Salis S Aprilian, Founde Digital Energy Asia, mengatakan renewable energy yang berkembang di tahun 70-an, kalau dilihat dari energy demand di Indonesia 2020-2050 porsi minyak memang berkurang, tapi secara kuantitas masih meningkat.
Muncul apa yang dinamakan energy transition menggunakan renewable energy tapi tidak serta merta tidak menggunakan lagi minyak dan batu bara.
“Inilah peran gas dalam transisi, akan sangat signifikan karena dari sisi biaya, waktu, untuk mengembangkan renewable energy tidak mudah dan mahal. Bisa ditopang dengan gas,” kata Salis.
Terkait upaya agar kilang bisa sustain di masa transisi energi, Salis mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, harus diversifikasi produk, lalu digitalisasi sistem, decentralizing policy, dan decarbonization.
“Kalau ingin kilang di Indonesia sustain, paling tidak empat langkah inilah yang harus ditempuh,” kata Salis.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan sebagian besar aktivitas masyarakat masih menggunakan BBM. Maka jika bicara ketahanan energi dibandingkan negara lain, Indonesia berada di lampu kuning. Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) sejak 2015 sudah ada impor BBM. Jika tidak ada penambahan kapasitas kilang maka impor akan meningkat.
“Kebutuhan BBM empat juta barel per day. Ini sangat besar sekali. Ini perlu diantisipasi semua pihak,” katanya.
Menurut Komaidi, impor minyak mentah jauh lebih murah dari produk jadi. Kalau Indonesia impor minyak mentah, devisanya lebih sedikit, KPI tetap running, ada produk yang dihasilkan.
KPI juga moving ke produk berbasis lingkungan, dengan berbagai proyek yang dikembangkan. Indikasinya akan menjalankan transisi energi disesuaikan dengan kondisi ekonomi sosial, baik dalam proses maupun produknya. Artinya KPI menghasilkan produk berbasis green.
Baca Juga: Harga BBM Pertamina Non Subsidi Terus Turun, Jadi Berapa?
Komaidi mengatakan segala sesuatu akan dijalankan seimbang sejalan dengan kondisi makro indonesia. Indonesia akan menjalankan transisi energi, tapi tidak sepenuhnya dengan keinginan internasional, ada kearifan lokal yang disesuaikan.
“Di beberapa pilar Pertamina, hampir semuanya melibatkan kilang, di energy efisiensi, flare gas, hampir semua yang akan dikerjakan Pertamina dalam konteks penurunan emisi akan melibatkan kilang,” kata Komaidi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
IWIP Gelontorkan Pendanaan Rp900 Juta untuk Korban Bencana di Sumatera
-
AKGTK 2025 Akhir Desember: Jadwal Lengkap dan Persiapan Bagi Guru Madrasah
-
Dasco Ketuk Palu Sahkan Pansus RUU Desain Industri, Ini Urgensinya
-
ASPEBINDO: Rantai Pasok Energi Bukan Sekadar Komoditas, Tapi Instrumen Kedaulatan Negara
-
Nilai Tukar Rupiah Melemah pada Akhir Pekan, Ini Penyebabnya
-
Serikat Buruh Kecewa dengan Rumus UMP 2026, Dinilai Tak Bikin Sejahtera
-
Kuota Mulai Dihitung, Bahlil Beri Peringatan ke SPBU Swasta Soal Impor BBM
-
Pemerintah Susun Standar Nasional Baru Pelatihan UMKM dan Ekraf
-
Stok Di Atas Rata-rata, Bahlil Jamin Tak Ada Kelangkaan BBM Selama Nataru
-
Kadin Minta Menkeu Purbaya Beri Insentif Industri Furnitur