Suara.com - Pengamat ekonomi LPEM Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menyarankan agar Bank Indonesia melanjutkan siklus pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen bulan ini.
"Mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed, volatilitas nilai tukar rupiah di tengah aliran modal yang bergejolak, dan inflasi yang saat ini masih berada jauh di atas target, BI masih perlu melanjutkan siklus pengetatan moneternya," kata Teuku Riefky.
Meski saat ini laju kenaikan suku bunga The Fed mulai melambat, kata dia, perbedaan imbal hasil antara obligasi Pemerintah Indonesia dan US Treasury masih cukup tipis.
Sehingga, Bank Indonesia masih perlu melanjutkan kenaikan suku bunga acuan guna mempertahankan perbedaan suku bunga.
"Menaikkan suku bunga kebijakan akan membantu mengurangi potensi jumlah arus modal keluar, menstabilkan pergerakan rupiah, dan mengurangi tekanan inflasi yang disebabkan oleh barang-barang impor," kata dia dikutip dari Antara.
Pada pergantian tahun ini, siklus pengetatan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara diperkirakan akan berakhir karena inflasi mulai mereda.
Inflasi AS pada akhir tahun 2022 tercatat sedikit menurun menjadi 6,50 persen secara tahunan, karena penurunan harga energi yang signifikan.
Angka inflasi AS terbaru merupakan angka terendah sejak Oktober 2021 dan telah melambat sejak mencapai puncaknya pada Juni 2022.
"Hal ini membuat pasar berekspektasi bahwa The Fed hanya akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di bulan Januari," ucapnya.
Baca Juga: Pria Dipenjara Akibat Sobek Uang, Bagaimana Cara Merawat Rupiah?
Adapun untuk Indonesia, Riefky memperkirakan tingkat inflasi pada 2023 akan kembali ke dalam koridor sasaran bank sentral antara yakni antara 2 sampai 4 persen.
"Hal ini sejalan dengan menurunnya inflasi global meskipun banyak ketidakpastian yang datang dari perang Rusia-Ukraina, risiko resesi global, dan bagaimana China menangani dampak pelonggaran kebijakan zero-COVID," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Indonesia Communications Outlook 2023 Siap Digelar untuk Bangun Sinergi Kehumasan dalam Sikapi Potensi Krisis
-
Meski Turun, Tapi Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp5.967,5 Triliun per November 2022
-
Aturan Wajib Parkir Dana Hasil Devisa Ekspor Belum Pasti, Sri Mulyani: Kita Koordinasi Dulu
-
Hati-hati! Jangan Sobek Uang Rupiah, Bisa Dipenjara
-
Pria Dipenjara Akibat Sobek Uang, Bagaimana Cara Merawat Rupiah?
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
-
Meski Perpres Sudah Terbit, Tapi Menkeu Purbaya Mau Review Ulang Soal Kenaikan Gaji ASN 2025
-
Prabowo: Indonesia Mengakui dan Jamin Keamanan Israel Jika Palestina Merdeka
-
Profil Glory Lamria: Diaspora Viral Usai Kunjungan Presiden di Amerika Serikat
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
Terkini
-
Anggito Abimanyu Mundur dari Jabatan Wamenkeu
-
Tarif Listrik PLN Periode September-Oktober 2025, Ada Kenaikan Harga?
-
Lowongan Kerja BP Tapera 2025: Jadwal, Syarat, Kualifikasi dan Link Resmi
-
IHSG Menguat di Sesi I, Saham-saham Ini Jadi yang Paling Banyak Dibeli!
-
ESDM Jamin Dalam 7 Hari ke Depan Tak Ada Kekosongan Stok BBM di SPBU Swasta
-
Rumah Tapak Masih Jadi Primadona, Gen Z dan Milenial Makin Aktif Cari Hunian
-
IHSG Sempat 'Kesenggol', tapi Pakar Bilang Masih Ada Sinyal Bangkit Hari Ini
-
BI Sebut Ekonomi Indonesia Hanya Sanggup Tumbuh 5,1 Persen Tahun Ini
-
Harga Emas Antam Naik Lagi, Ada 'Sihir' Kebijakan The Fed di Balik Harganya
-
MBG Tembus 300 Triliun, Cukup untuk Biaya Kuliah Gratis Bagi 288 Ribu Sarjana