Suara.com - Program Kartu Pra Kerja telah digulirkan selama 5 tahun dengan total anggaran mencapai Rp 68 triliun di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, demikian gelontoran anggaran jumbo ini tidak menjamin angka pengangguran di Indonesia berkurang justru sebaliknya makin bertambah banyak.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah program Pra Kerja benar-benar efektif dalam mengurangi pengangguran?
Isu ini menyeruak dalam diskusi Ruang Gagasan yang dipelopori oleh Core Indonesia bersama Suara.com bertajuk "Magang Sampai Jadi Pebisnis Muda? Emang Bisa? pada Kamis (4/7/2024).
Peneliti Muda Core Indonesia Fitri Yana lantas mempertanyakan efektivitas program Pra Kerja. Menurutnya program ini hanya memberikan pelatihan singkat dan tidak menjamin peserta mendapatkan pekerjaan.
"Pelatihan singkat tapi tidak ada follow up selanjutnya dari pemerintah, ini yang menjadi masalah," kata Fitri mengawali diskusi.
Tak hanya itu kata dia para peserta juga mengeluhkan proses seleksi yang rumit dan kurangnya transparansi dalam penyaluran dana.
Pemerintah mengklaim bahwa program Pra Kerja telah membantu jutaan orang mendapatkan pekerjaan. Namun, data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia masih mencapai 8,1 juta orang pada Februari 2024.
Yang menarik kata Fitri mayoritas pengangguran ini adalah para anak muda yang sebagian besar ikut pelatihan program Kartu Pra Kerja.
Baca Juga: Azriel Hermansyah Dibilang Pengangguran, Intip Kekayaan Sarah Menzel: Punya Hotel Berbintang
"Dari data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka menurut kelompok umur didominasi oleh anak muda yang mencapai 16,42 persen dengan rata-rata usia 15-24 tahun," paparnya.
Hal ini menurut dia menunjukkan bahwa program Pra Kerja belum mampu memberikan solusi yang signifikan terhadap masalah pengangguran.
Ada beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap ketidakefektifan program Pra Kerja menurut Fitri.
Pertama, program ini hanya berfokus pada pelatihan singkat, sedangkan banyak pengangguran yang membutuhkan pelatihan jangka panjang dan pendampingan untuk mendapatkan pekerjaan.
Kedua, program ini tidak terhubung dengan pasar kerja atau kebutuhan industri, sehingga banyak peserta yang tidak mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan pelatihan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
Rupiah Kokoh Lawan Dolar AS pada Hari Ini, Tembus Level Rp 16.646
-
ESDM Mau Perpanjang Kebijakan Pembelian BBM Subsidi Tanpa QR Code di Aceh, Sumut, Sumbar
-
Danantara Rayu Yordania Guyur Investasi di Sektor Infrastruktur Hingga Energi
-
KB Bank dan Intiland Sepakati Pembiayaan Rp250 Miliar untuk Kawasan Industri
-
Klaim Asuransi Bencana Sumatra Nyaris Rp1 Triliun, Ini Rinciannya
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
Pindar dan Rentenir Bikin Ketar-ketir, Mengapa Masih Digemari Masyarakat?
-
Program MBG Jadi Contoh Reformasi Cepat, Airlangga Pamerkan ke OECD
-
Bantuan Logistik Rp600 Juta Mengalir ke Wilayah Terdampak Banjir di Sumatra
-
Kisah Muhammad Yusuf, AgenBRILink Sebatik yang Permudah Akses Keuangan Masyarakat Perbatasan