Suara.com - Standar kualitas udara suatu negara sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya. Saat ini standar kualitas udara yang berlaku merujuk kepada Indeks Standar Pencemar Udara atau Air Quality Index.
Kendati demikian, Dosen Teknik Lingkungan Universitas Trisakti Hernani Yulinawati mengatakan, pemerintah perlu berperan dalam memperbaharui standar kualitas udara.
“Pembaharuan standar baku mutu udara harus terus dilakukan, tentunya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan analisis kadar unsur pencemar di udara,” ujar Hernani dalam video yang diunggah akun instagram Bicara Udara, diakses Rabu (27/10/2021).
Hernani mengungkapkan, ada banyak metode pengukuran dan pendekatan dalam penelitian spesifik terkait hubungan kualitas udara dengan dampak kesehatan manusia.
Untuk itu, lanjut dia, saat ini telah ditetapkan baku mutu udara ambien, atau yang biasa disebut oleh World Health Organization (WHO) sebagai Air Quality Guideline (pedoman kualitas udara).
“Negara bebas sebenarnya menentukan baku mutu udara ambien, tapi harus memperhatikan bukti dasar ilmiah. Kita juga harus melihat bahwa setiap orang berhak atas hak udara sehat,” imbuhnya.
Menurut Hernani, pemerintah wajib untuk meninjau kembali baku mutu udara ambien berdasarkan bukti-bukti ilmiah juga dari kemampuan teknologi negaranya dan pertimbangan ekonomi. Di samping itu, sambung dia, perlu ada harmonisasi dengan standar yang berlaku secara global.
“Negara juga perlu melakukan harmonisasi terhadap standar yang berlaku di tingkat internasional atau yang berlaku secara global,” ucapnya.
Lebih jauh lagi, Hernani menuturkan bahwa rencana kualitas udara dan rencana perubahan iklim sebaiknya saling berhubungan penanggulangannya agar capaian kesehatannya jadi lebih baik. Dikatakan dia, kualitas udara yang buruk di suatu negara, maka harus diperbaiki terlebih dahulu kualitasnya.
Baca Juga: Kualitas Udara dan Prakiraan Cuaca Bekasi, Cikarang , Karawang Rabu 13 Oktober 2021
Diketahui, menurut World Resources Institute, partikel polusi udara seperti gas metana, karbon hitam, hidrofluorokarbon (HFC) dan ozon troposferik berdampak besar pada suhu global karena berperan dalam meningkatkan emisi gas rumah kaca sehingga dapat merusak lapisan ozon bumi.
“Kalau kualitas udaranya diperbaiki itu akan otomatis mempengaruhi dampak terhadap perubahan iklim,” pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing
-
Riset: Penundaan Suntik Mati PLTU Justru Bahayakan 156 Ribu Jiwa dan Rugikan Negara Rp 1,822 T