Suara.com - Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu kekhawatiran luas di kalangan pelaku usaha.
Aturan yang mencakup cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK), pembatasan Gula-Garam-Lemak (GGL), zonasi penjualan rokok, hingga rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sebagai rancangan aturan turunannya, dinilai berpotensi menekan sektor industri strategis dan menggerus daya beli masyarakat, sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menegaskan perlunya deregulasi terhadap PP 28/2024. Ia menyoroti bahwa kebijakan yang terlalu ketat justru dapat mendorong peralihan konsumsi masyarakat ke produk-produk yang lebih murah, bahkan ilegal. Hal ini tidak hanya menggerus pendapatan industri legal, tetapi juga menurunkan potensi penerimaan negara dari cukai, PPN, dan pajak lainnya, yang dapat memperlemah basis fiskal negara.
"Jika tidak ada revisi atau penyesuaian kebijakan, maka target ambisius pertumbuhan ekonomi 8 persen akan semakin sulit dicapai," ujar Shinta di Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Shinta juga menekankan bahwa sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) dan industri makanan-minuman merupakan tulang punggung sektor manufaktur yang padat karya. Kedua sektor ini tidak hanya menyerap jutaan tenaga kerja, tetapi juga menyumbang signifikan terhadap penerimaan negara.
"IHT dan industri makanan minuman mewakili sektor padat karya yang masih produktif berkontribusi kepada penyerapan tenaga kerja, sekaligus kontribusi fiskal penerimaan negara, sehingga perlu bijaksana dalam menerapkan regulasi yang berpotensi mengurangi kinerja atau produktivitasnya," imbuh dia..
Pada 2023, IHT menyumbang sekitar Rp213,5 triliun dari cukai, atau sekitar 10% dari total penerimaan pajak nasional, dan melibatkan sekitar 6 juta tenaga kerja di seluruh rantai produksi, mulai dari petani, pabrikan, hingga sektor ritel dan sektor pendukung seperti industri kreatif. Industri makanan dan minuman juga merupakan penyumbang besar PDB sektor manufaktur dan penyerapan tenaga kerja nasional.
Apindo memperingatkan bahwa jika PP 28/2024 diterapkan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekonomi, maka kontribusi kedua sektor ini akan terhambat. Penurunan produksi legal, lonjakan rokok ilegal, serta pembatasan aktivitas promosi dan distribusi akan menurunkan output industri, memicu PHK, hingga menekan penerimaan negara.
"Tanpa penyesuaian kebijakan, kita berisiko kehilangan salah satu mesin pertumbuhan ekonomi domestik yang selama ini cukup stabil menopang PDB dan pendapatan negara," tegas Shinta.
Baca Juga: BKPM Siapkan Jurus Jitu Redam Premanisme Proyek Agar Investor Aman, Lokal Kebagian
Pedagang Kecil Terancam
Dampak PP 28/2024 juga dirasakan langsung oleh pelaku usaha mikro dan pedagang ritel. Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (AKRINDO), Anang Zunaedi, menyoroti aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak sebagai kebijakan yang tidak realistis dan berpotensi memicu konflik sosial.
"Karena memang mungkin harus sangat hati-hati ya, karena nanti akan timbul pasti konflik sosial, itu pasti," ujar Anang.
Pasalnya, jika ada penegakan dapat membuat pedagang kecil kewalahan karena memungkinkan penyitaan barang dagangan hingga larangan berdagang. Padahal barang dagangan itu, termasuk rokok, merupakan produk unggulan dengan perputaran cepat sebagai pelaku ekonomi mandiri yang tidak menggantungkan hidup atas bantuan pemerintah.
Anang berpendapat bahwa aturan zonasi larangan itu sebaiknya tidak diterapkan, sebab sangat tidak memungkinkan dan bias untuk diimplementasikan. Banyak pedagang skala mikro dan ultra-mikro yang berdagang sebelum satuan pendidikan atau tempat bermain anak itu ada.
"Lalu di satu sisi juga, pedagang itu ‘kan tidak menyasar mereka yang ada di satuan pendidikan itu, tapi mereka menyasar konsumen dewasa. Harusnya disurvei dulu ya, jadi disurvei dulu bagaimana konsumennya," imbuhnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Bunga Acuan Sudah Turun 5 Kali, BI Minta Perbankan Cepat Turunkan Bunga
-
7 Ide Usaha Modal 1 Juta, Anti Gagal dan Auto Cuan
-
Cara Daftar WiFi Internet Rakyat, Surge Buka Akses Biaya Rp100 Ribu per Bulan
-
Operasikan 108 Kapal, PIS Angkut Energi 127,35 juta KL Sepanjang Tahun 2025
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Kilang Minyak Indonesia Tetap Relevan di Tengah Pergeseran ke EBT
-
Blockchain Dianggap Mampu Merevolusi Pengelolaan Data Nasional, Benarkah?
-
Dukung Kemajuan Industri Sawit, BRI Fasilitasi Sindikasi Pembiayaan Rp5,2 Triliun bagi PT SSMS
-
Perlukah BBM Bobibos Lakukan Pengujian Sebelum Dijual, Begini Kata Pakar
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi