Suara.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan (mtm) pada Mei 2025.
Penurunan ini mengindikasikan adanya perlambatan daya beli masyarakat setelah sebelumnya terjadi inflasi di bulan April 2025.
Menurut Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun dari 108,47 pada April 2025 menjadi 108,07 pada Mei 2025. Penurunan IHK bulanan ini menunjukkan bahwa harga-harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Pudji menjelaskan lebih lanjut bahwa posisi IHK Mei 2025 secara bulanan memang mengalami penurunan signifikan sebesar 1,17% dibandingkan April.
"Secara YoY terjadi inflasi sebesar 1,60% dan secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 1,19%," ujar Pudji dalam rilis berita resmi statistik, Senin (2/6/2025).
Meski demikian, secara tahunan (yoy), inflasi Indonesia tercatat sebesar 1,60 persen, turun dari posisi April 2025 yang berada di level 1,95 persen (yoy). Sementara itu, inflasi tahun kalender (ytd) hingga Mei 2025 mencapai 1,19 persen.
Kelompok pengeluaran penyumbang terbesar deflasi pada Mei 2025 adalah makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini mengalami inflasi negatif sebesar -1,40 persen dan memiliki andil deflasi sebesar 0,41 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa penurunan harga pada komoditas makanan dan minuman menjadi pendorong utama terjadinya deflasi bulan ini.
Daya beli masyarakat merupakan kemampuan konsumen untuk membeli barang dan jasa dengan pendapatan yang mereka miliki.
Baca Juga: Neraca Perdagangan RI Untung Selama 5 Tahun
Ini adalah indikator krusial yang mencerminkan kesehatan ekonomi suatu negara dan kesejahteraan masyarakatnya.
Daya beli yang kuat menandakan bahwa masyarakat memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan dasar dan bahkan menikmati barang dan jasa sekunder, mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi daya beli. Pendapatan adalah faktor utama; semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin besar daya belinya. Inflasi, di sisi lain, dapat menggerogoti daya beli.
Ketika harga barang dan jasa naik lebih cepat daripada pendapatan, masyarakat akan mampu membeli lebih sedikit dengan uang yang sama. Suku bunga juga memainkan peran.
Suku bunga yang tinggi dapat mengurangi daya beli karena pinjaman menjadi lebih mahal, sehingga orang cenderung menunda pembelian besar seperti rumah atau mobil.
Pemerintah dapat mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Mengendalikan inflasi adalah salah satu cara yang paling efektif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
Terkini
-
Komitmen Perkuat Ekonomi Rakyat, Bank Mandiri Bimbing PMI Jepang Jadi Wirausaha di Negeri Sendiri
-
ESDM: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bukan Harga Mati untuk Transisi Energi
-
Empowering Indonesia Report 2025: AI Berdaulat Jadi Fondasi Pertumbuhan Menuju Indonesia Emas 2045
-
BSI Siapkan 5 Strategi UMKM Naik Kelas
-
Laba PTPP Anjlok 97 Persen, Fokus Transisi ke Konstruksi Hijau dan Efisiensi Beban
-
Pantau Bansos PKH-BPNT 2025 Lewat SIKS-NG: Cek Status dan Pencairan Dana Kemensos
-
Jaga Harga Bahan Pokok, BI Terus Tingkatkan Ketahanan Pangan
-
Rupiah Mulai Bangkit Lawan Dolar Amerika
-
Emas Antam Runtuh, Hari ini Harganya Lebih Murah Jadi Rp 2.287.000 per Gram
-
Rokok Ilegal Ancam APBN, Ekonom Ingatkan Pengawasan Ketat di Tengah Jeda Kenaikan Cukai