Suara.com - Harga minyak dunia kembali naik lebih dari USD1 per barel pada perdagangan hari Kamis, memperpanjang reli hari sebelumnya yang hampir 3 persen.
Jalur penguatan ini karena optimisme atas rekor ekspor minyak mentah Amerika dan tanda-tanda bahwa kekhawatiran resesi mereda melampaui ketakutan atas penurunan permintaan di China.
Mengutip CNBC, Jumat (28/10/2022) harga minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melesat USD1,27, atau 1,3 persen menjadi USD96,96 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), ditutup menguat USD1,17, atau 1,3 persen menjadi USD89,08 per barel.
Data menunjukkan rekor ekspor minyak mentah Amerika Serikat, tanda harapan bagi permintaan. Spekulasi bahwa bank sentral bisa mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga menambah dukungan, setelah Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.
"Harga minyak mentah reli setelah ekonomi Amerika bangkit kembali pada kuartal terakhir," kata Edward Moya, analis OANDA, mengacu pada laporan keuangan perusahaan yang kuat pada kuartal ketiga, meski dia menambahkan kenaikan minyak dibatasi oleh pandangan bahwa perlambatan ekonomi masih membayangi pasar.
Kekhawatiran tentang permintaan China membatasi reli tersebut. Investor global melepas aset China awal pekan ini karena ekonomi konsumen energi terbesar dunia itu terpukul kebijakan nol-Covid, krisis properti, dan turunnya kepercayaan pasar.
"Ketakutan bahwa kebijakan ekonomi China yang kacau dapat berlanjut di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping yang semakin digdaya membebani sentimen," kata Hiroyuki Kikukawa, General Manager Nissan Securities.
Pada awal perdagangan, dolar AS menyentuh level terendah satu bulan, memberikan dukungan bagi minyak, meski greenback kemudian menguat.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melesat 3 Persen Usai Ekspor Minyak AS Sentuh Rekor
Depresiasi dolar membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lain dan biasanya mencerminkan selera investor yang lebih besar terhadap risiko.
Minyak mentah melonjak awal tahun ini setelah Rusia menginvasi Ukraina, dengan Brent mendekati level tertinggi sepanjang masa di USD147 pada Maret. Baru-baru ini, minyak merosot di tengah kekhawatiran gejolak ekonomi.
Pejabat Amerika dan Barat berupaya menyelesaikan rencana untuk mengenakan batasan pada harga minyak Rusia. Bank Dunia memperingatkan bahwa setiap rencana akan membutuhkan partisipasi aktif dari negara-negara emerging market.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pengamat Bicara Nasib ASN Jika Kementerian BUMN Dibubarkan
-
Tak Hanya Sumber Listrik Hijau, Energi Panas Bumi Juga Bisa untuk Ketahanan Pangan
-
Jadi Harta Karun Energi RI, FUTR Kebut Proyek Panas Bumi di Baturaden
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
CORE Indonesia Lontarkan Kritik Pedas, Kebijakan Injeksi Rp200 T Purbaya Hanya Untungkan Orang Kaya
-
Cara Over Kredit Cicilan Rumah Bank BTN, Apa Saja Ketentuannya?
-
Kolaborasi dengan Pertamina, Pengamat: Solusi Negara Kendalikan Kuota BBM
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
Daftar Nama Menteri BUMN dari Masa ke Masa: Erick Thohir Geser Jadi Menpora
-
Stok BBM di SPBU Swasta Langka, Pakar: Jangan Tambah Kuota Impor, Rupiah Bisa Tertekan