Suara.com - Sejumlah pihak mulai dari petani tembakau hingga anggota DPR menolak rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 13-20% pada 2021. Kenaikan cukai rokok dinilai akan membebani industri dan merugikan petani tembakau di Indonesia.
Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza mengungkapkan, apabila kenaikan cukai merugikan petani tembakau, kebijakan kenaikan cukai tersebut sebaiknya tidak dilakukan.
"Kalau merugikan petani tembakau, ya harus ditolak," kata Faisol kepada wartawan, Sabtu (24/10/2020).
Soal kerugian petani tembakau ini sebelumnya sudah disuarakan oleh Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).
APTI secara tegas menolak rencana kenaikan cukai rokok 2021 karena hal ini dinilai membuat petani makin sengsara.
“Kami sangat tidak setuju, kalau naik 19% itu sudah dua kali memberatkan karena tahun ini sudah naik 23%, salah satu faktor penghancur dan melemahnya penyerapan industri adalah dampak kenaikan cukai,” ujar Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji.
Petani tembakau telah mengalami pelemahan ekonomi akibat hancurnya harga jual tembakau pasca kenaikan cukai hasil tembakau 2020.
“Jika benar terjadi kenaikan harga cukai, kehidupan ekonomi rakyat pertembakauan Tanah Air akan makin parah,” katanya.
Agus mengatakan hasil panen petani tembakau merugi belakangan ini.
Baca Juga: Cukai Hasil Tembakau Naik, Gaprindo: Kalau Naik yang Wajar
“Jangankan untuk melanjutkan pertanian lagi, untuk hidup saja susah. Rakyat sudah menderita kok malah (cukai) dinaikkan lagi,” katanya prihatin.
Belum lagi petani tembakau juga terdampak tekanan pandemi COVID-19.
Sebenarnya APTI tidak masalah apabila pemerintah ingin menaikkan tarif cukai, namun dia berharap kenaikannya jangan terlalu tinggi seperti tahun ini.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan petani dan buruh tani tembakau,” ujarnya.
Jika pemerintah ingin menaikkan cukai, APTI berharap kenaikannya berkisar maksimal 5%.
Dia juga berharap pemerintah dapat melindungi rekan sepenanggungan di industri hasil tembakau yakni sektor sigaret kretek tangan yang banyak mempekerjakan buruh pelinting. Kebanyakan dari buruh linting merupakan perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Kekayaan Ridwan Kamil dan Atalia Praratya yang Dikabarkan Cerai
-
Merger BUMN Karya Tuntas Awal 2026, BP BUMN Ungkap Update Terkini
-
Target Harga BUMI di Tengah Aksi Jual Saham Jelang Tahun Baru
-
HET Beras Mau Dihapus
-
Dana Jaminan Reklamasi 2025 Tembus Rp35 Triliun, Syarat Wajib Sebelum Operasi!
-
Harga Beras Bakal Makin Murah, Stoknya Melimpah di 2026
-
DJP Blokir 33 Rekening Bank hingga Sita Tanah 10 Hektare ke Konglomerat Penunggak Pajak
-
Emiten TRON Perkuat Bisnis Kendaraan Listrik, Jajaki Pengadaan 2.000 Unit EV
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
DJP Kemenkeu Kantongi Rp 3,6 Triliun dari Konglomerat Penunggak Pajak