Suara.com - Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengeluhkan kondisi industri sektor petrokimia Indonesia semakin terpuruk karena banjir produk impor baku plastik khususnya dari negara Thailand, Vietnam, Malaysia, China, Korea Selatan dan Middle East yang juga berdampak pada industri turunannya.
Terbitnya Peraturan Menteri perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36 Tahun 2023, tentang larangan pembatasan barang impor disebut menjadi penyebab yang membuat Indonesia kebanjiran barang dari luar negeri.
Jika ini dibiarkan, pabrik-pabrik produksi plastik akan banyak yang tutup dan merugikan industri turunannya seperti makanan-minuman, peralatan rumah tangga, otomotif, tekstil dan lain-lain.
Inaplas berharap kepada Pemerintah agar memperbaiki peraturan importasi yang ada. Permendag No 36 Tahun 2023 harus kembai diterapkan untuk membatasi produk impor plastik dari negara lain.
Inaplas juga mendorong Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Perlindungan Perdagangan Internasional (KPPI) untuk segera menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk barang plastik.
Suara-suara dari pelaku industri saat ini menginginkan adanya perhatian dan tindakan nyata dari Pemerintah untuk mencari solusi agar iklim usaha lebih kondusif. Sangat diperlukan perhatian dan tindakan nyata dari Pemerintah untuk mencari solusi seperti melalui instrument anti dumping, safeguard, dan bea masuk tambahan. Industri ini merupakan sektor prioritas yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
Inaplas juga berharap, agar masukannya dapat didengarkan oleh Pemerintah untuk melakukan perbaikan aturan. Sementara terkait Satuan Tugas (Satgas) anti impor ilegal yang dibentuk oleh Kemendag dalam waktu dekat diharapkan bisa mengawasi secara serius untuk menghentikan barang impor illegal dan yang terpenting pengawasannya bisa mencakup ke semua sektor termasuk produk-produk petrokimia dan turunannya.
Belakangan, kondisi industri petrokimia terus terpuruk karena banjirnya barang-barang impor dari Thailand, Malaysia, Vietnam, China dan Timur Tengah. Hal ini disebabkan Industri bahan baku plastik terutama untuk produk polyethylene (PE) seperti HDPE dan LLDPE dan polypropylene (PP) seperti PP Homopolymer dan Copolymer; telah mencapai over capacity yaitu di negara Thailand, Malaysia, serta Vietnam dan mulai agresif mengincar pasar Indonesia.
Demikian juga Korea Selatan dan Middle-east yang sudah over supply. Awalnya negara-negara tersebut ekspor ke China. Namun, saat ini negara-negara tersebut mengalihkan ekspornya ke Indonesia, mengingat China telah mencapai self sufficient.
Baca Juga: Skandal Mark Up Impor Beras, Siapa Cari Aman Lewat Program Bansos?
Sementara jika merujuk pada data dari Inaplas, sejak tahun 2020, tren serbuan bahan baku plastik PE dan PP masuk ke Indonesia mengalami peningkatan dengan total kenaikan mencapai 29%. Kondisi tersebut menyebabkan industri bahan baku plastik seperti PE dan PP dalam negeri sulit bertahan dan saat ini berjalan hanya 50 - 60% dari kapasitasnya. Kondisi perusahan pun semakin lemah karena menanggung kerugian yang signifikan.
Jika ini terus dibiarkan tanpa adanya proteksi, dikhawatirkan dapat mengakibatkan industri bahan baku plastik tutup dan berdampak pada sektor ketenagakerjaan sebesar 3 juta tenaga kerja yang akan kehilangan lapangan kerja dan sumbangsih sektor petrokimia terhadap PDB nasional yang mencapai Rp41 triliun per tahun dipastikan melayang.
Penurunan drastis dalam utilisasi industri plastik hilir Indonesia menjadi sorotan utama di sektor manufaktur. Data dari Inaplas mengungkapkan bahwa industri plastik hilir saat ini mengalami penurunan utilisasi hingga di bawah 50 persen. Inaplas pun turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak masif barang impor di pasar domestik yang dibiarkan tanpa pengawasan ketat.
Menurut Inaplas, saat ini dampaknya sudah terasa di beberapa pabrik hulu, karena sudah ada beberapa pabrik yang mematikan/shut down mesinnya.
"Saat ini industri plastik hilir utilitasnya menurun 50 persen. Parahnya lagi kena pabrik di hulu. Mereka sudah mematikan mesinnya," kata Direktur Kemitraan Dalam Negeri dan Internasional, Budi Santoso ditulis Jumat (19/7/2024).
Penurunan utilisasi ini mencerminkan lemahnya permintaan terhadap produk plastik hilir domestik, yang sebagian besar dipengaruhi oleh maraknya produk impor yang lebih murah dan kompetitif. Industri hilir plastik yang mencakup produksi berbagai jenis plastik untuk kemasan, alat rumah tangga, dan kebutuhan industri lainnya, menjadi semakin sulit bersaing dengan produk impor yang membanjiri pasar.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
Terkini
-
Cara Input Progres Harian di E-Kinerja BKN
-
Target Swasembada Gula Putih 2026, Mentan Bakal Bongkar 300 Ribu Hektare Lahan Tebu
-
Mulai 2026, Utang ke Pinjol Bakal Lebih Ketat
-
Target Harga CUAN Usai Borong Saham Milik Suami Puan Maharani
-
Terus Salurkan Bantuan, BRI Gelar Trauma Healing untuk Anak-anak Terdampak Banjir di Sumatera
-
OSL Group Perkuat Jejak Global, Bawa Standar Kepatuhan Hong Kong ke Pasar Kripto RI
-
Efek Domino Logam Mulia, Harga Minyak Dunia Melandai
-
OJK Pastikan Likuiditas Perbankan Masih Tetap Kuat di Tahun 2026
-
Harga Emas Antam Terjun Bebas Hari ini, Dibanderol Rp 2,5 Juta per Gram
-
Rupiah Perkasa di Selasa Pagi, Tembus Level Rp 16.781