Dr Phoumin menambahkan bahwa pada tahun 2050 bahan bakar fosil diperkirakan masih akan mendukung sekitar 60 persen dari permintaan energi. Dan 20 persen dari penggunaan bahan bakar fosil ini akan didekarbonisasi menggunakan tekonologi Carbon Capture and Storage (CCS). Sektor industri dan transportasi akan tetap menjadi pengguna utama bahan bakar fosil yang menekankan pentingnya dekarbonisasi di sektor-sektor yang sulit dikurangi.
Namun, bila ketergantungan terhadap energi fosil ini tidak berkurang, hal ini akan bertentangan dengan perjanjian Paris dan Pakta Iklim Glasgow. Dalam upaya mencapai netralitas karbon, diharapkan output dari sumber daya terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa akan memberikan kontribusi yang signifikan pada tahun 2050, serta energi bersih lainnya seperti tenaga air, panas bumi, dan nuklir.
Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan The Institute of Energy Economics, Japan (IEEJ) telah melakukan simulasi penerapan teknologi energi yang optimal dari segi biaya untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 di kawasan ASEAN.
ERIA bekerja sama dengan negara-negara ASEAN yang berminat, termasuk Indonesia, Thailand, dan Vietnam, untuk mengembangkan skenario masing-masing. Ini mencangkup pemanfaatan tenaga surya fotovoltaik, tenaga angin lepas pantai dan darat, tenaga air, tenaga panas bumi, biomassa, nuklir, CCUS, hidrogen, amonia, DACCS, dan BECCS yang digabungkan berdasarkan berbagai asumsi.
“Dalam jangka pendek hingga menengah, pembangkit listrik berbahan bakar gas yang efisien akan menekan emisi CO2 dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Sekitar 300 Mt-CO2 dapat dikurangi pada tahun 2050 melalui peralihan bahan bakar batu bara ke gas di ASEAN. Dalam jangka panjang, teknologi CCUS, pembakaran bersama dengan amonia atau hydrogen, serta penggunaan 100 persen amonia dan hidrogen akan memainkan peran penting,” ujar Dr Phoumin.
Mengingat bahan bakar fosil akan terus memainkan peran besar dalam bauran energi ASEAN, negara-negara ASEAN menurut Dr Phoumin memerlukan teknologi untuk dekarbonisasi awal, parsial, dan mendalam dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil secara bertahap.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
Terkini
-
Jadwal Libur IHSG Desember 2025 dan Sepanjang Tahun 2026 Lengkap
-
Pemerintah Tetapkan Formula UMP Baru, Buruh atau Pengusaha yang Diuntungkan?
-
Gakkum ESDM Buka Suara Soal Viral Aktivitas Tambang di Gunung Slamet
-
COO Danantara Donny Oskaria Tinjau Lahan Relokasi Warga Korban Bencana di Aceh Tamiang
-
Program MBG Habiskan Anggaran Rp 52,9 Triliun, Baru Terserap 74,6% per Desember 2025
-
Kemenkeu Sentil Pemda Buntut Dana 'Nganggur' di Bank Tembus Rp 218,2 Triliun per November
-
Menperin: Harus Dibuat Malu Pembeli Produk Impor yang Sudah Diproduksi di Dalam Negeri
-
Target DEWA Melejit ke Rp750, Harga Saham Hari Ini Mulai Merangkak Naik
-
Purbaya Mudahkan Dana Transfer ke Daerah Terdampak Bencana Rp 43,8 Triliun Tahun Depan
-
Bank Mandiri Bagi Dividen Rp9,3 Triliun, Ini Jadwalnya