Suara.com - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan hasil studinya soal pengenaan tarif Trump 32 persen terhadap Indonesia. Salah satunya, Indonesia akan kehilangan serapan tenaga kerja hingga 1,2 juta orang.
CELIOS menjelaskan, tarif Trump berimbas ke sektor padat karya seperti pakaian jadi, alas kaki beserta produk ekspor lain yang signifikan.
Selain itu estimasi penurunan nilai ekspor Indonesia sebesar Rp 105,98 triliun dan pendapatan masyarakat terkoreksi Rp 143,87 triliun.
Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh di level 4,7 - 4,8 persen year on year.
Direktur Studi China-Indonesia CELIOS, Muhammad Zulfikar Rakhmat, membiarkan kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS sejak 2023 adalah langkah diplomatik yang tidak dipertimbangkan dengan baik.
"Saat tarif diumumkan, Indonesia tidak punya wakil penuh di Washington. Di saat negara seperti Vietnam memperkuat diplomasi dan produksi mereka di AS, kita justru membiarkan celah ini terbuka lebar," ujar Zulfikar dalam keretangan tertulisnya, Kamis (10/7/2025).
Desak Reshuffle
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, mengatakan kegagalan negosiasi bisa jadi pemicu Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan perombakan kabinet.
"Jika Indonesia ingin memperkuat posisi globalnya, perombakan kabinet adalah langkah yang tidak bisa ditunda," jelasnya.
Baca Juga: Soal Tarif Trump 32 Persen, Nasib RI Ditentukan 3 Minggu Lagi
Bhima memandang, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto jelas telah gagal dalam merancang strategi ekonomi luar negeri yang efektif.
"Menteri Keuangan Sri Mulyani, meskipun memiliki pandangan teknokratik yang tajam, tidak lagi cukup didengar dalam pengambilan keputusan strategis. Sementara Menteri Luar Negeri Sugiono tampak hanya menjalankan fungsi simbolik, bukan diplomatik yang substantif," kata Bhima.
Sementara, Peneliti CELIOS, Yeta Purnama, menyebut koordinasi antar kementerian dalam menghadapi krisis ini tampak lemah dan tidak selaras dengan kebutuhan strategis negara.
"Indonesia butuh menteri-menteri yang berani menyuarakan kepentingan publik, bukan sekadar menjalankan instruksi politik. Pembaruan arah kebijakan hanya bisa terjadi bila orang-orangnya juga diperbarui," kata Yeta.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- 5 Link DANA Kaget Terbaru Bernilai Rp 434 Ribu, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan!
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
RDN BCA Dibobol Rp 70 Miliar, OJK Akui Ada Potensi Sistemik
-
ESDM Pastikan Revisi UU Migas Dorong Investasi Baru dan Pengelolaan Energi yang Berkelanjutan
-
Penyaluran Pupuk Subsidi Diingatkan Harus Sesuai HET, Jika Langgar Kios Kena Sanksi
-
Tak Mau Nanggung Beban, Purbaya Serahkan Utang Kereta Cepat ke Danantara
-
Modal Asing Rp 6,43 Triliun Masuk Deras ke Dalam Negeri Pada Pekan Ini, Paling Banyak ke SBN
-
Pertamina Beberkan Hasil Penggunaan AI dalam Penyaluran BBM Subsidi
-
Keluarkan Rp 176,95 Miliar, Aneka Tambang (ANTM) Ungkap Hasil Eksplorasi Tambang Emas Hingga Bauksit
-
Emiten PPRO Ubah Hunian Jadi Lifestyle Hub, Strategi Baru Genjot Pendapatan Berulang
-
Penumpang Kereta Api Tembus 369 Juta Hingga September 2025
-
Petrindo Akuisisi GDI, Siapkan Rp 10 Triliun untuk Bangun Pembangkit Listrik 680 MW di Halmahera