Suara.com - Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut kondisi deflasi empat kali berturut-turut sepanjang 2024 memberikan sinyal buruk bagi perekonomian. Bahkan, dia melihat ini sebagai tanda daya beli masyarakat tengah lemah.
Menurut Nailul, meskipun tingkat deflasi di Agustus lebih baik dibanding Juli, tetapi dia mengganggap banyak orang yang masih enggan atau tak mampu belanja.
"Memang kita masih melihat agaknya pelemahan daya beli terutama kalau kita lihat ada di deflasi untuk makanan, minuman dan tembakau. Makanya kalau kita lihat ini memang industri makanan, minuman dan tembakau bisa jadi mereka terkena impact dari pelemahan daya beli," ujar Nailul seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Ia menjelaskan bahwa sektor-sektor tersebut terdampak pelemahan daya beli yang terlihat dari turunnya permintaan terhadap produk kebutuhan pokok.
Deflasi sepanjang tahun 2024 berkaitan dengan sisi permintaan yang melemah, sementara dari sisi suplai pun juga terlihat terbatas.
Hal ini tercermin dari penggunaan kapasitas di industri saat ini yang hanya mencapai 73,7 persen.
Ia menambahkan bahwa pelemahan daya beli memiliki efek domino yang berdampak pada kondisi Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur dan kapasitas produksi.
Angka PMI manufaktur pada Agustus 2024 juga mengalami kontraksi menjadi 48,9 poin atau turun 0,4 poin secara bulanan.
Nailul kemudian membandingkan situasi saat ini dengan krisis ekonomi global pada 2008-2009 serta dampak pandemi COVID-19 pada 2020-2021, di mana deflasi juga terjadi akibat faktor eksternal.
Baca Juga: Wapres Sebut RI Belum Maksimal Garap Ekonomi Syariah
Namun, ia menekankan bahwa deflasi tahun ini memiliki karakteristik berbeda. Menurutnya, saat pandemi ada kondisi luar biasa yang membatasi mobilitas orang, termasuk ke pabrik.
Sedangkan sekarang, deflasi lebih dipengaruhi oleh kebijakan yang menekan daya beli masyarakat, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang direncanakan naik menjadi 12 persen.
Lebih lanjut, ekonom itu juga menyoroti bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah, seperti kenaikan harga BBM dan PPN bakal turut mempercepat inflasi. Hal ini semakin memberatkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah yang kian tertekan.
"Akhirnya mereka (masyarakat kelas menengah) ‘memakan tabungan’ atau ‘Mantab’. Nah kita lihat dari tahun 2022 ketika seharusnya pemerintah mempertahankan daya beli, kemudian juga masih dalam hal pemulihan ekonomi, tapi pemerintah menaikkan harga Pertalite yang saat itu sebagai BBM yang paling banyak digunakan oleh masyarakat," jelasnya.
Nailul juga menyoroti penurunan inflasi inti (core inflation) yang rendah pada Agustus 2024, yang hanya mencapai 1,52 persen secara kalender berjalan (ytd).
Dengan kondisi ini, Celios memperingatkan bahwa pelemahan daya beli dapat terus berlanjut dan berdampak lebih luas pada sektor ekonomi nasional, terutama dengan adanya potensi kenaikan inflasi pada 2025 akibat peningkatan PPN menjadi 12 persen.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Kuartal Panas Crypto 2025: Lonjakan Volume, Arus Institusional dan Minat Baru Investor
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing