"Harita selama ini selalu mengikuti aturan dan standar yang berlaku. Yang berkembang saat ini adalah pihak buyer terutama dari Eropa dan Amerika menginginkan informasi detail tentang rantai pasoknya. Salah satu audit yang menjadi acuan adalah IRMA yang terketat dengan segala transparansinya," kata Deputy Health, Safety, Environment (HSE) Department Harita Nickel Iwan Syahroni.
Sejauh ini, Tiongkok merupakan pasar utama dari produk Harita Nickel. Saat ini, permintaan global terhadap produk nikel meningkat, salah satunya untuk menopang pertumbuhan mobil listrik.
“Jadi, saat ini pasar sangat terbuka luas. Pabrikan global sudah berstandar IRMA sehingga kami pun ingin menunjukkan sudah berstandar IRMA,” tambah Iwan.
Secara total tak kurang dari 1.000 persyaratan dokumen maupun praktik lapangan standar IRMA yang akan melalui proses audit. Hasil penilaian akan berupa laporan audit publik yang dirilis secara lokal dan di situs IRMA.
Standar IRMA terdiri atas 26 bab yang mencakup 4 fokus area yakni Integritas Bisnis, antara lain kepatuhan hukum, uji tuntas HAM dan lainnya Tanggung Jawab Sosial seperti hak tenaga kerja, perlindungan warisan budaya dan lainnya, Tanggung Jawab Lingkungan seperti pengelolaan air, emisi gas rumah kaca dan lainnya dan Perencanaan Dampak Positif seperti dukungan dan manfaat bagi masyarakat, pemukiman kembali.
“Dengan mengajukan diri agar operasi pertambangannya untuk diaudit secara independen terhadap standar pertambangan global yang paling ketat di dunia, kita bisa tahu kita sudah sampai di titik mana," kata Iwan.
Komitmen terhadap standar internasional seperti IRMA, bukan satu-satunya yang diadopsi Harita Nickel. Perusahaan juga telah memulai proses penilaian kesesuaian atas praktik pengadaan bertanggung jawab melalui Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI).
Iwan menambahkan keberanian Harita Nickel untuk diaudit berdasarkan IRMA tidak hanya akan berdampak positif pada Perusahaan. Hal ini akan memperbaiki wajah pertambangan Indonesia yang tengah mendapatkan berbagai sorotan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kondisi pertambangan Indonesia cukup baik dan transparan. Apalagi yang menjadi narasumber untuk audit mulai dari pemerintah pusat hingga daerah serta pihak-pihak yang selama ini kritis terhadap sektor pertambangan,” katanya.
Baca Juga: Smelter Nikel MMP Resmi Beroperasi, Cetak 1.000 Lapangan Kerja dan Dorong Industri EV
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Selain IUP Pertambangan, perusahaan sejak 2016 telah memiliki pabrik peleburan (smelter) nikel saprolit dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan sejak 2021 juga memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian (refinery) nikel limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di wilayah operasional yang sama. Kedua fasilitas tersebut hadir untuk mendukung amanat hilirisasi dari pemerintah Indonesia.
Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi HPAL. Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang sebelumnya tidak dimanfaatkan, menjadi produk bernilai strategis berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Dengan teknologi yang sama, MHP sebagai intermediate product telah berhasil diolah menjadi produk akhir berupa Nikel Sulfat (NiSo4) yang merupakan material inti pembuatan katoda sumber energi baru, yaitu baterai kendaraan listrik.
Saat ini, total tenaga kerja yang diserap perusahaan mencapai lebih dari 22 ribu orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85% merupakan WNI dan 45% berasal dari Maluku Utara. Hal ini mencerminkan keberpihakan perusahaan terutama pada tenaga lokal.
Harita Nickel menargetkan tahun ini akan mereklamasi lahan bekas kegiatan tambang seluas 66 ha hektar. Tercatat hingga 2024, dua unit usaha Harita Nickel sudah mereklamasi lahan seluas 231,53 ha. Sejumlah tanaman digunakan untuk reklamasi yakni cemara laut, kayu putih, ketapang, kayu nani, hingga pohon gofasa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
LPS Siap Jamin Polis Asuransi Mulai 2027
-
Perintah Habis Magrib Prabowo: Dasco Dilarang Absen, UMP 2026 Jadi Pertaruhan
-
PTAR Pengelola Tambang Emas Martabe di Tapsel, Hentikan Operasi Sementara!
-
Listrik di Sumbar Pulih 100 Persen Pascabencana: PLN Pasang 619 Tiang dan Sambungkan 30 Km Kabel!
-
23 Perizinan Tambang di Aceh-Sumbar, ESDM: Diterbitkan Pemerintah Daerah!
-
Bencana Sumatera Jadi Pertimbangan ESDM Terapkan Mandatori B50 di 2026
-
Wujudkan Kepedulian Sosial, BRI Salurkan Bantuan bagi Warga Bandung dalam Program BRI Menanam
-
Pelindo Gelar Live ISPS Code di Celukan Bawang untuk Antisipasi Narkoba hingga Cyber Attack
-
Mentan Amran Lepas 207 Truk Logistik ke Sumatra, Angkut Migor, Susu Hingga Beras
-
Pertamina: Operasional SPBU Bertahap Mulai Normal Pascabencana di Sumatera