Suara.com - Keberlangsungan program gas murah untuk industri atau dikenal Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sedang dievaluasi.
Selain berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan bagi negara, kebijakan yang dinikmati 7 sektor industri ini mengandung ketidakadilan sehingga merugikan sektor lain terutama minyak dan gas (migas).
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan bahwa berdasarkan kajiannya terdapat 15 faktor penentu untuk meningkatkan daya saing sebuah industri di dalam negeri.
”Sebanyak 10 di antaranya adalah faktor dari dalam negeri, dan limanya dari eksternal. Ternyata harga gas ini hanya salah satu komponen,” ungkapnya saat menghadiri diskusi virtual bertajuk ‘Nasib Kelanjutan HGBT, antara Perkuat Daya Saing Industri & Kesehatan APBN’. dikutip Rabu (27/3/2024).
Maka pihaknya memertanyakan apakah tepat jika pilihannya adalah menciptakan harga gas murah dengan tujuan menciptakan daya saing dan memerkuat 7 sektor industri penerima manfaat HGBT ini sejak pandemi Covid-19.
”Jadi kalau harga gasnya ditekan serendah mungkin sedangkan 14 variabel lainnya tidak mendapatkan perhatian, jangan-jangan nanti daya saing yang ingin kita tuju itu nanti tidak tercapai,” khawatirnya.
Salah satu tujuan besar dan mulia dari pemerintah berkaitan dengan optimalisasi gas bumi adalah gas bumi sebagai transisi energi dan menuju Net Zero Emission atau Nol Emisi Karbon pada tahun 2060.
Komaidi menyarankan supaya pemerintah segera mengkaji ulang program HGBT sebelum terlambat. ”Artinya, kalau kemudian industri gasnya tidak berkembang di dalam negeri karena policynya tidak sesuai, nanti ke depan yang dikorbankan banyak ya. Tidak hanya keuangan negara,” ulasnya.
Penegasan yang sama disampaikan Senior Advisor Indonesia Gas Society (IGS) Salis S. Aprilian bahwa dampak buruk HGBT ada di sektor hulu migas. Salah satunya adalah dampak negatif berupa penurunan minat investasi di hulu.
Baca Juga: Berkomitmen Tingkatkan Layanan, J&T Cargo Gandeng Partnet Bisnis dari 3 Sektor Industri
”Iya itu jelas dampaknya seperti itu. Jika (HGBT) terus dipaksakan maka akan mengorbankan pemerintah dari sisi hulunya. Apalagi sekarang kebanyakan sumber gas yang ditemukan itu di remote area dan itu akan berat biaya produksinya,” ujarnya, pada kesempatan yang sama.
Pemerintah disarankan melakukan evaluasi HGBT karena hanya menguntungkan salah satu pihak sementara pada saat yang sama terdapat pihak lain dirugikan. ”Jadi bagaimana kebijakan ini bisa menstimulasi semua sektor, ini yang harus dapat perhatian,” terusnya.
Dari sisi hilir terutama industri penerima migas pun, kata dia, belum tentu manfaat yang diterima dari program HGBT ini sesuai sasaran dan harapan. ”Memang ada baiknya. Cuma, benar kah bahwa ini melahirkan industri baru dan pengembangan industri? Ini harus dilihat,” imbuhnya.
Sependapat dengan situasi tersebut, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mengatakan evaluasi terhadap HGBT sedang dijalankan. Termasuk terhadap 7 sektor industri penerima manfaat program ini.
Adapun sebanyak 7 sektor penikmat HGBT saat ini terdiri atas sektor industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, hingga sarung tangan karet. Seluruhnya mendapatkan pasokan gas di bawah harga pasar yakni USD6 per MMBTU.
”Evaluasi ini hal yang biasa untuk bisa segera kita jalankan. Karena sekarang sudah bukan pandemi sementara programnya dikeluarkan saat pandemic,” ucapnya.
Berita Terkait
-
Berkomitmen Tingkatkan Layanan, J&T Cargo Gandeng Partnet Bisnis dari 3 Sektor Industri
-
3 Alasan Mengapa Asap Knalpot Motor Berubah Jadi Warna Putih
-
Raffi Ahmad Bangun Pusat Kuliner Terbesar di BSD, Netizen Teringat Roastingan Kiky Saputri: Aa Dibayarnya Pake Proyek
-
Bangun Bisnis Kuliner Bareng, Adu Kekayaan Raffi Ahmad vs Kaesang Pangarep: Jomplang Abis!
-
Temukan Narasi Dukungan Aksi Teroris di Moskow dari WNI, Kepala BNPT Angkat Bicara
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- Patrick Kluivert Dipecat, 4 Pelatih Cocok Jadi Pengganti Jika Itu Terjadi
Pilihan
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Aksi BRI Peduli dan Sungai Watch Pulihkan Fungsi Ekologis dan Kelestarian
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Rekomendasi Aplikasi Sekuritas Mirip Stockbit, Biaya Murah dan Terdaftar OJK
-
Siap-siap! Kantor Menkeu Purbaya Bakal Kenakan 'Pajak Gula' Buat Coca-cola Cs
-
Menkeu Purbaya: Saya Tak Suka Banyak Utang!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
Inovasi Teknologi Ramah Lingkungan dari Bekasi, Gunung Kidul dan Sukadana
-
Menkeu Purbaya Buka Opsi Turunkan PPN, Ditentukan Akhir Tahun
-
Imajinasi Iklim dari Pinggiran: Cerita yang Tak Terdengar di Forum-forum Megah Pemerintah
-
Pemerintah Tarik Utang Hingga Rp 501,5 Triliun, Wamenkeu Ungkap Realisasinya