Setelah Inpres berakhir 19 September 2021, pemerintah belum menentukan sikap apakah akan menghentikan atau melanjutkan moratorium.
Ruandha Agung Sugardiman Direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan menyusun kembali langkah-langkah untuk menata sawit.
Secara marathon, dengan instansi kementerian lainnya, KLHK terus mengidentifikasi berapa banyak kebuh kelapa sawit yang merambah ke dalam kawasan hutan.
“Usulan-usulan untuk mempercepat penataan sawit sudah kami ajukan ke presiden dan masih menunggu tanggapan dari bapak presiden,” kata Ruandha.
KLHK juga telah menyusun berbagai bentuk sanksi atas pelanggaran tersebut. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, seluas 3,37 juta hektare (ha) lahan sawit berada dalam kawasan hutan dan baru sekitar 700.000 ha yang telah selesai diproses penyelesaiannya.
Kasdi Subagyono Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, mengungkapkan, luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16.38 juta ha. Dari luasan ituyang sangat menarik dikupas dan jadi problem klasik adalah sawit yang ada di kawasan hutan seluas 3.3 juta ha.
“Distribusi sawit terluas ada di Sumatra dan Kalimantan sedangkan ke wilayah Indonesia timur baru beberapa,” kata Kasdi.
Langkah moratorium ini akan sangat berdampak pada peremajaan sawit. Selama moratorium, tidak boleh ada ekspansi lahan untuk sawit. Kami harus berfokus pada peremajaan sawit di lahan yang sudah ada. Salah satu agenda presiden adalah menetapkan replanting atau peremajaan 500.000 ha sawit dalam tiga tahun.
Pahala Sibuea Ketua Umum Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI) mendukung kelanjutan morarotium sawit. Moratorium dirasakan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemitraan petani sawit.
Baca Juga: Kelapa Sawit Harus Jadi Bagian Aset Nasional
"Hal itu justru memberi kepastian bagi perusahaan untuk menata kemitraan yang berkelanjuan dengan petani swadaya,” kata Pahala.
Ia menyoroti bahwa moratorium justru akan meningkatkan pendapatan petani sawit. Selama moratorium, pasokan dan permintaan akan seimbang sehingga berdampak pada harga yang tinggi.
“Harga CPO sekarang itu 4.000 ringgit per ton. Sudah bagus sekali itu,” kata Pahala.
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
Terkini
-
Industri Petrokimia Dinilai Punya Peluang Besar Berkembang di Indonesia
-
Cadangan Gas Turun, PGN Ungkap Tantangan Industri Migas Nasional
-
Reklamasi: Saat Kewajiban Hukum Bertransformasi Menjadi Komitmen Pemulihan Ekosistem
-
Pemerintah Mulai Pangkas Kuota Ekspor Gas Secara Bertahap
-
Kuota Mudik Gratis Nataru 2026 Berpeluang Ditambah, Cek Link Resmi dan Tujuan
-
Saham INET Melesat 24 Persen Usai Kantongi Restu OJK untuk Rights Issue Jumbo
-
Pabrik VinFast Subang Didemo Warga Kurang dari 24 Jam Setelah Diresmikan
-
Gus Ipul Datangi Purbaya, Usul Bansos Korban Bencana Sumatra Rp 15 Ribu per Hari
-
Hadapi Libur Nataru, BRI Optimistis Hadirkan Layanan Perbankan Aman
-
Nilai Tukar Rupiah Ambruk Gara-gara Kredit Nganggur