Suara.com - Kepala peneliti CIPS Aditya menyebut, upaya peningkatan produksi pertanian melalui perluasan lahan pertanian tidak menjamin peningkatan produktivitas pangan dan dapat berpotensi merusak lingkungan serta memperparah krisis iklim.
“Perluasan lahan tidak efektif dijadikan solusi utama dalam menjawab tantangan sektor pertanian dan pemenuhan kebutuhan pangan Indonesia. Cara ini tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan berpotensi merusak lingkungan,” kata Aditya.
Penelitian terkait juga membuktikan bahwa produktivitas lahan maupun tenaga kerja justru direkomendasikan melalui penggunaan bibit unggul, peningkatan akses pada pupuk, penanganan serangan hama/Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan penggunaan alat mesin pertanian atau mekanisasi.
"Pemerintah sebaiknya memperkuat produksi pangan yang ada dengan mendukung riset dan inovasi, mengadopsi teknologi pertanian serta meningkatkan kapasitas petani agar lebih produktif, termasuk melalui kerja sama dengan pihak swasta," kata Aditya, Senin (24/10/2022).
Opsi lainnya yakni perbaikan teknik budidaya, perbaikan dan perluasan jaringan irigasi, modifikasi cuaca untuk mitigasi perubahan iklim dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia sektor pertanian.
Ia menambahkan, sektor pertanian, termasuk di Indonesia, menghadapi banyak tantangan dalam menyediakan pangan.
Salah satunya krisis iklim yang menyebabkan berbagai bencana alam, yang dampaknya menyebabkan ketidakpastian dalam musim tanam dan musim panen serta berkurangnya produksi pertanian.
Tantangan pada sektor pertanian antara lain adalah berkurangnya jumlah pekerja, semakin menurunnya kesejahteraan petani, meningkatnya harga pupuk dan masih banyak lagi yang diakibatkan oleh situasi global.
“Jumlah penduduk terus meningkat. Namun jumlah lahan yang tersedia akan tetap sama dan harus berbagi dengan kebutuhan infrastruktur dan industrialisasi. Sehingga, kemampuan produktivitas di lahan pertanian yang ada harus ditingkatkan untuk bisa mengikuti pertumbuhan permintaan pangan,” kata dia, dikutip dari Antara.
Baca Juga: Lahan Pertanian di Kota Makassar Hilang 600 Hektare Dalam 10 Tahun
Selain itu, produktivitas sektor pertanian di Indonesia masih rendah karena kurangnya riset dan inovasi serta keterbatasan adopsi praktek budidaya yang baik dan penggunaan teknologi pertanian yang masih minim.
Penelitian CIPS menemukan bahwa secara umum, biaya produksi bahan pangan utama di Indonesia lebih tinggi daripada di beberapa negara pengekspor komoditas yang sama, terutama karena mekanisme produksi dan sistem distribusi yang kurang efisien di Indonesia.
Menurut Aditya, tingginya ongkos produksi dapat diatasi melalui investasi pertanian berkelanjutan yang dapat mendorong modernisasi dan transfer teknologi.
“Sistem pangan Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah, seperti tingginya ongkos produksi, belum efisiennya proses produksi dan panjangnya rantai distribusi yang semuanya berdampak pada harga,” pungkas dia.
Pencetakan sawah baru, terlebih di lahan gambut, akan menghabiskan waktu yang lama. Selain belum tentu bisa membantu memenuhi kekurangan stok pangan yang terjadi, karakteristik lahan yang dibuka untuk pertanian juga belum tentu cocok.
Selain itu, program cetak sawah dengan membuka lahan juga berisiko mengancam ekosistem yang ada hingga merusak keseimbangan lingkungan.
Berita Terkait
-
Penelitian: Penggunaan Hasil Riset dan Kerja Sama Swasta Lebih Efektif Tingkatkan Hasil Tani
-
Pengamat Peringatkan Jangan Ada Pihak Cari Untung Pribadi Saat Ancaman Krisis Pangan
-
Bupati Kayong Utara Citra Duani Godok Regulasi Tentang Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan, Buat Apa?
-
Diguyur Hujan Semalaman, Ratusan Hektar Lahan Pertanian di Bantul Terendam Banjir
-
Lahan Pertanian di Kota Makassar Hilang 600 Hektare Dalam 10 Tahun
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Roy Suryo Ikut 'Diseret' ke Skandal Pemalsuan Dokumen Pemain Naturalisasi Malaysia
-
Harga Emas Hari Ini: Antam Naik Lagi Jadi Rp 2.338.000, UBS di Pegadaian Cetak Rekor!
-
Puluhan Siswa SD di Agam Diduga Keracunan MBG, Sekda: Dapurnya Sama!
Terkini
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Neraca Dagang Surplus Terus Selama 64 Bulan, Bank Indonesia : Ekonomi Indonesia Makin Kuat
-
Pergerakan IHSG Hari Ini: Pasar Diuji, Faktor-faktor Ini Mungkin Jadi Penentu
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Subholding Gas Pertamina Integrasikan Energi Bersih dengan Pembangunan Desa Berkelanjutan
-
Hendi Prio Santoso dan Kontroversinya, Pernah Tunjuk Diri Sendiri Jadi Wakil Komisaris
-
Menko Muhaimin Tegaskan Pentingnya BPJS Ketenagakerjaan, Dengar Aspirasi Pekerja Kreatif di NTT
-
Cek NI PPPK di Mola BKN Terkendala Error? Ini Solusinya
-
Isi Revisi RUU P2SK Baru: Pejabat BI Tidak Bisa Diberhentikan, Kecuali Gara-gara Ini
-
IHSG Berbalik Menguat, Cek Daftar Saham yang Cuan Pagi Ini