Suara.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah resmi melanjutkan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh sektor industri dengan total 253 pengguna gas bumi tertentu.
Tujuh sektor industri tersebut meliputi industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
“Kami berterima kasih kepada Pemerintah atas perpanjangan HGBT pada tahun 2025. Dengan permintaan pasar yang menurun, kami berharap dapat tetap bersaing dan mendukung pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik (INAPLAS) Fajar Budiono ditulis Rabu (5/3/2025).
Namun, Fajar menekankan bahwa pasokan gas juga perlu dipastikan, karena selama ini masih ada kendala dalam hal kuantitas.
Misalnya, dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), jika kuota yang dijanjikan sebesar 10%, industri justru hanya menerima 60-70%. Sisanya harus dibeli dengan harga gas yang jauh lebih tinggi.
Akibatnya, harga gas yang diterima industri bisa mencapai di atas USD 10 per MMBTU, sehingga manfaat dari HGBT tidak benar-benar dirasakan oleh industri.
“Perlu dipastikan bahwa tidak ada kendala dalam kuantitas pasokan gas.” ujar Fajar
Selain itu, volume pasokan harus sesuai dengan PJBG yang telah disepakati antara konsumen dan pemasok. Karena jika volume tidak sesuai dengan PJBG, perencanaan produksi akan sulit dilakukan karena ketidakpastian dalam perhitungan ongkos produksi.
"Selain itu, harga gas yang lebih tinggi di atas USD 10 per MMBTU akan membuat biaya produksi meningkat, sehingga industri dalam negeri sulit bersaing dengan produk impor,” ungkap Fajar.
Baca Juga: Harga Gas Bumi Kini Lebih Kompetitif dengan Kebijakan HGBT Terbaru
Lebih lanjut, Fajar menyatakan jika utilisasi industri menurun, maka target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 8% akan sulit tercapai. Saat ini, industri dalam negeri harus bersaing dengan produk impor yang seringkali lebih murah.
Oleh karena itu, selain memastikan pasokan gas tetap terjaga, pemerintah juga perlu mengatur keseimbangan antara supply dan demand, termasuk dengan mengendalikan produk impor jadi.
“Dalam hal ini, industri juga harus bersaing dengan produk impor, kecuali pemerintah secara bersamaan memastikan ketersediaan pasokan gas dan menjaga keseimbangan supply-demand. Salah satu caranya adalah dengan mengatur impor barang jadi. Jika kebijakan ini diterapkan dengan baik, daya beli masyarakat diharapkan meningkat, sehingga tingkat utilisasi industri pun dapat lebih optimal,” tambahnya.
Sejalan dengan Sekjen INAPLAS, Edy Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) menyatakan menegaskan bahwa industri terutama industri keramik pada dasarnya tidak keberatan dengan kenaikan HGBT dari USD 6,5 per MMBTU menjadi US$7 per MMBTU. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan tersebut harus benar-benar diimplementasikan secara optimal di lapangan.
“Industri keramik tidak keberatan dengan kenaikan HGBT dari US$6,5/MMBTU menjadi US$7 per MMBTU namun kebijakan tersebut harus diimplementasikan sepenuhnya di lapangan. Pasokan volume gas harus sesuai dengan kebutuhan gas industri yang tercantum di dalam isi Kepmen ESDM,”ujar Edy.
“Jangan sampai kenaikan harga gas US$7 per MMBTU tersebut masih disertai kebijakan PGN untuk Januari-Maret 2025 dengan pembatasan 45%-50% yang dikenai surcharge USD 16,77 per MMBTU. Maka bisa dipastikan tujuan utama dari kebijakan perpanjangan HGBT untuk peningkatan daya saing industri guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional pasti tidak akan terwujud," pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
Diresmikan Prabowo, Jembatan Ini Habiskan 10 Ribu Ton Semen
-
Akhir Tahun jadi Berkah Buat Industri Logistik
-
IHSG Turun Dibayangi The Fed, Ini Analisis Rekomendasi Saham Trading Jumat 12 Desember
-
CPNS 2026 Diutamakan untuk Fresh Graduate, Menpan-RB Ungkap Alasannya
-
Ancam Rumahkan 16 Ribu Pegawai Bea Cukai, Purbaya Sebut Perintah dari 'Bos Atas'
-
SHIP Tambah 1 Armada VLGC Perluas Pasar Pelayaran Migas Internasional
-
Mentan Amran Pastikan Pemerintah Tangani Penuh Pemulihan Lahan Pertanian Puso Akibat Bencana
-
Strategi Asabri Hindari Fraud dalam Pengelolaan Dana Pensiun
-
Bisnis Properti di Negara Tetangga Tertekan, Fenomena Pajak Bisa Jadi Pelajaran
-
Manuver Purbaya Tarik Bea Keluar Emas, Ini Efeknya Versi Ekonom UI