Suara.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada bulan April 2025 mengalami surplus sebesar US$ 0,16 miliar.
Surplus ini merupakan yang ke-60 secara beruntun atau sejak 5 tahun terakhir.
"Pada April neraca perdagangan Indonesia surplus USD 0,16 miliar. Neraca perdagangan ini telah surplus selama 60 bulan beruntun sejak Mei 2020," ungkap Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Secara rinci nilai ekspor Indonesia pada bulan itu mencapai sebesar US$ 20,74 miliar atau naik 5,76 persen secara tahunan (year on year/ yoy). Nilai ekspor ini lebih rendah dibandingkan Maret 2025, sebesar US$ 23,35 miliar.
Nilai ekspor migas tercatat US$ 1,17 miliar atau turun 13,38% dan nilai ekspor non migas tercatat naik 7,17% dengan nilai US$ 19,57 miliar.
Secara tahunan ekspor RI didorong kenaikan nilai ekspor nonmigas pada komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya yang naik 59,67% dengan andil 3,01%.
Peningkatan nilai ekspor non migas utamanya terjadi pada sektor industir pengolahan yang naik 13,93% dengan andil 9,94%. Sementara itu, BPS mencatat penurunan nilai ekspor migas terutama didorong penrunan ekspor gas dengan andil minus 0,78%.
Sementara nilai impor pada April 2025 mencapai US$ 20,59 miliar atau naik 21,84% (year on year/yoy) dibandingkan April 2024. Nilai impor migas RI mencapai US$ 2,52 miliar atau turun 15,57% (yoy). Sementara itu, impor nonmigas US$ 18,07 miliar atau naik 29,86% (yoy).
Sehingga nilai impor secara tahunan didorong impor non migas dengan andil 24,59%.
Baca Juga: BPS dan PTPN III Sinergi Data Perkebunan, Dorong Ekspor dan Ketahanan Ekonomi
Secara tahunan, nilai impor barang konsumsi naik 18,46%, sementara itu bahan baku penolong yang smbang 72,73% dari total impor april 2025 ini mengalami kenaikan 18,93% dengan andil sebesar 14,10%.
Neraca perdagangan adalah salah satu indikator ekonomi penting yang mencerminkan selisih antara nilai ekspor dan impor suatu negara dalam periode waktu tertentu.
Ekspor mewakili barang dan jasa yang dijual ke negara lain, sementara impor adalah barang dan jasa yang dibeli dari negara lain.
Neraca perdagangan yang positif, atau surplus perdagangan, terjadi ketika nilai ekspor suatu negara lebih besar daripada nilai impornya.
Hal ini menunjukkan bahwa negara tersebut menghasilkan lebih banyak pendapatan dari penjualan barang dan jasa ke luar negeri daripada yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa dari luar negeri.
Surplus perdagangan seringkali dianggap positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat nilai mata uang.
Sebaliknya, neraca perdagangan yang negatif, atau defisit perdagangan, terjadi ketika nilai impor suatu negara lebih besar daripada nilai ekspornya.
Ini berarti negara tersebut menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa dari luar negeri daripada yang diperoleh dari penjualan barang dan jasa ke luar negeri.
Defisit perdagangan seringkali dianggap negatif karena dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi, menghilangkan lapangan kerja di sektor tertentu, dan melemahkan nilai mata uang.
Namun, penting untuk dicatat bahwa neraca perdagangan hanyalah salah satu dari banyak indikator ekonomi yang perlu dipertimbangkan. Defisit perdagangan tidak selalu berarti buruk, dan surplus perdagangan tidak selalu berarti baik.
Misalnya, sebuah negara dengan defisit perdagangan yang besar mungkin masih memiliki ekonomi yang kuat jika memiliki investasi asing yang tinggi atau sektor jasa yang berkembang pesat.
Perubahan dalam neraca perdagangan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan dalam permintaan global, nilai tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan daya saing produk suatu negara.
Pemerintah dan pelaku ekonomi seringkali memantau neraca perdagangan dengan cermat untuk memahami tren ekonomi dan mengambil keputusan yang tepat.
Memahami neraca perdagangan penting bagi investor, pelaku bisnis, dan pembuat kebijakan karena memberikan wawasan tentang daya saing suatu negara, stabilitas ekonomi, dan potensi pertumbuhan di masa depan.
Dengan menganalisis tren neraca perdagangan, mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang investasi, produksi, dan kebijakan ekonomi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Emas Antam Pecah Rekor Lagi, Harganya Tembus Rp 2.095.000 per Gram
-
Pede Tingkat Dewa atau Cuma Sesumbar? Gaya Kepemimpinan Menkeu Baru Bikin Netizen Penasaran
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
Terkini
-
Emas Antam Pecah Rekor Lagi, Harganya Tembus Rp 2.095.000 per Gram
-
IHSG Mulai Perkasa, Bergerak Menguat di Awal Sesi Perdagangan Kamis
-
Masuk Prolegnas, RI Bakal Punya UU Transportasi Online Tahun Ini
-
Strategi Pemerintah Atasi Biang Kerok Kebakaran Hutan
-
Sempat Viral Diisukan PHK Massal, Gudang Garam Bongkar Faktanya
-
Banyak Obat Diet Tiruan, Perusahaan Farmasi Ini PHK 9.000 Karyawan
-
Update Harga Emas Pegadaian Hari Ini: Antam, UBS, Galeri24 Kompak Makin Murah!
-
Beras SPHP Mulai Tersedia di Minimarket dan Supermarket, Cek Harganya
-
GoPay Himpun Dana Zakat dan Donasi Rp 129 Miliar Sepanjang 2024
-
Jangan Ketinggalan! 3 Link DANA Kaget Hari Ini, Saldo Rp199 Ribu Siap Masuk Dompet Digital