Suara.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang saat ini masih dibahas oleh DPR dianggap sebagai jalan tengah antara kepentingan investasi, UMKM, dan kepentingan pekerja.
Hal tersebut terungkap dari hasil survei nasional Cyrus Network Penilaian Publik Terhadap RUU Cipta Kerja dan Penanganan Dampak Covid-19.
"Secara umum, persepsi terhadap RUU Cipta Kerja cukup baik dengan 69 persen responden setuju terhadap RUU ini. Bahkan, publik menilai RUU Cipta Kerja merupakan jalan tengah antara kepentingan investasi, UMKM, dan kepentingan pekerja. Hal ini terlihat dari 72 persen responden yang menilai RUU ini pro investasi, tapi tidak serta merta mengabaikan UMKM karena 67 persen responden juga menilai RUU ini pro terhadap UMKM, dan 64 persen responden menganggap RUU ini pro terhadap pekerja," kata Tim ahli survei Cyrus Network Riswanda dalam keterangannya yang ditulis, Selasa (28/7/2020).
Tingkat pengetahuan responden terkait RUU Cipta Kerja mencapai angka 20,7 persen dari total seluruh responden.
Tercatat, 80 persen dari responden yang pernah mendengar soal pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut, merasa memang perlu ada penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya oleh pemerintah.
Bahkan, sebanyak 85 persen responden sadar dan setuju bahwa penciptaan lapangan kerja perlu dilakukan dengan mempermudah syarat masuknya investasi dan pendirian usaha di Indonesia.
"Sebanyak 84 persen responden juga mendukung penyederhanaan regulasi yang berbelit-belit dan mempersulit investasi. Tercatat, 73 persen responden juga menganggap tingkat kesulitan memulai usaha di Indonesia cukup tinggi," papar Riswanda.
Hal-hal yang dianggap responden menjadi permasalahan sulitnya investasi dan memulai usaha di Indonesia antara lain adalah produktifitas tenaga kerja yang rendah (60 persen), skill dan kemampuan tenaga kerja Indonesia yang masih rendah (58 persen), dan daya saing yang lebih rendah dibanding tenaga kerja asing (57 persen).
"Lebih jauh lagi, 61 persen responden menilai bahwa RUU Cipta Kerja ini adalah solusi untuk perbaikan ekonomi pasca krisis yang diakibatkan wabah Covid-19 yang melanda Indonesia," ungkap Riswanda yang juga pengamat kebijakan publik dari Universitas Sultan Ageng Tritayasa ini.
Baca Juga: Pengamat Sebut RUU Cipta Kerja Bisa Tekan Angka Pengangguran
Cyrus Network melaksanakan survei pada tanggal 16-20 Juli 2020. Bisa dikatakan ini adalah survei tatap muka pertama yang digelar secara nasional setelah Indonesia diserang pandemi Covid-19.
Survei ini mencuplik responden sebanyak 1,230 orang dan tersebar secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia. Margin of error dari survei ini sebesar +/- 2,85 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- STY Siap Kembali, PSSI: Tak Mudah Cari Pelatih yang Cocok untuk Timnas Indonesia
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025