Suara.com - Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tengah dibahas dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Para ahli hukum menilai langkah ini tidak hanya melanggar hak konsumen, tetapi juga bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.
Pakar dari Universitas Trisakti, Ali Ridho menyebut, rokok sebagai produk legal yang memiliki hak untuk dipasarkan kepada konsumen dewasa.
Menurutnya, penerapan Rancangan Permenkes tersebut bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang melindungi merek dagang.
"Dari hierarki PP, aturan yang lebih rendah harus koheren dengan aturan yang lebih tinggi. Kalau Rancangan Permenkes menyimpang dari UU Kesehatan, UU Keterbukaan Informasi Publik, dan UU Perlindungan Konsumen, maka ini bukan hanya keliru, tapi sudah membangkang dari aturan yang lebih tinggi. Konsekuensinya secara yuridis ini sudah cacat materil," ujar Ali seperti dikutip, Rabu (15/1/2025).
Ali juga menyoroti bahwa kelemahan utama dalam kebijakan pengendalian tembakau bukan pada substansi aturannya, melainkan pada penegakannya. Menurutnya, tanpa penindakan yang konsisten, aturan ketat justru akan meningkatkan peredaran rokok ilegal.
"Penyakit hukum kita ini ada di penegakan hukum. Aturan yang ada sebenarnya tidak bermasalah, hanya saja cara pandangnya yang keliru. Ketidakefektifan pencegahan dianggap sebagai masalah substansi, padahal itu soal penegakan," kaya Ali.
Ali juga mengingatkan bahwa edukasi masyarakat harus menjadi bagian penting dari penegakan hukum. Ia mencontohkan perlunya sosialisasi kebijakan yang dilakukan secara berkelanjutan agar aturan dapat diterima masyarakat.
Selain masalah hukum, Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Prof. Dr. Ir. Kholil, M.Kom, menyoroti risiko yang timbul dari kebijakan penyeragaman kemasan rokok. Menurutnya, aturan ini berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat dan membingungkan konsumen.
Baca Juga: Survei BI : Keyakinan Konsumen Makin Cerah di Akhir 2024
"Warnanya sama, jadi kalau ada produk yang tidak berkualitas atau dibuat asal-asalan, maka tidak bisa dibedakan. Siapa yang rugi? Konsumen lagi. Berikutnya, perlindungan terhadap hukum jadi lemah," pungkas Kholil.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Menkeu Purbaya Buka Lowongan Kerja Besar-besaran, Lulusan SMA Bisa Melamar jadi Petugas Bea Cukai
-
Pajak UMKM 0,5 Persen Bakal Permanen? Purbaya: Tapi Jangan Ngibul-ngibul Omzet!
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Aguan Punya Mal Baru Seluas 3,3 Hektare, Begini Penampakkannya
-
Gudang Beku Mulai Beroperasi, BEEF Mau Impor 16.000 Sapi Tahun Depan
-
Proses Evaluasi Longsor di Tambang PT Freeport Selesai Antara Maret atau April
-
Bahlil Dorong Freeport Olah Konsentrat Tembaga Amman
-
Purbaya Pesimis DJP Bisa Intip Rekening Digital Warga Tahun Depan, Akui Belum Canggih
-
Sempat Tolak, Purbaya Akhirnya Mau Bantu Danantara Selesaikan Utang Whoosh
-
Purbaya Duga Pakaian Bekas Impor RI Banyak dari China, Akui Kemenkeu Lambat Tangani