Suara.com - Pandemi Covid-19 mendorong pemerintah untuk mewujudkan kemandirian ketahanan kesehatan dalam negeri, yakni terkait dengan ketersediaan obat-obatan. Untuk mengantisipasi kelangkaan, Komisi VI DPR RI mendorong agar obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri bisa digunakan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Harapannya kita cari solusinya agar obat-obat OMAI, Obat Modern Asli Indonesia bisa masuk ke JKN. Karena kalau tidak masuk ke JKN susah sekali. Pasar terbesarnya adalah di JKN," kata Anggota Komisi VI Harris Turino dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR, ditulis Kamis (3/2/2022).
Dr Harris Turino yang merupakan anggota Fraksi PDIP Dapil Jawa Tengah, menyoroti berbagai isu kesehatan di Indonesia. Doktor Manajemen Stratejik tersebut menilai bahwa keberadaan JKN yang telah melayani lebih dari 200 juta penduduk Indonesia menyebabkan harga obat-obatan menjadi sangat murah sehingga membuat pelaku industri farmasi harus berinvestasi lebih banyak. Sementara itu impor bahan baku obat terbilang masih tinggi.
"Ini yang juga kita harus cari solusinya, obat-obatan yang sudah bisa diproduksi secara nasional maka importasinya harus dibatasi," kata dia.
Lebih lanjut, Harris menambahkan bahwa saat ini sudah ada super deduction tax yang bisa dimanfaatkan industri farmasi yang mengembangkan inovasi, termasuk untuk pengembangan OMAI. Selain itu ada pula UU Sisnas IPTEK yang menjamin pembelian atas produksi dari pengembangan riset.
"Sehingga harapannya ini bisa diimplementasikan, tidak menimbulkan keraguan bagi pemain di industri farma, untuk melakukan investasi, tentu saja juga industri OMAI yang fitofarmaka, karena kekuatan Indonesia di obat tradisional," imbuh Harris.
Senada dengan Harris, Anggota Komisi VI Rieke Diah Pitaloka dalam rapat tersebut menyatakan bahwa sistem Jaminan Kesehatan Nasional seharusnya memperkuat industri farmasi dalam negeri. "Jangan sampai orang sudah produksi, hasil produksinya tidak dibeli. Tapi kalau ada orang tidak produksi lalu ada permintaan dari negara, lalu dikatakan industri farmasi kita tidak sanggup," ungkap Rieke yang pernah menjadi Anggota Komisi Kesehatan tersebut.
Rieke menambahkan bahwa ada Permenkes No 54/2018 yang mengatur penyusunan Formularium Nasional. "Kita perlu memastikan obat-obatan yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri apakah sudah dipastikan masuk dalam Formularium Nasional itu?"
Anggota Komisi VI Nevi Zuairina kemudian mempertanyakan, apakah obat yang berasal dari kekayaan alam Indonesia bisa dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat. RDPU kali ini juga menghadirkan Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI) dan Asosiasi Apotek Indonesia.
Baca Juga: Antisipasi Omicron, Syamsuar Ingin Rumah Sakit Rujukan Pastikan Ketersediaan Obat
Ketua Umum GPFI Tirto Kusnadi menegaskan, industri farmasi yang menjadi anggotanya berkomitmen untuk menyediakan obat-obatan kebutuhan dalam negeri. Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi menambahkan, sudah saatnya obat berbahan baku alam yang telah teruji klinis atau Fitofarmaka masuk dalam Formularium Nasional.
"Kenapa industri farmasi sangat sedikit ingin memproduksi produk herbal yang tingkatnya Fitofarmaka, karena tahapannya memerlukan biaya besar sekali. Investasi yang begitu besar, tapi penggunaannya belum masuk JKN. Jadi kami berharap adanya dorongan bagaimana pemerintah memasukkan fitofarmaka dalam Fornas," ungkap Elfiano.
Dirinya menambahkan bahwa saat ini para dokter belum bisa meresepkan OMAI Fitofarmaka lantaran belum masuk ke Formularium Nasional. Padahal OMAI Fitofarmaka sudah teruji klinis dan memiliki khasiat setara obat dengan efek samping yang minim.
Rapat yang berlangsung selama lebih dari 2 jam ini kemudian menyimpulkan bahwa industri farmasi dalam negeri haris diperkuat. Komisi VI mendorong penggunaan produk farmasi lokal dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
"Komisi VI mendukung penerapan Formularium Nasional untuk ketersediaan dan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau dan berbasis bukti ilmiah dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang memberikan penguatan kepada Industri Farmasi Nasional," kata Wakil Ketua Komisi VI Gde Sumarjaya Linggih saat membacakan kesimpulan atau Catatan RDPU.
Komisi VI akan menyampaikan hasil RDPU ini kepada mitra kerja mereka dalam Rapat Kerja dengan Menteri BUMN, Menteri Perdagangan, Menteri Investasi, Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Rapat tersebut juga menyimpulkan bahwa kapasitas industri farmasi nasional berlebih dan sangat sanggup untuk kemandirian obat nasional.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Pertamina Bawa Pulang Minyak Mentah Hasil Ngebor di Aljazair
-
OJK Beberkan Update Kasus Gagal Bayar P2P Akseleran
-
Relokasi Rampung, PLTG Tanjung Selor Berkapasitas 20 Mw Mulai Beroperasi
-
Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
-
Support Pembiayaan, BSI Dukung Program Makan Bergizi Gratis
-
Apresiasi Ferry Irwandi, IKAPPI Usul Skema Distribusi Masif untuk Tekan Harga Pangan
-
Awas! Ada 4 Bakteri Berbahaya di Bawang Bombai Ilegal
-
Danantara Guyur Pinjaman Rp 2 Triliun ke BTN, Buat Apa?
-
Maknai Natal 2025, BRI Peduli Wujudkan Kepedulian Melalui Penyaluran Puluhan Ribu Paket Sembako
-
Transformasi Makin Cepat, Potensi Ekonomi Digital Bisa Tembus 360 Miliar Dolar AS