Suara.com - Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) yang rencananya akan diimplementasikan pada awal 2023 mendatang sama sekali belum memasukkan pertimbangan ekonomi. Padahal salah satu yang juga menjadi sasaran dari kebijakan ini adalah keselamatan dan mememinimalkan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
“Jadi, seharusnya ODOL bisa ditangani secara komprehensif. Sasarannya adalah bagaimana meminimalkan dampak ekonomi maupun dampak dengan korban yang diakibatkan ODOL ini. Dua itu yang seharusnya akan menjadi acuan dari kebijakan Zero ODOL ini,” ujar Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti , Suripno, dalam acara jumpa pers “Analis Dampak Penerapan Kebijakan Zero ODOL Pada Tahun 2023 Terhadap Distribusi Sembilan Kebutuhan Pokok/Sembako)” yang diselenggarakan Institut Transportasi & Logistik Trisakti.
Selama ini, kebijakan Zero ODOL ini hanya mengacu kepada manajemen keselamatan semata. Berdasarkan PP 37 Tahun 2017 tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Perpres Nomor 1 Tahun 2022 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang kemudian dituangkan dalam Rencana Umum Keselamatan LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), penanggungjawabnya ada 5 pilar.
Pilar pertama yang terkait dengan sistem yang berkeselamatan, penanggungjawabnya adalah Bappenas. Pilar kedua yang terkait jalan yang berkeselamatan, penanggungjawabnya adalah Kementerian PUPR. Pilar ketiga yang terkait dengan kendaraan yang berkeselamatan, penanggungjawabnya adalah Kementerian Perhubungan. Pilar keempat yang terkait dengan pengguna jalan yang berkeselamatan, penanggungjawabnya adalah Polri. Sedang pilar kelima terkait dengan penanganan pasca kecelakaan.
Sementara, kata Suripno, dalam manajemen ODOL itu diperlukan juga tambahan satu pilar lagi, yaitu pilar ekonomi.
“Pilar ini adalah yang berkaitan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Jadi, dalam pembahasan kebijakan Zero ODOL itu, mereka-mereka ini juga harus dilibatkan,” tukasnya.
Suripno mengatakan memasukkan pilar ekonomi dalam pembahasan kebijakan Zero ODOL itu sangat mungkin dijalankan dan sangat pantas untuk ditetapkan dengan norma yang terdefinisi. Hal itu mengingat manajemen keselamatan yang lebih rendah tingkat esensinya dibanding ODOL saja bisa dilakukan.
“Apalagi manajemen ODOL. Semua berpulang pada kepentingan, mau tidak pemerintah menanganinya secara komprehensif,” ucapnya.
Sebelumnya, Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI), Ellen Tangkudung, juga mengatakan keberhasilan pelaksanaan kebijakan Zero sangat tergantung kepada dukungan semua stakeholder. Artinya, baik dari sisi pemerintah dan industri harus duduk bersama untuk mencari solusi yang tepat dan disepakati bersama.
Dia menuturkan semua stakeholder harus menjalankan kewajibannya demi kelancaran pelaksanaan kebijakan Zero ODOL ini dan tidak bisa hanya sepihak, pemerintah saja atau industri saja. Dari pemerintah, menurut Ellen, itu juga harus melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Jadi saya kira semua stakeholder harus menjalankan kewajibannya, tidak bisa industri saja dan pemerintah saja,” ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Institut Transportasi dan Logistik Trisakti terhadap pelaku logistik sepanjang bulan Mei – Juli 2022 juga menyimpulkan bahwa mereka keberatan jika kebijakan Zero ODOL diterapkan pada tahun 2023 mendatang. Mereka beralasan Zero ODOL ini akan membuat biaya angkutan barang akan semakin mahal karena volume barang yang boleh dimuat per satu satuan trip perjalanan menjadi berkurang, sehingga keuntungan yang akan diterima akan semakin menipis.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif terhadap 300 responden, untuk menganalisis dampak penerapan kebijakan Zero ODOL pada tahun 2023 terhadap distribusi sembilan bahan kebutuhan pokok/ sembako. Hasil survei terhadap 100 orang pemilik armada di PD. Pasar Jaya Kramat Jati dan Pasar Induk Modern Cikampek menunjukkan sebanyak 33% menyatakan tidak setuju Zero ODOL, 31% memberatkan, 28% meminta ditunda, dan hanya 8% yang setuju.
Sementara, hasil survei terhadap 100 pemilik barang di kedua pasar induk ini menunjukkan sebanyak 32% menyatakan Zero ODOL memberatkan, 40% tidak setuju Zero ODOL, 16% meminta ditunda, dan 12% setuju.
Beberapa alasan keberatan para pemilik barang terkait dengan penerapan kebijakan Zero ODOL antara lain biaya angkutan barang akan semakin mahal sehingga keuntungan yang akan diterima pemilik barang akan semakin menipis. Sedang bagi para pedagang, kebijakan Zero ODOL ini dipastikan akan membuat harga barang kirimannya jauh lebih mahal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
Bansos PKH Oktober 2025 Kapan Cair? Ini Kepastian Jadwal, Besaran Dana dan Cara Cek Status
-
Profil PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE), Ini Sosok Pemiliknya
-
BRI Ajak Warga Surabaya Temukan Hunian & Kendaraan Impian di Consumer BRI Expo 2025
-
TikTok Dibekukan Komdigi Usai Tolak Serahkan Data Konten Live Streaming Demo
-
Maganghub Kemnaker: Syarat, Jadwal Pendaftaran, Uang Saku dan Sektor Pekerjaan
-
Perusahaan Ini Sulap Lahan Bekas Tambang jadi Sumber Air Bersih
-
2 Hari 2 Kilang Minyak Besar Terbakar Hebat, Ini 5 Faktanya
-
IHSG Tutup Pekan di Zona Hijau: Saham Milik Grup Djarum Masuk Top Losers
-
Maganghub Kemnaker Dapat Gaji Rp 3.000.000 per Bulan? Ini Rinciannya