Suara.com - Pada 6 Oktober 2022 lalu, bersama dengan Menparekraf RI, Sandiaga Uno, Aruna meluncurkan Kampung Wisata dan Budidaya Lobster "A Lobster Farm" di Pantai Amed, Bali. Berbicara tentang lobster, rasanya jadi tertarik untuk mengulik secara lebih dalam cerita tentang komoditas lobster.
Ayo, ngaku, apakah kamu menganggap bahwa lobster merupakan santapan yang relatif mahal? Memang betul, sih, tapi tahukah kamu bahwa dahulu kala, lobster sempat menjadi santapan bagi kaum kurang mampu? Hanya saja, pandangan ini mulai bergeser pada tahun 1.800 silam, ketika penduduk kota mulai berdatangan ke pantai untuk berlibur sambil menikmati hidangan lobster lokal.
Sampai hari ini, lobster tetap menjadi favorit banyak orang. Menarik untuk dikulik, artikel ini mengajak kita untuk belajar lebih jauh mengenai keunikan lobster, sekaligus mengundang kita untuk memahami proses penanganan komoditas tersebut agar kesegarannya tetap terjaga sempurna hingga sampai di tangan konsumen. Yuk, simak artikel di bawah ini.
1. Kecoa laut ini harus dikelompokkan dulu sesaat setelah ditangkap
Setelah ditangkap oleh nelayan, lobster biasanya diterima dalam kondisi hidup dan sehat. Tak lupa, lobster yang boleh diterima hanyalah lobster yang tidak sedang dalam keadaan bertelur dan undersize. Hati-hati! Kalau nekad, kita bisa melanggar Permen KP, lho! Baru setelah itu, hewan yang dulunya sering disebut sebagai kecoa laut ini pun dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran dan jenisnya, kemudian ditimbang satu per satu. Jangan lupa mencatat tiap rinciannya, ya!
Salah satu jenis lobster, yakni crustacea, memiliki harga yang tergolong mahal karena masa pertumbuhannya yang cukup lambat. Kuantitas makan lobster crustacea ini cenderung banyak, tetapi tetap saja mudah terkena penyakit. Ketika dibudidaya, cara pengambilan telurnya juga sulit karena tubuhnya yang bersegmen. Pantas saja, harga lobster kerap kali dijual mahal ya.
2. Lobster bisa dibius?
Packing lobster tidak boleh asal penuh dan padat, ya. Salah-salah, lobster bisa kehabisan oksigen dan mati di tengah perjalanan. Namun, harus diingat bahwa lobster yang hendak diproses sebaiknya dibius terlebih dahulu. Bagaimana caranya? Letakkan bongkahan es di setiap sudut styrofoam.
Es batu dengan dingin 15-20°C berfungsi sebagai obat bius yang menghambat metabolisme tubuh lobster. Bius akan bekerja dalam waktu 10-13 menit untuk lobster kecil dan 13-15 menit untuk lobster besar. Perlahan, lobster akan bergerak lambat dan bahkan cenderung diam.
Baca Juga: Dorong Pariwisata Berkelanjutan, Menparekraf Sandiaga Uno Luncurkan 'A Lobster Farm'
Beberapa tahun belakangan ini, eksistensi startup yang bergerak di industri perikanan pun semakin banyak terdeteksiAruna adalah salah satunya.
“Bila bergerak lambat atau bahkan cenderung diam, pasokan oksigen di dalam styrofoam pun akan semakin terjamin. Karena dalam konteks ini, lobster harus terus kering, baiknya lobster ditaburi juga dengan bubuk gergaji atau pasir sebelum dibungkus dengan koran. Es batu juga harus dibungkus koran terlebih dahulu agar tak mudah leleh.” kata Utari Octavianty, Co-Founder dan Chief Sustainability Officer Aruna.
3. Si capit kuat harus terus dalam keadaan kering
Es batu yang dimaksud pada poin kedua sebaiknya terbuat dari air laut, yang biasanya akan keras dalam waktu 3-4 hari. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi saat terjadi trouble dab di tengah perjalanan, seperti botol pecah atau bocor. Dengan adanya antisipasi ini, kemungkinan membuat lobster mati atau di-reject pun menjadi lebih kecil. Jangan lupa juga untuk masukkan aerator atau blower guna menjaga ketersediaan oksigen di dalam wadah, ya.
“Untuk diketahui, penanganan lobster dengan cara yang dijelaskan di atas diestimasi dapat membuat lobster tetap hidup dalam perjalanan maksimal 20-22 jam dengan reject rate maksimal 5%. Penanganan komoditas laut terkadang memang terkesan rumit. Namun, pasti ada hacks yang dapat membantu kita untuk melakukannya dengan baik dan benar,” terang Utari, inisiator startup perikanan Aruna berusia 29 tahun itu.
Jangan lupa untuk tetap hati-hati dengan capit lobster hidup, ya. Sebagai informasi penutup, capit ini bisa memecahkan cangkang kerang, tiram, dan kepiting, lho! Ilmuwan mengatakan bahwa tekanannya bisa mencapai 100 Psi. Padahal, tekanan ban mobil cuma 28-33 Psi.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
- 5 Mobil Bekas di Bawah 50 Juta Muat Banyak Keluarga, Murah tapi Mewah
Pilihan
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Penuhi Syarat Jadi Raja, PB XIV Hangabehi Genap Salat Jumat 7 Kali di Masjid Agung
-
Satu Indonesia ke Jogja, Euforia Wisata Akhir Tahun dengan Embel-embel Murah Meriah
Terkini
-
Anggaran Dikembalikan Makin Banyak, Purbaya Kantongi Rp 10 Triliun Dana Kementerian Tak Terserap
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Purbaya Bicara Nasib Insentif Mobil Listrik Tahun Depan, Akui Penjualan Menurun di 2025
-
Stimulus Transportasi Nataru Meledak: Serapan Anggaran Kereta Api Tembus 83% dalam Sepekan!
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
-
Purbaya Sebut Dana Badan Rehabilitasi Bencana Bersumber dari APBN
-
Purbaya Ogah Alihkan Dana MBG demi Atasi Bencana Banjir Sumatra
-
Penggunaan Keuangan Digital Meningkat, Volume Transaksi QRIS Tembus Rp1.092 Triliun
-
Tutup Tahun, 7 Bank RI Tumbang
-
Purbaya Pakai Uang Korupsi Sitaan Kejagung Rp 6,6 Triliun buat Tambal Defisit APBN