secara cermat dan tidak dilakukan dengan terburu-buru, sehingga niat baik dari rancangan UU ini bisa tercapai.
"Saya berharap pemerintah membahas keduanya menjadi saling sinkron dan saling terkait dengan sistem lain. Dan kedua tidak menyingkirkan fungsi-fungsi sosial masyarakat dan lingkungan hidup, karena itu menjadi kekhawatiran bersama," ujarnya.
"Lagi pula permasalahan lingkungan saat ini menjadi perhatian dunia. Kalau Indonesia mengabaikan hal-hal seperti itu Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan bukan melakukan transformasi ekonomi, tapi justru trap (jebakan) ekonomi. Mungkin itu perlu dilihat dengan baik," katanya.
Baca Juga: Ribuan Buruh Tolak Omnibus Law, Pengusaha: Wajar Ada Yang Tidak Puas
Berita Terkait
-
Ribuan Buruh Tolak Omnibus Law, Pengusaha: Wajar Ada Yang Tidak Puas
-
Tolak Omnibus Law, Kaum Buruh Ungkap Ada 6 Alasan
-
Selain di Jakarta, Ribuan Buruh di Semarang Gelar Aksi Menolak Omnibus Law
-
DPR Berjanji Penuhi Tuntutan Buruh Terkait Omnibus Law
-
Ada Demo Buruh Tolak Omnibus Law di DPR, Rute Bus TransJakarta Dialihkan
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Rendahnya Utilitas vs Banjir Impor: Menperin Ungkap Tantangan Industri Keramik Nasional
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen