Suara.com - Produk tembakau alternatif memiliki karakteristik profil risiko yang berbeda dengan rokok yang dibakar. Berdasarkan hasil kajian ilmiah dari Indonesia dan berbagai negara, produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektronik, memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan produk tembakau yang dibakar seperti rokok.
Maka itu, penting untuk memiliki regulasi yang berbeda antara produk tembakau alternatif dan rokok. Pemerintah pun diharapkan memiliki kebijakan yang berdasarkan kajian ilmiah.
Demikian sejumlah poin utama dari diskusi yang digelar pada Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024 di Jakarta Convention Center. Terdapat tiga panel diskusi pada forum ini yang menghadirkan sejumlah ahli, yaitu tentang penelitian ilmiah dan sains, kesehatan, serta kebijakan dan konsumen.
Peneliti Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Bambang Prasetya mengatakan pihaknya memiliki perhatian terhadap konsep pengurangan risiko, termasuk pengurangan bahaya tembakau yang secara umum digunakan untuk merokok. Dalam hal ini, penelitian ilmiah menjadi penting karena produk tembakau alternatif berkontribusi dalam mengurangi risiko.
BRIN sendiri sedang melakukan penelitian di bidang produk tembakau alternatif yang dilakukan di laboratorium independen terakreditasi. Berdasarkan hasil sementara, penelitian BRIN menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki kandungan zat berbahaya yang jauh lebih rendah ketimbang rokok konvensional.
"Saya melihat bahwa sesuatu yang berbasis pada riset itu bisa dipakai platform untuk mengambil keputusan yang baik," ujar Bambang dalam forum tersebut.
Bambang meneruskan, kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif perlu menimbang antara manfaat dan profil risikonya. Pada konteks ini, ada tiga pilar pertimbangan dalam sistem pengkajian penjaminan risiko.
Pertama, bioethics untuk memastikan kelancaran adopsi berdasarkan pertimbangan moral dan etika. Kedua, biosafety risk assessment untuk memastikan analisis dan sertifikasi risiko berbasis ilmiah. Ketiga, conformity assessment dari segi standar dan akreditasi untuk memastikan ketertelusuran dan saling pengakuan laboratorium.
Penerapan pengurangan bahaya pada produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan, juga punya potensi untuk dimaksimalkan menjadi solusi beralih dari kebiasaan merokok.
Baca Juga: APHRF 2024, Sinergi Pemangku Kepentingan Menekan Bahaya Penggunaan Tembakau
"Pengurangan bahaya tembakau adalah inovasi. Maka itu, kita harus serahkan ke ahlinya berdasarkan data yang baik, yang mana merupakan hasil kajian ilmiah. Hal ini bisa menjadi landasan kebijakan dari aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Kalau kita bersinergi, maka bisa mendapatkan banyak manfaat," jelasnya.
Oleh karena itu, Bambang menyarankan agar kajian ilmiah lebih lanjut tentang produk tembakau alternatif dapat dilakukan agar masyarakat, terutama perokok dewasa, sehingga bisa memutuskan solusi untuk beralih dari kebiasaan merokok guna memperbaiki kualitas kesehatannya.
Narasumber lainnya pada diskusi panel yang sama, Prof. Dr. drg. Amaliya, M.Sc., dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, menambahkan pemanfaatan produk tembakau alternatif juga dapat menjadi salah satu strategi untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia yang sudah mencapai 57 juta jiwa.
Prof. Amaliya menyampaikan, bahwa yang terbaik bagi perokok adalah tidak menggunakan produk tembakau sama sekali. “Namun, kita harus paham bahwa banyak perokok yang tidak bisa serta-merta meninggalkan produk tembakau sepenuhnya. Sehingga, produk tembakau alternatif yang tidak dibakar ini bisa menjadi opsi yang lebih baik bagi mereka,” lanjutnya.
Sebab, produk tersebut telah teruji secara kajian ilmiah menerapkan konsep pengurangan risiko sehingga mampu meminimalkan zat-zat berbahaya. Hal itu dibuktikan dengan studi klinis yang dilakukan Universitas Padjadjaran.
“Hasil studi klinis tersebut memberikan bukti ilmiah bahwa produk tembakau alternatif berhasil menerapkan pengurangan risiko karena terjadi penurunan profil risiko, pemerintah perlu bersikap terbuka agar dapat memanfaatkan produk ini untuk menurunkan prevalensi merokok khususnya di kalangan perokok dewasa sehingga terjadi perbaikan kualitas kesehatan. Pemerintah juga perlu melibatkan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk berkolaborasi dalam menyebarluaskan hasil temuan ini,” kata Amaliya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Mengupas MDIS: Kampus Singapura Tempat Gibran Raih Gelar Sarjana, Ijazahnya Ternyata dari Inggris!
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
-
Menkeu Bakal Temui Pengusaha Rokok Bahas Cukai, Saham-saham 'Tembakau' Terbang
-
Jurus Menkeu 'Koboi' Bikin Pasar Cemas Sekaligus Sumringah
-
IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Saham-saham Rokok Jadi Pendorong
Terkini
-
QRIS Makin Praktis, Nikmati Limit Kartu Kredit BRI Langsung di BRImo
-
OJK Ungkap 7 Perusahaan Asuransi Terancam Bangkrut, Potensi Rugi Hingga Rp19 Triliun!
-
Vietnam-AS Makin Mesra, Vietjet Pesan 200 Pesawat Boeing Senilai US$32 miliar
-
Menkeu Bakal Temui Pengusaha Rokok Bahas Cukai, Saham-saham 'Tembakau' Terbang
-
Anak Usaha Astra Beli Tambang Emas di Sulut
-
Jurus Menkeu 'Koboi' Bikin Pasar Cemas Sekaligus Sumringah
-
IHSG Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Saham-saham Rokok Jadi Pendorong
-
Alasan Pindahkan Tiang Listrik PLN dari Tanah Pribadi Harus Bayar
-
Aib dan Borok Asuransi BUMN Dibongkar OJK di Depan DPR, Taspen dan Asabri Disebut Paling Buruk!
-
APBN 2026 Disahkan, Jadi 'Senjata' Pertama Pemerintahan Prabowo